Halwa mencintai Cakar Buana, seorang duda sekaligus prajurit TNI_AD yang ditinggal mati oleh istrinya. Cakar sangat terpukul dan sedih saat kehilangan sang istri.
Halwa berusaha mengejar Cakar Buana, dengan menitip salam lewat ibu maupun adiknya. Cakar muak dengan sikap cari perhatian Halwa, yang dianggapnya mengejar-ngejar dirinya.
Cakar yang masih mencintai almarhumah sang istri yang sama-sama anggota TNI, tidak pernah menganggap Halwa, Halwa tetap dianggapnya perempuan caper dan terlalu percaya diri.
Dua tahun berlalu, rasanya Halwa menyerah. Dia lelah mengejar cinta dan hati sang suami yang dingin. Ketika Halwa tidak lagi memberi perhatian untuknya, Cakar merasa ada yang berbeda.
Apakah yang beda itu?
Yuk kepoin cerita ini hanya di Noveltoon/ Mangatoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3 Ditinggal Sendiri
Halwa menatap Cakar menantikan jawaban. Rambutnya yang basah, tak ayal mengakibatkan tetesan air dari kepalanya. Cakar yang merasa ketahuan akan pergi, sejenak terperangah lalu menatap Halwa yang berbalut bathrobe.
"Aku harus pergi. Kamu tunggulah di kamar ini dan jangan ke mana-mana," ucapnya memberi tahu.
"Tapi ke mana, Mas? Bukankah kita baru sampai dan ini adalah hari pengantin kita?" ujar Halwa menatap nanar lelaki yang baru saja berstatus suami.
"Kamu tidak perlu tahu ke mana aku pergi, dan jangan terlalu berharap. Aku sama sekali tidak mencintai kamu, aku terpaksa menerima perjodohan ini karena desakan kedua orang tua aku. Dan ingat, ya, kamu bukanlah tipeku. Apalagi perempuan caper seperti kamu, aku tidak pernah tertarik secantik apapun kamu," tegas Cakar sembari membuka pintu kamar hotel dan berlalu.
Halwa sedih dengan ucapan ketus Cakar. Dia berdiri mematung menatap kepergian Cakar yang entah ke mana? Tetesan air mata kini jatuh bersama tetesan air dari rambut Halwa.
Perasaan gelisah terus menyelimuti Halwa, terlebih saat Hp nya berdering. Sebuah panggilan telpon berdering nyaring. Tentu saja Halwa penasaran dari siapa panggilan itu. Halwa segera meraih Hp nya yang tergeletak di atas meja rias hotel itu.
"Mama Fajarani?" kagetnya seraya menatap nama yang tertera di layar Hp yang kini menyala dan berdering. Halwa bingung harus berbuat apa, mengangkat atau membiarkan saja. Ketakutan Halwa adalah, jika mama mertuanya menanyakan Cakar, maka dia harus jawab apa?
Panggilan itu berhenti, Halwa lega. Namun, beberapa menit kemudian Hp nya kembali berdering. Nama yang sama tertera di sana.
Dengan tangan yang sedikit bergetar, Halwa terpaksa mengangkat panggilan itu.
"Assalamualaikum, Ma."
"Waalaikumsalam, Halwa. Bagaimana, apakah kalian sudah sampai di hotel? Maaf mama terpaksa menghubungi kamu, sebab sejak tadi Hp nya suamimu tidak aktif. Mama jadi khawatir. Syukurlah jika kalian sudah sampai. Lalu Cakar sedang apa dan kenapa Hp nya tidak aktif?" cecar Bu Fajarani.
"Kami sudah sampai setengah jam yang lalu, Ma. Hp Mas Cakar sepertinya kehabisan batre dan sedang dicas. Mas Cakar sekarang sedang di kamar mandi, Ma," jawab Halwa terpaksa berbohong
"Baiklah kalau begitu, mama tutup telponnya."
"Iya, Ma.Terimakasih Mama sudah mengkhawatirkan kami." Halwa bermaksud menutup sambungan telpon itu, akan tetapi Bu Fajarani segera menyela.
"Halwa, sebentar. Mama ada yang ingin disampaikan," tahan Bu Fajarani.
"Iya, Ma."
"Kalau perlakuan Cakar belum baik sama kamu, mama minta kamu sabar, ya. Kamu janji harus bisa merebut hati Cakar. Mama yakin, dia pasti akan bisa mencintai kamu pada akhirnya," ujar Bu Fajarani lega di ujung telpon, karena sudah mengungkapkan isi hatinya kepada Halwa.
Seperti yang Bu Fajarani tahu, Cakar menerima perjodohan ini hanya terpaksa. Dan Cakar sempat berkata bahwa ia tidak akan pernah mencintai Halwa, untuk itu Bu Fajarani memilih berkata jujur pada Halwa.
Halwa tertegun tanpa merespon, di sini ia seakan dituntut untuk menerima perlakuan Cakar apapun itu. Sementara dihari pertama pernikahannya saja, sikap Cakar sudah menunjukkan kebencian. Apakah Halwa akan sanggup bertahan dengan sikap Cakar seperti itu?
Salahnya sendiri, ia memang menyukai Cakar, malah tempo bulan yang lalu, Halwa pernah berceletuk di depan teman-temannya bahwa ia menyukai Cakar yang saat itu sudah menduda beberapa bulan setelah ditinggalkan Seli.
Celetukan ini kemudian menyebar bagai jamur di musim hujan, teman-teman Halwa yang iseng yang kebetulan memiliki kekasih seorang anggota, menyampaikan celetukan Halwa pada pasangannya masing-masing dan ada juga yang menyampaikan langsung pada Cakar bahwa Halwa menyukai Cakar dan kirim salam pada Cakar.
Dari situ Cakar salah paham, dia menduga Halwa memang sengaja mengirim salam dan menyatakan suka padanya lewat teman-temannya, padahal Halwa sama sekali tidak pernah meminta teman-tamannya untuk menyampaikan salam pada Cakar. Jika pun dia pernah beramah-tamah dan memberikan senyuman pada Cakar, itu hanya sekedar adab dan keramahan yang ditunjukkan terhadap pria tampan bertubuh atletis itu, ketika kebetulan bertemu secara tidak sengaja.
Sementara rasa sukanya pada Cakar, tidak pernah sengaja dia umbar atau ditunjukan langsung. Namun, keramahan dan senyuman Halwa, justru disalah artikan Cakar, sebab Cakar sudah kemakan omongan teman-teman Halwa yang terlanjur menyampaikan bahwa Halwa menyukai dan selalu menitip salam untuknya.
Cakar tidak suka sikap Halwa yang dinilainya caper dan sok kecantikan, menurutnya Halwa tidak perlu menyampaikan salam buatnya segala seakan tidak punya harga diri sebagai perempuan.
Sedangkan teman-teman Halwa, selain iseng, mereka memang mendukung jika Halwa bisa duduk bersanding dengan Cakar yang dinilainya sedikit angkuh diantara kekasih-kekasih tentara mereka. Bahkan mereka punya cita-cita ingin menghadiri acara Persit bersama-sama kelak.
"Janji, ya. Kita kelak akan bertemu dalam rangka menghadiri rapat ibu-ibu Persit," celoteh Rani kala itu sembari terkekeh. Ia memang sudah tunangan dengan kekasih tentaranya, bahkan sebulan lagi dia menyusul ke pelaminan. Sedangkan teman Halwa satu lagi, Diva, akan menikah enam bulan lagi di awal tahun, dua bulan setelah kakaknya Diva menikah.
Halwa terkenang kembali dengan tiga sahabatnya, yang super iseng dan kadang menjahilinya dengan menjodoh-jodohkan ya dengan beberapa laki-laki, terakhir paling gencar menjodohkan dengan Cakar.
"Kalian memang sering bikin rusuh," batinnya sembari menyunggingkan senyum.
"Halwa, kamu tidak kenapa-kenapa, Nak?" tegur Bu Fajarani dari ujung telpon. Halwa tersentak, tersadar dari lamunannya.
"I~iya, Ma. Maaf, barusan Halwa sempat ambil air minum dulu, haus," gugupnya memberikan alasan bohong lagi.
"Baiklah. Kamu janji ya akan bersabar menghadapi Cakar," ucap Bu Fajarani mengulang permintaannya tadi.
"Iya, Ma. Insya Allah," jawab Halwa sembari menutup panggilan telpon setelah di sebrang sana menyudahi panggilan dengan mengucap salam.
Setelah mengakhiri panggilan dan meletakkan kembali Hp nya di meja rias, Halwa menuju lemari dan memilih pakaian tidur yang sudah disiapkan pihak hotel khusus untuk pasangan pengantin.
Malam semakin larut, jam di dinding sudah menunjukkan pukul 21.00 Wib. Mata Halwa sudah mulai mengantuk. Namun Cakar yang sejak tadi ditunggu, belum kunjung pulang. Perlahan Halwa membaringkan tubuhnya pelan di atas ranjang setelah ia singkirkan bunga mawar merah dan putih itu ke samping ranjang.
Karena ngantuk dan tubuh yang lelah sehabis berdiri dan menyalami tamu tadi, Halwa dengan cepat tertidur pulas tanpa ingat lagi dengan Cakar yang entah jam berapa akan pulang.
Deru nafas teratur tapi lelah itu, terdengar oleh Cakar, kala Cakar mulai memasuki kamar nomer 44 itu. Cakar masuk semakin dalam, dia menuju ranjang yang sudah terbujur tubuh Halwa yang terlelap. Ditatapnya lelap tubuh perempuan muda itu, jarak perbedaan usia dengannya lumayan jauh yaitu enam tahun.
Wajah cantik dan tubuh yang seksi karena baju tidurnya tersingkap secara tidak sengaja itu, masih ditatap dengan lekat oleh Cakar. Terbersit rasa sesal di dalam hatinya, karena telah membiarkan pengantinnya terkurung sendiri di kamar hotel yang dirancang sebagai kamar pengantin, sementara dirinya pergi menemui rekan seprofesinya yang saat ini sedang dekat dengannya.
"Maafkan aku Halwa, tapi tadi wanita itu benar-benar membutuhkan aku. Semoga saja kamu tidak mengatakan semua ini pada kedua orang tuaku," bisiknya berharap seraya bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.