Entah apa yang di pikirkan oleh ayah dan sang ibu tiri hingga tiba-tiba menjodohkan Karin dengan pria yang tak memiliki apapun, apa mereka sengaja melakukan itu untuk menyingkirkannya?
Matteo Jordan, pria tak berguna yang di pungut oleh keluarga Suarez menyetujui menikah dengan wanita yang tak ia ketahui hanya demi sebuah balas budi.
Akankah cinta tumbuh di antara keduanya? Sementara Karin masih mencintai mantan kekasihnya, sedangkan Matteo pria sedingin es yang penuh misteri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qinan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab~22
"Oh ya kamu tadi mau bicara apa ?" Ulang Karin saat Matteo nampak fokus dengan pesan yang baru di terimanya, entah dari siapa tapi raut wajah pria itu yang tadinya dingin kini berangsur menghangat saat menatap layar ponselnya.
Matteo langsung mengangkat wajahnya menatap gadis itu. "Lupakan, oh ya kita batalkan saja ke rumah kakek karena aku ada pekerjaan penting." Terang pria itu seraya beranjak dari duduknya dan tentu saja itu membuat Karin langsung melotot tak percaya.
"Apa kamu bilang? Batal? Sejak tadi kamu selalu menyuruhku untuk cepat-cepat dan sekarang kamu tiba-tiba membatalkannya begitu saja ?" Protes gadis itu, jika tahu begini ia tidak akan terburu-buru.
Matteo terdiam seketika saat melihat kemarahan di wajah gadis itu. "Maaf, tapi aku benar-benar ada pekerjaan penting." Ucap pria itu.
"Bengkel ?" Karin memindai wajah pria itu untuk mencari kejujuran di matanya.
"Hm." Matteo langsung mengangguk.
"Baiklah, pergilah !!" Ucap gadis itu yang kini tiba-tiba tak lagi berselera makan, ingkar janji adalah hal yang sangat ia benci.
Matteo menatap gadis itu sejenak kemudian segera berlalu pergi meninggalkan istrinya itu yang masih duduk di meja makan dengan wajah kesalnya.
"Astaga, kenapa aku tiba-tiba marah-marah? Bukankah lebih baik jika tidak datang ke rumah kakek tua itu ?" Karin terkekeh sendiri apalagi saat mengingat wajah garang suaminya yang mendadak merasa bersalah, lagipula baguslah jika mereka batal melakukan kunjungan mengingat bagaimana keluarga Suarez sangat tidak ramah padanya terlebih nyonya Magdalena.
"Kalau di lihat-lihat dia manis juga ya." Gumamnya saat mengingat wajah bersalah sang suami.
"Ah tidak-tidak, dia pria menyebalkan dan sangat misterius. Moodnya selalu berubah setiap saat dan itu membuatku terkadang senang tapi juga takut." Imbuhnya lagi, lantas segera beranjak dari duduknya untuk merapikan bekas sarapan mereka.
Setelah memastikan rumahnya bersih Karin tiba-tiba memiliki rencana untuk membeli beberapa perabotan, di rumahnya tak ada lemari pendingin jadi bagaimana ia bisa menyimpan makanan nanti dan semalam ia juga merasa kegerahan karena tak ada pendingin ruangan di kamarnya.
"Baiklah, aku akan membeli semua yang aku butuhkan di rumah ini." Ucapnya bersemangat namun senyumnya perlahan menyurut ketika mengingat tabungannya tak begitu banyak, lalu ia akan mendapatkan uang darimana sementara sang suami belum juga memberikannya nafkah.
"Apa aku pulang saja, mama dan papa pasti banyak uang saat ini kan semalam banyak tamu yang datang ?"
"Atau ku jual saja perhiasan yang di berikan oleh tuan Suarez saat lamaran waktu itu ?" Imbuhnya lagi dengan bimbang.
Namun akhirnya gadis itu memutuskan untuk pulang saja, semoga sang ayah ada di rumah dan bisa membantu mengatasi masalahnya. Lagipula ia juga perlu mengambil mobilnya dan juga barang-barang milik mendiang ibunya.
Sesampainya di halaman rumahnya Karin nampak mendengar sebuah pertengkaran dari dalam hingga membuatnya langsung melangkah dengan cepat. Nampak sang ayah masuk ke dalam ruangan kerjanya dengan menutup pintunya sedikit keras, sementara ibu tirinya dan Risa masih duduk di ruang tamu dengan wajah kesal.
"Untuk apa kamu pulang ke sini lagi ?" Tiba-tiba Risa datang mendekatinya.
"Ini masih rumahku jika kalian lupa." Sahut Karin mengingatkan, karena rumah ini ada jauh sebelum ibu tirinya itu datang jadi tak ada yang bisa melarangnya untuk tinggal di sini meskipun ia telah menikah.
"Alasan, pasti rumah montir itu jelekkan makanya kamu tidak betah ?" Cibir Risa lagi yang senang sekali membully adik tirinya itu.
"Bukan urusanmu, lagipula ini juga rumahku." Balas Karin tak mau kalah.
"Oh sekarang mulai berani ya." Nyonya Kusuma yang tadinya duduk kini langsung beranjak dan mendatangi anak tirinya itu.
"Aku berani karena ini memang rumah mendiang ibuku." Jelas Karin yang langsung membuat ibu tirinya itu melayangkan tamparannya, namun sebelum berhasil mendarat di pipinya gadis itu sudah terlebih dulu mencekal tangan wanita itu dengan kuat.
Dahulu ia selalu pasrah jika di perlakukan seperti itu karena hanya rumahnya satu-satunya tempatnya pulang tapi kali ini ia sudah memiliki tempat lain untuk pulang, meskipun tak semewah rumahnya tapi paling tidak ia merasa di hargai di sana.
"Kurang ajar !!" Nyonya Kusuma langsung murka ketika tangannya di hempaskan begitu saja oleh anak tirinya tersebut.
"Awas kamu ya." Imbuhnya lagi namun Karin hanya menatapnya remeh lantas berlalu ke ruangan kerja sang ayah.
Mengetuk pintunya beberapa kali lantas segera masuk karena tak kunjung ada jawaban. "Pa." Sapanya kemudian saat melihat pria itu sedang termenung di kursi kerjanya.
"Boleh aku masuk ?" Ucap Karin lagi dan sontak membuat pak Kusuma nampak terkejut lantas meletakkan sesuatu yang sedari tadi di pegangnya ke dalam nakas, seperti sebuah bingkai kecil.
"Nak, kamu pulang ?" Ucapnya seraya beranjak dari duduknya menyambut kedatangan putrinya yang baru saja menjadi seorang istri itu.
Karin mengangguk kecil. "Papa baik-baik saja ?" Tanyanya ingin tahu karena tadi ia melihat mereka bertengkar.
"Sejak kapan kamu datang ?" Pak Kusuma nampak memindai wajah putrinya itu.
"Sejak mendengar ada keributan." Sahut gadis itu lirih.
Pak Kusuma nampak menghela napas panjangnya lantas berlalu menatap jendela kaca di hadapannya tersebut. "Apa Matteo memperlakukan mu dengan baik ?" Ucapnya kemudian.
"Hm." Karin mengangguk meskipun sang ayah tak melihatnya.
"Ngomong-ngomong apa ada masalah? Apa ada hubungannya dengan pernikahan ku semalam ?" Tanya gadis itu ingin tahu hingga membuat sang ayah langsung berbalik badan menatapnya.
"Tuan Suarez tidak ingkar janji kan, Pa ?" Imbuhnya lagi ketika melihat wajah murung pria paruh baya itu.
"Tidak, tuan Suarez orang yang selalu bisa di pegang perkataannya tapi...." Pria itu nampak menjeda ucapannya sejenak seakan apa yang akan di lontarkannya bukanlah hal baik.
"Tapi apa, Pa ?" Karin nampak tak sabar mendengarnya.
"Beliau menaruh tim audit kepercayaannya untuk bekerja di perusahaan kita dan tanpa batas waktu jadi meskipun papa sebagai owner tetap tak leluasa bergerak." Jelas sang ayah.
"Apa ada alasannya ?" Karin langsung mengernyitkan dahinya.
"Tuan Suarez bilang tidak ingin pengorbanan mu menguap sia-sia." Sahut pria itu.
"Itu bagus Pa, lagipula sejak Risa memegang keuangan perusahaan jadi bangkrutkan ?" Karin merasa tak keberatan mendengarnya.
"Tapi mama dan kakakmu tidak terima itu terjadi makanya tadi marah-marah sama papa." Pak Kusuma terlihat kecewa saat mengatakannya.
Karin langsung memegang kedua tangan sang ayah yang mungkin tak pernah ia lakukan selama ini. "Pa, sampai kapan papa akan menuruti mereka terus? Sampai perusahaan bangkrut lagi? Ingat Pa, kesempatan tidak akan datang kedua kali dan mungkin aku takkan bisa membantu papa lagi lain kali." Ucapnya meyakinkan.
Pak Kusuma nampak mengangguk ragu. "Terima kasih nak." Ucapnya lantas membawa gadis itu ke pelukannya sejenak.
"Ngomong-ngomong apa papa melihat mobilku ?" Tanya Karin kemudian, karena tadi ia tak melihat kendaraannya itu berada di parkiran dan bersamaan itu nyonya Kusuma juga Risa tiba-tiba masuk.