Di tahun 2145, dunia yang pernah subur berubah menjadi neraka yang tandus. Bumi telah menyerah pada keserakahan manusia, hancur oleh perang nuklir, perubahan iklim yang tak terkendali, dan bencana alam yang merajalela. Langit dipenuhi asap pekat, daratan terbelah oleh gempa, dan peradaban runtuh dalam kekacauan.
Di tengah kehancuran ini, seorang ilmuwan bernama Dr. Elara Wu berjuang untuk menyelamatkan sisa-sisa umat manusia. Dia menemukan petunjuk tentang sebuah koloni rahasia di planet lain, yang dibangun oleh kelompok elite sebelum kehancuran. Namun, akses ke koloni tersebut membutuhkan kunci berupa perangkat kuno yang tersembunyi di jantung kota yang sekarang menjadi reruntuhan.
Elara bergabung dengan Orion, seorang mantan tentara yang kehilangan keluarganya dalam perang terakhir. Bersama, mereka harus melawan kelompok anarkis yang memanfaatkan kekacauan, menghadapi cuaca ekstrem, dan menemukan kembali harapan di dunia yang hampir tanpa masa depan.
Apakah Elara dan Orion mampu m
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15: Sisa Harapan
Ledakan mengguncang tanah, menggema hingga ke setiap sudut kompleks Eden. Elara berlari sekuat tenaga melewati koridor yang runtuh, debu dan pecahan beton berjatuhan di sekitarnya. Dia hampir tidak bisa bernapas, tetapi dia tidak bisa berhenti. Waktu terus berjalan, dan setiap detik terasa seperti dorongan maut yang semakin mendekatinya.
Tapi di tengah gemuruh kehancuran itu, suara Orion yang memohon agar dia pergi terus menghantui pikirannya. Dia meninggalkan sahabat, mitra, dan seseorang yang telah berdiri di sisinya selama perjalanan yang penuh bahaya ini. Rasa bersalah menusuk hatinya seperti belati, tetapi dia tahu bahwa ini adalah satu-satunya pilihan. Jika dia berhenti, semua pengorbanan akan sia-sia.
Ketika dia akhirnya keluar dari kompleks yang kini mulai hancur, langit malam di luar tampak seperti neraka. Api membakar reruntuhan, dan suara sirene berbunyi di kejauhan. Namun, tidak ada waktu untuk merasa lega. Ardan dan tim Mata yang Terpejam menunggu di titik pertemuan, tetapi jaraknya masih cukup jauh, dan Elara tahu Eden tidak akan membiarkannya pergi begitu saja.
---
Di belakangnya, drone-dron keamanan Eden meluncur keluar dari reruntuhan, lampu-lampu merah mereka menyala seperti mata setan yang haus darah. Suara mesin mereka mengaum, memecah keheningan malam.
"Target terdeteksi," suara mekanis salah satu drone terdengar. "Eliminasi prioritas."
Elara menggigit bibirnya dan mulai berlari lebih cepat, meskipun kakinya terasa berat dan tubuhnya hampir kehabisan energi. Tangannya meraih pistol kecil di ikat pinggangnya. Dengan gerakan cepat, dia menembakkan beberapa peluru ke arah drone-drone itu, menghancurkan satu atau dua di antaranya.
Namun, jumlah mereka terlalu banyak. Setiap kali dia berhasil menjatuhkan satu, dua lainnya muncul menggantikannya. Tidak ada tempat untuk bersembunyi di jalanan terbuka ini, dan dia hanya bisa berharap bahwa dia cukup cepat untuk mencapai timnya sebelum dia tertangkap.
Di depannya, jalan mulai tertutup oleh reruntuhan, memaksanya untuk masuk ke sebuah gang sempit. Gang itu gelap dan penuh dengan puing-puing, tetapi Elara tidak punya pilihan lain. Dia menyelinap di antara celah-celah dinding yang runtuh, mencoba menghindari deteksi.
Drone-drone itu terbang rendah, lampu mereka menyapu gang seperti senter yang mencari mangsa. Elara menahan napas, tubuhnya melekat ke dinding dingin, berharap mereka tidak akan menemukannya.
Namun, salah satu drone berhenti tepat di depannya. Cahaya merahnya menyinari wajahnya, dan suara mekanisnya bergema. "Target dikunci."
"Persetan," gumam Elara sebelum melompat ke depan dan menembak drone itu tepat di intinya. Ledakan kecil terjadi, tetapi suara itu menarik perhatian drone-drone lainnya.
Gang itu berubah menjadi medan pertempuran kecil. Elara berguling, melompat, dan berlari sambil terus menembak, mencoba menghindari serangan dari drone-drone yang mengejarnya. Tapi amunisinya semakin menipis, dan dia tahu dia tidak bisa bertahan lebih lama.
---
Ketika dia hampir mencapai ujung gang, sebuah bayangan besar tiba-tiba melompat turun dari atap dan menghancurkan salah satu drone dengan tangannya. Elara terkejut, tetapi tidak berhenti.
"Terus lari!" suara itu memerintah dengan nada tegas.
Elara menoleh sekilas dan melihat seorang pria bertopeng dengan tubuh besar, mengenakan armor yang tampak seperti improvisasi. Dia tidak mengenal pria itu, tetapi tampaknya dia berada di pihaknya. Pria itu menghancurkan drone-dron lain dengan senjata berbentuk gada listrik, memberikan Elara waktu untuk kabur.
"Kau siapa?" Elara berteriak sambil terus berlari.
"Bukan waktunya untuk perkenalan!" jawab pria itu. "Cari jalan keluar! Aku akan menahan mereka!"
Elara ragu sejenak, tetapi kemudian memutuskan untuk mengikuti perintahnya. Dia tidak punya waktu untuk bertanya-tanya tentang siapa pria itu atau apa niatnya. Yang penting sekarang adalah bertahan hidup.
Pria bertopeng itu memberikan perlawanan yang luar biasa, tetapi drone-drone Eden terus berdatangan. Elara akhirnya berhasil keluar dari gang dan menemukan dirinya di jalan yang lebih terbuka.
Di kejauhan, dia melihat cahaya lampu dari sebuah kendaraan. Harapan menyala dalam hatinya. Itu adalah Ardan dan timnya.
"Elara! Cepat ke sini!" suara Ardan terdengar dari dalam kendaraan.
Elara berlari secepat yang dia bisa, tubuhnya terasa seperti akan runtuh, tetapi dia tidak peduli. Ketika dia akhirnya mencapai kendaraan, salah satu anggota tim menariknya masuk, dan pintu langsung ditutup.
"Kita harus pergi sekarang!" teriak salah satu anggota tim.
Kendaraan melaju dengan kecepatan penuh, meninggalkan reruntuhan Eden di belakang. Namun, di dalam kendaraan, suasana tidak sepenuhnya lega. Elara duduk di kursi belakang, terengah-engah, matanya dipenuhi air mata.
"Orion..." bisiknya, hampir tidak terdengar.
Ardan menatapnya dengan penuh simpati, tetapi tidak mengatakan apa-apa. Semua orang tahu apa yang telah terjadi, tetapi tidak ada yang ingin membicarakannya.
---
Ketika mereka akhirnya mencapai bunker, Elara merasa tubuhnya benar-benar hancur. Tetapi rasa lelah itu tidak bisa mengalahkan rasa kehilangan dan kemarahan yang mendidih di dalam dirinya.
"Apa langkah kita selanjutnya?" dia bertanya dengan suara dingin kepada Ardan.
Ardan terdiam sejenak, kemudian menjawab, "Kita telah menghancurkan inti sistem Eden. Tetapi itu bukan akhir dari semuanya. Genesis mungkin telah dihentikan, tetapi Eden masih memiliki sumber daya yang cukup untuk melawan kita."
"Jadi, kita hanya menghancurkan sebagian kecil dari mereka?"
"Ya," jawab Ardan dengan jujur. "Tapi itu langkah besar. Tanpa inti sistem, mereka kehilangan kendali atas sebagian besar operasi mereka. Ini memberi kita waktu untuk mempersiapkan serangan berikutnya."
Elara mengepalkan tinjunya. "Aku tidak peduli berapa banyak waktu yang kita miliki. Aku ingin menghancurkan mereka sepenuhnya. Aku ingin membalas dendam atas semua yang telah mereka lakukan—kepada kita, kepada Orion, kepada dunia ini."
Ardan menatapnya dengan serius. "Kita akan melakukannya. Tapi kita harus pintar. Eden bukan hanya sebuah sistem. Mereka adalah akar dari dunia ini. Untuk mencabut mereka, kita harus menemukan sumber sejati kekuatan mereka."
"Dan di mana itu?"
Ardan menghela napas. "Itu adalah misteri yang belum bisa kita pecahkan. Tetapi aku yakin jawabannya ada di luar sana. Dan kita akan menemukannya."
Elara mengangguk, meskipun hatinya masih dipenuhi dengan amarah dan rasa kehilangan. Perjalanan mereka belum berakhir. Bahkan, ini baru saja dimulai. Dan dia bersumpah, tidak peduli apa yang terjadi, dia akan menghancurkan Eden sampai ke akarnya.