Rania, seorang barista pecicilan dengan ambisi membuka kafe sendiri, bertemu dengan Bintang, seorang penulis sinis yang selalu nongkrong di kafenya untuk “mencari inspirasi.” Awalnya, mereka sering cekcok karena selera kopi yang beda tipis dengan perang dingin. Tapi, di balik candaan dan sarkasme, perlahan muncul benih-benih perasaan yang tak terduga. Dengan bumbu humor sehari-hari dan obrolan absurd, kisah mereka berkembang menjadi petualangan cinta yang manis dan kocak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zylan Rahrezi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Langkah Baru dan Kopi yang Menyatu
Bab 11: Langkah Baru dan Kopi yang Menyatu
Pagi itu, kafe terasa lebih hidup dari biasanya. Rania dan Bintang semakin dekat, dan meskipun keduanya sudah saling mengungkapkan perasaan mereka, ada sedikit kecanggungan yang masih tersisa di udara. Namun, mereka tahu bahwa hubungan mereka telah berkembang, dan yang penting sekarang adalah bagaimana melangkah bersama, seperti kopi yang tercipta dari langkah-langkah kecil dan penuh kesabaran.
“Eh, Rania,” Bintang memecah keheningan sambil menyeduh kopi. “Lo pernah berpikir nggak sih, kalau kafe ini bisa jadi lebih dari sekadar tempat ngopi?”
Rania mengangkat alis, penasaran. “Maksud lo gimana?”
Bintang tersenyum. “Kayak, kita bisa bikin ini jadi tempat orang bisa datang, bukan cuma buat minum kopi, tapi juga buat menemukan diri mereka sendiri. Semacam ruang untuk orang berbagi cerita, belajar, atau bahkan cari inspirasi.”
Rania terdiam sejenak, berpikir. “Itu ide yang menarik banget, Bintang. Gue suka banget sama konsep itu. Tapi kita butuh lebih dari sekadar kopi untuk mewujudkannya.”
“Bener. Kita butuh cerita. Kita bisa mulai dengan workshop atau event-event yang ngajak orang-orang untuk berbagi pengalaman hidup mereka, kayak yang udah kita mulai selama ini.”
“Gue setuju banget! Tapi… gimana kalau kita ajak orang-orang lokal buat ikut berkolaborasi?”
“Boleh banget. Gue rasa kita bisa bangun komunitas yang solid, bukan cuma buat kita, tapi buat semua orang yang ada di sekitar sini.”
Kedua mata Rania bersinar. “Gue yakin kafe ini bisa jadi tempat di mana orang bisa merasa lebih dari sekadar pelanggan. Kita bisa buat mereka merasa seperti bagian dari keluarga.”
Bintang tersenyum lebar. “Nah, itu yang gue mau dengar. Gimana kalau kita mulai dengan event pertama minggu depan?”
---
Minggu depan datang lebih cepat dari yang mereka kira. Rania dan Bintang mulai mempersiapkan segala sesuatunya dengan penuh semangat. Mereka mulai mempromosikan acara lewat media sosial, mengundang beberapa teman yang mereka kenal, dan menyebarkan informasi tentang workshop kopi serta sharing session mengenai perjalanan hidup yang bisa memberikan inspirasi.
Event pertama ini bertemakan “Kopi dan Cerita Hidup”, dan tujuan mereka sederhana: untuk mengajak orang berbagi kisah mereka sambil menikmati kopi terbaik yang mereka sajikan.
Ketika hari-H tiba, kafe sudah penuh dengan orang-orang yang datang dengan berbagai latar belakang. Ada yang datang sendirian, ada yang datang berkelompok, dan ada juga yang datang hanya untuk menikmati suasana yang berbeda. Rania dan Bintang menyambut setiap orang dengan senyum, memastikan mereka merasa nyaman.
Pada pukul tiga sore, acara dimulai. Rania memulai dengan memberikan pengantar tentang kafe dan menceritakan sedikit tentang perjalanan mereka berdua dalam membangun kafe ini. Bintang kemudian mengajak semua orang untuk mencicipi beberapa jenis kopi sambil berbagi cerita tentang kehidupan mereka.
Satu per satu orang mulai berdiri dan berbicara. Seorang wanita tua bercerita tentang bagaimana kopi mengingatkannya pada masa kecilnya, saat ia tinggal di pedesaan. Ada pula seorang pria muda yang bercerita tentang bagaimana kopi menjadi bagian dari rutinitas pagi hari setelah ia kehilangan pekerjaannya, dan bagaimana hal itu membantunya tetap bertahan di masa-masa sulit.
Rania dan Bintang mendengarkan dengan seksama, merasakan setiap kata yang diucapkan. Mereka tahu, acara ini bukan hanya tentang kopi, tetapi tentang bagaimana minuman sederhana itu bisa menyatukan orang-orang yang punya kisah hidup yang beragam.
“Rania,” Bintang berbisik saat acara berlanjut. “Gue nggak nyangka bisa kayak gini, ya. Banyak banget cerita yang nggak kita duga.”
“Iya, setiap orang punya perjalanan dan cara mereka untuk bertahan. Kopi kita cuma jadi penghubung aja.”
Setelah beberapa sesi berbagi cerita, Rania mengambil kesempatan untuk berbicara. “Makasih banyak buat semuanya yang udah datang dan berbagi cerita. Ini baru permulaan, dan kita berharap kafe ini bisa jadi rumah bagi banyak orang. Jangan ragu untuk datang lagi, karena setiap cangkir kopi yang kita buat nggak cuma tentang rasa, tapi tentang perasaan yang kita bagi.”
Suasana menjadi hangat, dan semua orang mulai berbincang dengan sesama pengunjung. Rania dan Bintang saling bertukar pandang, merasa bangga dengan apa yang telah mereka capai. Kafe yang tadinya hanya sekadar tempat untuk menikmati kopi kini mulai berkembang menjadi sebuah ruang komunitas yang penuh dengan kisah hidup dan inspirasi.
---
Malam itu, setelah kafe tutup, Rania dan Bintang duduk di meja bar seperti biasa. Hening sejenak, keduanya merasa ada banyak hal yang telah berubah, namun semuanya terasa begitu sempurna.
“Kita sudah mulai melangkah, ya,” kata Rania sambil memandangi cangkir kopi yang belum disentuh.
Bintang mengangguk. “Iya, kita udah mulai. Tapi, perjalanan kita masih panjang, kan?”
“Tentu. Tapi gue nggak takut lagi, karena gue tahu lo ada di sini.”
Bintang tersenyum. “Gue juga nggak takut, karena lo selalu ada buat gue.”
Keduanya saling menatap, merasakan kebersamaan yang lebih dalam dari sebelumnya. Mereka tahu, meskipun jalan masih panjang dan penuh tantangan, mereka akan melewatinya bersama, seperti secangkir kopi yang sempurna—terbuat dari berbagai rasa, tapi akhirnya menyatu dalam harmoni.
To be continued...