Riska tak pernah menyangka hidupnya yang sederhana akan terbalik begitu saja setelah pertemuannya dengan Aldo Pratama, CEO muda yang tampan dan penuh ambisi. Sebuah malam yang tak terduga mengubah takdirnya—ia hamil di luar nikah dari pria yang hampir tak dikenalnya. Dalam sekejap, Riska terjebak dalam lingkaran kehidupan Aldo yang penuh kemewahan, ketenaran, dan rahasia gelap.
Namun, Aldo bukanlah pria biasa. Di balik pesonanya, ada dendam yang membara terhadap keluarga dan masa lalu yang membuat hatinya dingin. Baginya, Riska adalah bagian dari rencana besar untuk membalas luka lama. Ia menawarkan pernikahan, tetapi bukan untuk cinta—melainkan untuk balas dendam. Riska terpaksa menerima, demi masa depan anaknya.
Dalam perjalanan mereka, Riska mulai menyadari bahwa hidup bersama Aldo adalah perang tanpa akhir antara cinta dan kebencian. Ia harus menghadapi manipulasi, kesalahpahaman, dan keputusan-keputusan sulit yang menguji kekuatannya sebagai seorang ibu dan wanita. Namun, di bal
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjar Sidik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3: Di Balik Pintu Rahasia
Riska mulai merasa ada yang salah dalam hidupnya bersama Aldo. Meski telah tinggal di rumah mewah ini selama beberapa minggu, perasaan was-was tak pernah hilang. Ada keanehan yang selalu menyergap saat malam tiba, seakan ia berada dalam perangkap yang tak terlihat.
Pada suatu malam, saat hujan deras mengguyur, Riska merasa langkah kaki bergema di lorong dekat kamarnya. Rasa takut kembali menguasai hatinya, namun ia menahan napas, mencoba mendengarkan lebih jelas. Suara itu berhenti tepat di depan pintu kamarnya, tapi tak ada ketukan. Riska berusaha berani dan membuka pintu, namun lorong itu kosong. Tidak ada siapa pun.
Ketika ia hendak kembali ke dalam kamar, ia melihat sekilas, ada pintu kecil di ujung lorong yang sebelumnya tak pernah ia perhatikan. Rasa penasaran membuncah. Ia merasa ada rahasia yang tersembunyi di dalam rumah ini, dan mungkin jawabannya ada di balik pintu itu.
---
Keesokan harinya, Riska mencoba mencari kesempatan berbicara dengan Aldo. Di meja makan saat sarapan, ia memberanikan diri untuk membuka percakapan.
“Aldo, aku... merasa ada sesuatu yang aneh di rumah ini,” katanya dengan hati-hati.
Aldo hanya melirik sekilas tanpa mengalihkan perhatiannya dari ponsel di tangannya. “Apa maksudmu, Riska?”
“Beberapa malam ini aku mendengar suara langkah kaki di lorong. Dan... ada sebuah pintu kecil di ujung lorong. Aku ingin tahu, ada apa di sana?”
Aldo mengangkat alisnya, seakan terkejut dengan pertanyaan Riska. Ia kemudian tersenyum dingin, menaruh ponselnya, dan menatap Riska tajam. “Pintu itu bukan urusanmu, Riska. Jangan coba-coba mencampuri hal-hal yang bukan bagian dari hidupmu.”
Riska mengernyit, merasa terluka dengan jawaban yang begitu dingin. “Aku hanya ingin tahu, Aldo. Aku tinggal di sini sekarang, dan aku berhak tahu.”
Aldo mendekatkan wajahnya ke arah Riska, menatapnya tajam. “Hakmu? Ingat, Riska, kamu menikah denganku untuk satu alasan: reputasi. Jangan pernah berpikir untuk mencari tahu lebih dari itu. Dan berhenti bertanya soal pintu itu. Aku memperingatkanmu.”
Riska merasakan ketegangan yang semakin pekat di antara mereka. Namun, di dalam hatinya, rasa penasaran justru semakin membesar. Aldo tidak hanya dingin; ia juga penuh rahasia, dan Riska merasa ada sesuatu yang disembunyikan pria itu darinya.
---
Malam itu
Riska tak bisa tidur. Pikirannya terus berputar pada pintu kecil itu dan peringatan Aldo yang menakutkan. Tetapi rasa ingin tahunya semakin kuat, seakan memanggilnya untuk menemukan apa yang tersembunyi di balik pintu itu. Dalam keheningan malam, ia akhirnya memutuskan untuk mencari tahu.
Ia melangkah perlahan ke lorong, memastikan tidak ada suara yang bisa terdengar. Saat sampai di depan pintu kecil itu, tangannya gemetar ketika menyentuh gagang pintu. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum membuka pintu tersebut, dan... terdengar suara berderit kecil.
Di balik pintu itu ada tangga yang mengarah ke bawah. Sebuah ruangan tersembunyi di bawah rumah ini? Rasa penasaran dan takut bercampur menjadi satu. Dengan hati-hati, ia menuruni tangga, langkah demi langkah. Setiap langkah terasa berat, tapi Riska terus melangkah, merasa ada sesuatu yang harus ia ketahui.
Saat mencapai dasar tangga, ia menemukan sebuah ruangan dengan pintu besi besar. Tanpa sadar, ia mendekat dan memutar kenop pintu itu, dan pintu tersebut terbuka perlahan.
Di dalam ruangan, ia melihat foto-foto dan dokumen berserakan. Foto-foto itu adalah foto dirinya, di berbagai tempat dan waktu. Ada yang diambil saat ia berada di kampus, di kafe, bahkan saat ia tidak menyadari sedang diawasi. Riska merasakan bulu kuduknya meremang. Siapa yang mengambil foto-foto ini? Dan mengapa Aldo menyimpan semuanya di sini?
Tiba-tiba, ia mendengar suara langkah kaki di tangga. Jantungnya berdetak kencang. Dengan cepat, ia bersembunyi di balik rak besar di pojok ruangan, berharap Aldo tidak akan menemukannya.
Aldo masuk ke dalam ruangan, melihat sekeliling dengan tatapan tajam. Ia sepertinya menyadari ada yang tidak beres. Riska menahan napas, mencoba mengendalikan rasa takutnya. Saat Aldo berbalik untuk keluar, ia berkata lirih pada dirinya sendiri, “Riska, kamu tidak akan pernah tahu siapa aku sebenarnya.”
Riska terkejut mendengar kata-kata itu. Seperti apa sebenarnya sisi gelap Aldo yang disembunyikan selama ini?
---
Ketika Riska berpikir Aldo telah keluar dari ruangan, tiba-tiba tangan Aldo menyentuh bahunya dari belakang, membuat Riska terkejut. Ia berbalik dengan wajah pucat, bertemu dengan tatapan dingin Aldo yang seolah menembus batinnya. Aldo menatapnya dengan tatapan tajam, lalu berkata dengan suara dingin, “Aku sudah bilang, jangan pernah menyentuh hal-hal yang bukan urusanmu.”
Riska menelan ludah, merasa seluruh tubuhnya menggigil dalam ketakutan.
Ruangan itu terasa membeku, sementara Riska berusaha menahan rasa takut yang menyelimuti dirinya. Aldo menatapnya tanpa ekspresi, namun matanya mencerminkan kemarahan yang terpendam. Seakan pria itu mengerti bahwa Riska mulai mencurigai sesuatu yang lebih dalam.
Aldo melangkah mendekat, membuat Riska mundur selangkah. “Sudah kubilang, jangan pernah masuk ke ruangan ini, Riska.”
“Aku… aku hanya ingin tahu,” jawab Riska terbata, berusaha mencari keberanian dalam dirinya. “Mengapa ada begitu banyak foto dan informasi tentang aku di sini? Apa yang sebenarnya kau sembunyikan?”
Aldo tersenyum dingin, sebuah senyum yang tak memberikan kehangatan, melainkan sebaliknya—sebuah ancaman. “Kau tidak perlu tahu. Hidup kita sudah diatur, Riska. Kau di sini hanya untuk satu alasan: menjaga reputasiku.”
Riska berusaha menahan air matanya. “Lalu… apakah semua yang terjadi antara kita hanya… sebuah kebohongan?”
Mendengar pertanyaannya, tatapan Aldo melunak sejenak. Ada keraguan dalam matanya, namun seketika kembali mengeras. “Ya, dan kau seharusnya sudah tahu itu.”
Riska terdiam, hatinya terasa remuk. Apa artinya semua momen yang mereka lalui jika ternyata hanya tipuan? Bagaimana bisa pria yang pernah ia anggap penuh perhatian ternyata menyimpan begitu banyak kebohongan? Rasa sakit itu semakin dalam, namun di balik rasa sakit, kemarahan mulai tumbuh dalam dirinya.
---
Beberapa Hari Kemudian
Riska mulai menjaga jarak dari Aldo. Ia mengamati setiap gerak-gerik pria itu, mencari tanda-tanda yang bisa membantunya mengerti siapa sebenarnya suaminya. Di dalam hatinya, Riska berjanji akan mengungkap semua kebenaran.
Sore itu, Riska berusaha mencari bukti di ruang kerja Aldo ketika ia mendengar suara langkah kaki mendekat. Dengan cepat, ia merapikan semuanya dan pura-pura membaca buku di sofa.
Aldo masuk dengan ekspresi serius. “Kau mencari sesuatu di ruanganku, Riska?”
“Aku hanya… hanya ingin menanyakan sesuatu,” jawab Riska dengan suara pelan, mencoba mengalihkan perhatiannya.
Aldo mendekat dan duduk di sofa di hadapannya. “Apa yang ingin kau tanyakan?”
Riska berusaha menahan emosi, tetapi akhirnya mengeluarkan pertanyaan yang selama ini terpendam dalam hatinya. “Mengapa kau melakukan semua ini padaku, Aldo? Mengapa harus menikahiku jika hanya untuk sebuah sandiwara?”
Aldo menatapnya sejenak sebelum menjawab dengan suara yang penuh perhitungan. “Karena kau hanyalah salah satu bagian dari rencana besarku, Riska. Keluargamu memiliki sesuatu yang kuinginkan, dan kau adalah jalannya.”
Riska merasa hatinya seperti diremas. “Apa kau benar-benar tidak pernah peduli padaku? Apa semuanya hanya permainan?”
Aldo menghela napas. “Riska, jangan mencoba mencari perasaan di antara kita. Ini semua tentang bisnis, bukan cinta.”
---
Pertengkaran yang Tak Terhindarkan
Malam itu, pertengkaran hebat pecah di antara mereka. Emosi yang selama ini Riska tahan akhirnya meledak.
“Kau begitu kejam, Aldo! Aku tak menyangka, pria yang kupercaya sepenuh hati ternyata berencana menghancurkanku!” teriak Riska dengan mata berair, tak mampu lagi menahan kepedihan.
“Jangan bertingkah seakan kau tak tahu, Riska,” Aldo menjawab dengan nada tajam. “Dari awal, ini sudah jelas. Kau hanya pion dalam permainan besar yang kulakukan.”
“Aku bukan pion, Aldo!” teriak Riska, menunjukkan ketegaran yang baru muncul. “Jika kau ingin menggunakan aku, kau salah besar. Aku tidak akan tinggal diam.”
Aldo tersenyum dingin. “Kau tidak akan bisa keluar dari permainan ini, Riska. Sekali kau masuk, kau terjebak selamanya.”
Riska menggelengkan kepala, tekadnya semakin kuat. “Kau salah, Aldo. Aku akan mencari cara untuk lepas darimu. Aku akan menemukan kebenaran dan menghancurkanmu dengan rahasia yang kau sembunyikan.”
Aldo menatap Riska dengan amarah yang menyala di matanya. “Kau tak akan pernah menang melawanku, Riska. Aku memiliki segalanya—kekuasaan, uang, pengaruh. Apa yang kau punya?”
---
Riska terdiam, tetapi ada tekad baru dalam dirinya. Tanpa mengatakan sepatah kata lagi, ia berbalik dan meninggalkan Aldo dengan tatapan penuh kebencian. Di dalam hatinya, ia berjanji akan melakukan segala cara untuk membongkar kebenaran yang tersembunyi, meskipun harus menghadapi risiko besar.
Malam itu, Riska memutuskan untuk mengambil langkah yang lebih berani. Ia membuka ponsel dan menghubungi seseorang dari masa lalunya, seseorang yang ia tahu dapat membantunya menghadapi Aldo. Riska hanya mengucapkan satu kalimat sebelum menutup telepon.
“Aku membutuhkan bantuanmu. Aku akan menghancurkan pria yang telah membohongiku.”
Di balik pintu, tanpa Riska sadari, Aldo mendengar percakapan tersebut dan menyadari bahwa perang sebenarnya baru saja dimulai.