Karya ini hanya imajinasi Author, Jangan dibaca kalau tidak suka. Silahkan Like kalau suka. Karena perbedaan itu selalu ada 🤭❤️
Perjodohan tiba-tiba antara Dimas dan Andini membuat mereka bermusuhan. Dimas, yang dikenal dosen galak seantero kampus membuat Andini pusing memikirkan masa depannya yang harus memiliki status pernikahan.
Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Star123, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Acara akad nikah hanya mengundang beberapa dosen senior dan relasi dari kedua belah pihak serta para tetangga.
"Waa, mahasiswi yang sering kena hukuman Pak Dimas malah jadi jodoh Pak Dimas ya" celetuk salah satu dosen.
"Iya ini, siapa yang tahu jodoh ya Pak Dim. Kami hanya bisa mendoakan semoga Pernikahan Pak Dimas dan Dini menjadi pernikahan yang Sakinah, Mawaddah dan Warahmah" ucap Dosen lain.
"Aamiin"
Setelah salaman, para dosen pamit undur diri dan diganti tamu yang lain. Dini mulai pegal berdiri dari tadi.
"Kalau capek, duduk aja. Biar saya yang melayani para tamu undangan" kata Dimas tanpa menoleh ke Dini.
"Emang bapak ga capek?"
"Capek lah tapi ini acara sekali seumur hidup. Jadi harus dinikmati"
"Ha? Maksud bapak apa?"Emang bapak ga pengen nikah lagi setelah kita pisah?"
Dimas diam saja tanpa membalas ucapan Dini. Bagi Dimas, dia hanya ingin mengucapkan Ijab Qabul hanya untuk satu perempuan saja. Dulu mungkin orang itu Citra, perempuan yang berhasil mencuri hatinya tapi ternyata takdir berkata lain.
"Pak?" Dini menarik ujung baju Dimas.
"Tidak usah bahas sekarang, masih banyak tamu" elak Dimas mengalihkan pertanyaan Dimas. Dini pun diam tidak bertanya lagi.
***
"Din, bawa Dimas istirahat ke kamar kamu" perintah Mama Sekar disela-sela masih ada tamu.
"Kok ke kamar aku ma?" tanya Dini dengan bodoh dan membuat mama Sekar gemas sehingga Dini dapat pukulan ditangannya.
"Astaga, Mama" Dini mengelus tangannya.
"Belum sehari kamu sudah lemot ya, Din. Dimas itu suami kamu jadi ya harus ke kamar kamu"
"Maafkan tingkah Dini ya, Mas" lanjut Mama berbicara pada Dimas.
"Iya, Ma. Mungkin Dini butuh waktu mencerna ini semua" jawab Dimas
"Mencerna? Dikira makanan apa ya" ucap Dini, kesal.
"Dini ih gemas mama sama kamu" sekarang Dini malah dapat cubitan dipinggangnya.
"Astagfriullah, Ya Allah Mama. Kejam banget sama anak sendiri"
"Dahlah Mama tinggal. Bawa Dimas ke kamar kamu" perintah Mama sekali lagi sebelum pergi mengobrol dengan tamu.
"Ayo, Pak" ajak Dini ketus seperi ketua ke bawahannya.
"Ayo" Dimas memegang tangan Dini tiba-tiba membuat Dini kaget dan menoleh.
"Pak, apa-apaan ini?" tanya Dini sambil mengangkat tangannya.
"Apa kamu mau ditengah-tengah kita jalan terus kamu jatuh karena tersandung. Lihat pakaian kamu dan jalan kamu. Nanti yang dapat jeleknya siapa? Sayakan karena tidak memegang tangan istri. Jangan kepedean kamu, saya hanya menjaga nama baik saya" jelas Dimas. Penjelasan Dimas yang panjang malah membuat Dini sakit hati. Jadi, dia menjaga nama baik dia.
Sepanjang perjalanan menuju kamar, Dimas memegang tangan Dini. Sebenarnya, jika boleh jujur hati mereka sama-sama deg-degan tapi gengsi membuat mereka enggan mengatakannya.
"Sudah tidak ada orang, Pak. Bapak sudah bisa lepasin tangan saya" ucap Dini. Dimas mengecek keadaan dan benar saja. Dimas langsung melepas tangan Dini dengan cepat.
"Biasa aja, Pak ngelepasnya ga sah kasar begitu. Saya juga tidak mau kok dipegang bapak" Dini yang sudah kepancing emosi mengatakan apa adanya.
"Ini kamar saya" Dini membuka pintu kamar dan disambutlah kamar bernuansa biru didalamnya. Dimas mengikuti langkah Dini yang sudah duluan masuk ke kamar. Baru kali ini, Dimas masuk ke kamar wanita yang tidak ada hubungan darah dengan dia.
"Disana kamar mandinya, silahkan bapak taruh pakaian bapak disini" tunjuk Dini ke sebuah lemari dimana ada tempat yang sudah kosong disamping pakaian Dini.
"Heem" jawab Dimas.
"Semoga kuat ngadepin dinginnya ini dosen" gumam Dini sambil mengelus dada.