Karena pengkhianatan suami dan adik tirinya, Lyara harus mati dengan menyedihkan di medan pertempuran melawan pasukan musuh. Akan tetapi, takdir tidak menerima kematiannya.
Di dunia modern, seorang gadis bernama Lyra tengah mengalami perundungan di sebuah ruang olahraga hingga harus menghembuskan napas terakhirnya.
Jeritan hatinya yang dipenuhi bara dendam, mengundang jiwa Lyara untuk menggantikannya. Lyra yang sudah disemayamkan dan hendak dikebumikan, terbangun dan mengejutkan semua orang.
Penglihatannya berputar, semua ingatan Lyra merangsek masuk memenuhi kepala Lyara. Ia kembali pingsan, dan bangkit sebagai manusia baru dengan jiwa baru yang lebih tangguh.
Namun, sayang, kondisi tubuh Lyra tak dapat mengembangkan bakat Lyara yang seorang jenderal perang. Pelan ia ketahui bahwa tubuh itu telah diracuni.
Bagaimana cara Lyara memperkuat tubuh Lyra yang lemah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisy hilyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
"Luka Tuan Muda sangat dalam, dan oleh karena tangan kanan yang terluka Tuan Muda tidak dapat melakukan aktivitas seperti biasanya dalam beberapa hari ke depan. Mungkin akan sangat merepotkan Anda, Nyonya. Mohon bantuannya untuk Tuan Muda," ucap dokter yang menangani luka Xavier.
Lyra melirik balutan kain kasa yang cukup tebal di tangan lelaki itu. Masih tanpa ekspresi, mengasihani saja tidak. Apalagi bersimpati. Sepertinya hati Lyra dan perasaannya telah mati.
Tidak! Bukan mati, tapi dia adalah Lyara seorang jenderal perang dari zaman kuno yang mati di tangan saudara dan suaminya.
"Bagaimana, Nyonya? Apa Anda tidak keberatan?" Suara dokter kembali terdengar memastikan kesanggupan Lyra.
"Dia punya asisten, mengapa harus aku?" ujar Lyra menuding Tian kemudian menuding dirinya sendiri.
Sssh!
Xavier berdesis lirih, memegangi tangan yang sebenarnya tidak terasa sakit sama sekali. Hal itu dia lakukan hanya untuk menarik simpati Lyra agar berbelas kasih kepadanya. Namun, gadis itu tak acuh dan tak meliriknya sama sekali.
"Ah, Nyonya. Maafkan saya. Hal ini harus dilakukan oleh seseorang yang memiliki kelembutan. Anda adalah seorang perempuan, sudah pasti memiliki itu. Sedangkan Tian, dia seorang laki-laki yang selalu bersikap kasar," sambar dokter dengan cepat.
Tian membelalak tidak terima. Hati laki-laki berjubah putih itu merasa takut akan ancaman dari Xavier jika tidak dapat membujuk Lyra untuk membantunya kelak.
"Oh, bukankah Anda juga laki-laki? Anda bisa bersikap lembut kepada pasien, kenapa Tian tidak bisa? Lagi pula, dua hari ke depan aku akan pergi keluar untuk waktu yang lama," sahut Lyra masih tanpa ekspresi sama sekali.
Sang dokter dilanda panik, ia mengelap keringat yang bermunculan di dahi karena rasa gugup. Lyra menatap wajah itu, dia mengerti. Lalu, melirik Xavier yang bermuka masam. Kemudian, beralih pada Tian yang kebingungan. Situasi macam apa yang sedang dihadapi Lyra?
"Ah, Nyonya ...."
"Tapi baiklah, sebelum aku pergi aku sendiri yang akan merawatnya. Aku harus berterimakasih kepada penolongku, bukan?" ucap Lyra memotong ucapan dokter.
Akhirnya senyum kelegaan muncul di wajah dua orang itu. Mereka tidak lagi terlihat cemas, dan juga wajah masam Xavier. Berganti senyum yang tak biasa. Lyra menghela napas, dia tahu semua itu adalah akal-akalan Xavier saja.
Apa yang dia inginkan sebenarnya?
Lyra keluar dari ruang pemeriksaan hendak kembali ke mansion. Ah, tidak! Dia ingin menikmati keindahan lampu-lampu yang berkelip di sepanjang jalan raya itu.
"Eh, Nyonya!"
"Lyra!"
Xavier dan Tian bergegas mengejar, tak ingin tertinggal. Mereka melihat Lyra yang berdiri di bawah taburan lampu jalan yang benderang. Xavier tertegun, menatap sosok Lyra yang berbeda. Ia meneguk saliva ketika melihat gadis itu menari berputar di bawah terpaan lampu jalan.
Senyum yang diukir bibir tipis itu mengembang sempurna, tiada beban terlihat. Aura dingin dan kaku melebur, Lyra menjelma menjadi sosok gadis kecil yang ceria. Gadis kecil yang tidak dibebani oleh derita perasaan. Itulah dia, sosok yang selalu ingin Xavier lihat sejak malam itu. Lyra yang berbeda.
"Tuan!" tegur Tian membuyarkan lamunan Xavier.
"Ada apa dengannya, Tian? Mengapa dia sebahagia itu berdiri di bawah lampu jalan?" tanya Xavier yang sebenarnya ia tanyakan pada hatinya sendiri.
"Anda tahu, Tuan. Sejak menikah dengan Anda, Nona Lyra tidak pernah meninggalkan mansion. Dia selalu menghabiskan waktu di dalam kamar. Entah apa yang dia lakukan hanya pelayannya yang tahu," jawab Tian mematri tatapan pada sosok gadis belia di tepi jalan itu.
Hati Xavier serasa tercubit, dia mengeja diri berapa banyak kebaikan yang sudah dia berikan kepada gadis itu? Bayangan kehidupan Lyra bersamanya pun menjelma menghujam jantungnya. Betapa dia ingat setiap kali menerima undangan pesta, dia tak pernah mengindahkan rengekan Lyra yang ingin ikut bersamanya.
Sosok polos yang dipoles make-up tebal dan mengenakan gaun malam yang terbuka juga mencolok ikut hadir memenuhi isi kepalanya. Seharusnya sebagai suami dia merubah penampilan istrinya agar sedap dipandang. Bukan malah merasa jijik yang akhirnya mengajak Myra pergi.
Maafkan aku, Lyra. Kau sudah menderita banyak sekali selama ini.
Hati Xavier bergumam perih. Air ikut menggenang di pelupuk matanya. Entah mengapa melihat Lyra bahagia seperti itu, dia ingin menangis.
Tiba-tiba sebuah mobil melaju dengan cepat ke arah Lyra.
"Argh!"
"Lyra!"
kyknya mmg keluarga Lyara adalah leluhur keluarga Eleanor.. 🤔🤔
sampe nangis bacanya😂