Selama 10 tahun lamanya, Pernikahan yang Adhis dan Raka jalani terasa sempurna, walau belum ada anak diantara mereka.
Tepat di ulang tahun ke 10 pernikahan mereka, Adhis mengetahui bahwa Raka telah memiliki seorang anak bersama istri sirinya.
Masihkah Adhis bertahan dalam peliknya kisah rumah tangganya? menelan pahitnya empedu diantara manisnya kata-kata cinta dari Raka?
Atau, memilih meladeni mantan kekasih yang belakangan ini membuat masalah rumah tangganya jadi semakin pelik?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#29•
\#29
Diary Adhis
Hari ini, hari pertamaku di sekolah baru, Demi memuluskan rencana perjodohan kami, maka sekolahku pun dipindahkan ke Jakarta.
Di sana aku tinggal di rumah Paman Fandy kakak Kandung Bunda.
Siang tadi usai jam sekolahku berakhir, aku menunggu Kak Sabrina, tapi ia sungguh lama, apa boleh buat, aku tetap harus menunggu, karena belum hafal jalan pulang.
Lelah menunggu, aku pun memberanikan diri mendatangi Senior High School, aku celingukan seperti anak ayam kehilangan induknya. Hendak bertanya tapi malu, mereka terlihat dewasa dan sangat gaul, sementara aku, hanya gadis sederhana dari kota kecil.
Aku menghampiri sebuah motor yang kebetulan parkir di halaman sekolah, kedua orang itu sedang berbincang-bincang, sepertinya juga menunggu teman mereka keluar dari kelas.
Oh, my god, dia Darren, nyaris saja aku jingkrak-jingkrak kegirangan, karena bertemu langsung dengan si aktor tampan yang sering wara-wiri di layar kaca televisi. Namun aku tahan karena aku terlalu malu melakukannya.
Belum sempat aku mendekat, sebuah motor lagi tiba-tiba menghampiri Darren, helm full face itu membuatku tak bisa melihat wajah si pengendara motor tersebut.
Aku memberanikan diri bertanya, gadis yang berdiri di sisi Darren mendekatiku, bahkan ia memintaku menunggu bersamanya.
Laki-laki berhelm Full face itu tiba-tiba melepas helmnya. Jantungku berdetak kencang seketika, dia … dia … diakah calon tunanganku? aku bahkan tak bisa berkedip menatap wajah tampannya. Namun sebisa mungkin aku menutupi rasa gugup yang menjalari tubuhku.
Aku tahu, dia pun menatapku, entah apa yang dia nilai dariku, ah jadi geer kan?
Tapi semua itu tak berlangsung lama, karena sesaat kemudian Kak Sabrina datang, dan kami pun pamit pulang lebih dulu.
•••
Halaman Berikutnya
Pukul 11 malam, aku belum bisa memejamkan mataku, aku merasa seperti orang gila yang terus-menerus tertawa.
Kejadian tak mengenakkan hari ini, justru berakhir menjadi kejadian yang tak bisa kulupakan.
Sopir yang biasa menjemputku dan Kak Sabrina dari sekolah, hari ini tiba-tiba tak bisa datang tepat waktu, karena mobil belum selesai di service. Sementara Kak Sabrina sedang mengerjakan tugas bersama teman-temannya.
Aku bengong sendiri di halte bus, menunggu sopir datang, adalah pilihan terbaik.
Tapi, siapa sangka dia tiba-tiba mendekat, tanpa ada sebab, lelaki itu menawarkan padaku akan mengantarkanku.
Aku berusaha menolak, bukan sok jual mahal, tapi sungguh aku masih deg-degan jika berdekatan dengannya.
Tapi karena cuaca mendung, dan alasan yang Kak Dean sampaikan sangat masuk akal, maka aku pun setuju diantarkan olehnya, setelah sebelumnya ku berikan alamat rumah Pamanku.
•••
Halaman Berikutnya, kembali terbaca oleh Raka, betapa panas hatinya membaca lembar demi lembar kisah dua remaja yang kasmaran.
Karena itulah, walau sudah menikah dengan Adhis selama bertahun-tahun, tapi Raka tetap menganggap Dean adalah rival abadi bagi dirinya.
Buku diary Adhis memang telah dimusnahkan, tapi rasa cemburu itu, tetap mengakar dengan kuat.
Raka akui ia mendua, tapi didalam hati ia tak bisa menampik rasa cintanya yang sempurna untuk Adhis. Cintanya untuk Adhis sungguh sempurna, karena itulah rasa cemburunya pun demikian mendominasi, ketika Dean sedikit memantik rasa yang semula diam dan yakin tak akan tergoyahkan.
Walau pada awalnya ia hanya mendua demi memiliki anak yang sangat diinginkan orang tuanya, tapi Raka mulai terlena, karena anak perempuannya sungguh membuat dirinya merasa sempurna sebagai seorang pria.
Selain itu, bukan hanya Adhis yang mampu memuaskan dirinya dalam hal apapun. Rupanya Anggita pun demikian, walau Raka nyata-nyata mengatakan tak akan memberikan cinta untuk ibu dari anaknya tersebut.
•••
“Lucu sekali, Mas yang berulah, Mas yang tidur bersama wanita murahan itu di kamar kita, tapi Mas melempar tuduhan seakan-akan aku adalah tersangka utama.”
“Adhiiis …!!” Raka memekik, dengan tangan terangkat.
Sepasang mata berbalut amarah itu, semakin bergolak kala seseorang menahan kepalan tangannya.
Dean akui, ia lancang mengikuti Adhis yang tengah berbicara berdua dengan Raka suaminya. Tapi perasaannya tak enak ketika sepanjang makan malam berlangsung, Raka terus menerus menatap penuh permusuhan terhadapnya.
Okelah Dean sadar bahwa ia salah, karena telah membersamai Adhis selama beberapa hari belakangan ini, maka itu dia berjanji pada Adhis, dan juga pada dirinya sendiri, bahwa kemarin adalah kali terakhir mereka bertemu.
Tapi siang tadi Mommy Bella memintanya datang, bahkan Darren dan Aya pun menerima undangan makan malam bersama di rumah Om Bima. Tentu tak enak jika ia menolak.
Adhis reflek menundukkan kepala, sementara kedua tangannya bersiap melindungi wajahnya. Pernah satu kali menerima tamparan dari ibu mertuanya, membuat Adhis trauma akan tamparan berikutnya yang mungkin datang kembali.
“Jangan ikut campur,” desis Raka.
“Tangan ini, kamu untuk menolong orang lain di meja operasi, lantas apakah pantas jika dirumah, tangan dingin ini, kamu pakai untuk menyakiti istrimu?”
“Hah, jadi sekarang kalian ingin terang-terangan menunjukkan padaku, bahwa kalian punya hubungan spesial di belakangku?” bukannya menyadari apa kesalahannya, Raka jugu semakin emosional, apalagi melihat Adhis yang pilih bersembunyi di balik punggung Dean.
“Aku sudah menganggap Adhis sebagai adikku sendiri, karena bagi Mommy, Adhis adalah anak perempuannya.” Lagi, jawaban Dean membuat Raka semakin panas.
“Kamu pikir aku percaya, huh?!”
“Aku tak butuh rasa percaya darimu, seorang pria yang tega berselingkuh di belakang istrinya.”
Bugh!
Sebuah tinju mendarat di pipi Dean, Dean mundur beberapa langkah ke belakang, ia memegangi pipinya yang kini sedikit nyeri.
Adhis reflek berteriak. “Mas!! Apa yang kamu lakukan?”
“Awas minggir!! biarkan aku menghajar pria selingkuhanmu ini.” Raka berusaha melepaskan pelukan Adhis yang menahan tubuhnya agar tidak menghajar Dean.
“Cukup, Mas!! Tidak ada yang berselingkuh di belakangmu, satu-satunya yang selingkuh adalah Mas Raka sendiri!!” Adhis kembali berteriak.
“Tapi kamu tahu kan, alasanku melakukannya!!”
Meleleh air mata Adhis, “iya aku tahu, aku yang tidak sempurna, karena itulah kamu tega mendua.” Dengan kasar Adhis menghapus air matanya, ia berlalu pergi, lelah menanggapi kecemburuan yang Raka ciptakan sendiri.
“Sayang, aku belum selesai bicara.” Raka meraih lengan Adhis, yang hendak berjalan memasuki rumah.
“Lepas Mas,” tolak Adhis, ia tak sudi lagi Raka menyentuh tubuhnya. “Jangan pernah menyentuhku lagi!”
“Tapi aku suamimu, aku berhak melakukannya … ”
“Kalau begitu lepaskan, kita sudahi sampai disini, dan kamu bisa melakukan apapun yang kamu inginkan, tanpa perlu memikirkan aku!!”
“Tidak, dulu sudah pernah kukatakan tidak, maka sekarang, atau kapanpun lagi itu tak akan pernah terjadi!!” Adhis membalas perkataan Raka dengan nada yang tak kalah keras, hilang sudah keanggunannya, hilang sudah kelembutan dan kesabarannya selama ini.
“Jahat! Kamu benar-benar jahat, Mas.”
“Aku memang jahat, tapi aku tulus mencintaimu, maka wajar jika aku marah karena melihatmu akrab dengan mantan kekasihmu.” Raka kembali mengungkapkan alasan yang sama, namun lagi-lagi bukan membuat Adhis tersentuh, justru semakin muak dengan kata-kata cinta tersebut.
“Aku tak tahu lagi, harus dengan cara apa menjelaskan kepadamu, Rasa cemburumu tak beralasan, Mas. Dan hubungan yang Mas sangkakan, hanya prasangka tanpa bukti.”
“Kalau ucapanku tanpa bukti, lalu ini apa?” Raka mengeluarkan puluhan lembar foto dari saku jasnya. Karena foto-foto itulah, rasa cemburu yang semula hanya muncul di permukaan, kini keluar semua hingga akar-akarnya pun ikut tercerabut.
Sementara kedua bola mata Adhis membulat sempurna, entah siapa pelakunya, tapi foto-foto dirinya dan Dean seolah menunjukkan adanya bukti perselingkuhan, padahal fakta yang terjadi tidak demikian.
“Apa ini? Jadi beberapa hari kemarin Mas tahu dimana aku? Tapi Mas bersikap seolah-olah tak tahu keberadaanku?” Kininganti Adhis yang menuding Raka, suasana panas, kini semakin memanas.
“Tak penting darimana foto itu berasal. Yang paling penting adalah, apakah semua yang kulihat di foto itu benar!?” sekali lagi Raka bertanya penuh penegasan, ia kepala keluarga, sekaligus pria yang teramat mencinta. Sisi egoismenya terluka, cintanya terlalu dalam, tapi ia mulai curiga sang wanita bermain di belakangnya.
“Aku pastikan kamu akan menyesal, Mas.” Hanya itu yang Adhis katakan, kemudian kembali melangkah, namun…
Dug!
Karena tak memperhatikan jalan, ia justru menubruk tubuh Gala. “Mas Gala …” Adhis terisak seketika, ia lelah sendiri, ia tak bersalah, tapi kini Raka menjadikannya tersangka.
“Bukti? Prasangka? Hubungan apa dan siapa yang kalian maksudkan?” Tanpa diduga, Gala muncul, sama halnya dengan Dean, Gala pun menyadari tatapan Raka yang tidak biasa.
Raka segera mengambil alih foto-foto di tangan Adhis, “ini tidak benar, Mas, Mas Raka yang diam-diam menikah kembali, bahkan memiliki seorang anak, bersama istri mudanya, tapi dia yang melemparkan tuduhan perselingkuhan padaku.” Adhis menumpahkan tangisnya di pelukan Gala.
Gala memeluk erat adiknya, ia tak perlu bukti perkataan adiknya, bahkan foto-foto di tangannya tak serta merta membuat Gala percaya tuduhan Raka pada adik satu-satunya.
Gala melepas pelukannya, ia menyembunyikan Adhis di balik punggungnya. Dan…
Bugh!
“Breng^sek kamu, Raka!” Gala menghantam pipi sahabatnya.
“Jangan ikut campur, aku hanya ingin menyelesaikan masalahku dengan adikmu?” Raka membela diri.
Bugh!
Sebuah tinjuan kembali mampir ke pipi Raka. “Dan aku, tak perlu mendengarkan alasan tuduhanmu pada adikku.”
Gala mencengkram kerah kemeja Raka, “Bukankah dulu sudah kutanyakan padamu, bagaimana perasaanmu pada adikku?”
“Ya, dan perasaan itu masih sama seperti dulu.” Raka menjawab dengan susah payah.
“BOHONG!! Jika perasaanmu masih sama kenapa kamu menunjukkan foto-foto hina ini, apa begitu rendah penilaianmu pada istrimu sendiri?”
Gala kembali mengarahkan tinjunya, “mungkin bagimu remeh, tapi sebelum kalian menikah aku sudah pernah berpesan padamu bukan? Adhis pernah terluka, tapi aku berani pastikan perasan cintanya tulus terhadapmu. Apa kamu lupa itu?”
“Aku ingat, karena itulah aku bertanya.”
“Kalau begitu, kamu pasti ingat bahwa kami gak pernah meminta mahar berlebihan dari keluargamu, karena kami hanya ingin kamu mencintainya saja, tidak lebih dan tidak kurang!!” Gala kembali berteriak, ia sungguh tak terima jika adiknya di tuduh selingkuh.
“Mas, jangan berteriak, bagaimana jika Ayah dengar?” Adhis berusaha memisahkan Gala dari suaminya.
Biar saja ayah dengar, kita akhiri saja sekalian hubungan kalian!!”
“Ada apa ini?”
Tiba-tiba Ayah Bima datang, bahkan semua yang sedang bersitegang tak tahu, darimana datangnya Ayah Bima.
•••
Mohon maaf kesiangan, banyak sekali iklan pas nulis 🤧🤧🤧