Sebuah pengkhianatan seorang suami, dan balas dendam seorang istri tersakiti. Perselingkuhan sang suami serta cinta yang belum selesai di masa lalu datang bersamaan dalam hidup Gladis.
Balas dendam adalah jalan Gladis ambil di bandingkan perceraian. Lantas, balas dendam seperti apa yang akan di lakukan oleh Gladis? Yuk di baca langsung.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gadisti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memendam rasa sakit
"Mas! Kamu sedang melihat apa sih? Kenapa kamu tegang begitu?" tanya Gladis saat dirinya sudah berdiri tepat di hadapan Evan, suaminya. Ingin mengetahui apa sebenarnya yang ada di dalam ponsel suaminya, sehingga membuat senjata suaminya itu nampak berdiri tegak seperti tiang listrik di jalanan.
Hati Gladis sangat gelisah, perasaannya kacau, dadanya terasa sesak, aliran darahnya berdesir hebat, saat ia membayangkan hal yang menjijikkan tengah di lihat oleh suaminya tersebut. Ekor matanya menatap lekat ponsel sang suami yang saat ini sudah tidak lagi menyala seperti tadi. Gladis merasa kecewa, karena belum sempat ia melihat apa yang ada di dalam ponsel suaminya, tetapi ponsel itu sudah mati. Lebih tepatnya di matikan oleh suaminya. Tidak ingin Gladis melihat photo Amelia yang hanya mengenakan kacamata serta kain segita yang menutupi bagian sensitifnya saja.
"Kok di matiin sih mas? Aku pengen lihat, apa yang ada di dalam ponsel kamu! Apakah kamu sedang melihat hal menjijikkan?" tanya Gladis nampak mengintimidasi suaminya yang sedari tadi bungkam dengan perasaan yang gelisah.
Evan nampak menghembuskan nafasnya kasar, ia juga berusaha untuk mengontrol dirinya, dan mencoba untuk tetap tenang, meskipun sejujurnya ia merasakan kegelisahan ketika melihat tatapan mata sang istri yang seolah-olah sedang menginterogasi dirinya.
"Emm mas tidak mematikan ponsel mas, sayang. Tapi, baterainya memang sudah habis." Kilah Evan dengan nada bicaranya yang lembut seperti biasanya. Ia juga memperlihatkan seulas senyuman manis di wajahnya, guna menutupi kegugupannya.
Gladis nampak mengernyitkan keningnya, ia tidak percaya dengan apa yang di ucapkan oleh Evan barusan. Matanya terus menatap dalam kedua bola suaminya, ingin memastikan apakah yang di ucapkan oleh Evan itu benar atau tidak.
"Mas cas dulu ponselnya, ya." Evan mengelus lembut puncak kepala Gladis, lalu mengecup keningnya lembut. Sejenak, ia menatap Gladis dengan lekat, lalu setelah itu ia pun pergi membawa kakinya.
"Mas... " Panggil Gladis membuat Evan langsung menghentikan langkah kakinya, lalu menoleh dan menatap Gladis dengan penuh tanda tanya.
"Kamu mau kemana?" tanya Gladis, lalu berjalan menghampiri suaminya.
"Bukankah mas sudah bilang, kalau mas ingin mengecas hape, mas. Kenapa kamu malah bertanya?" Nada bicara Evan masih lembut seperti sebelumnya. Di tatap nya wanita yang sudah lima tahun lebih hidup bersamanya itu dengan penuh kasih sayang. Sementara Gladis, ia nampak terdiam dengan tatapan mata yang masih tertuju pada pria tampan itu.
"Ada apa, sayang? Kenapa kamu menatap mas seperti itu?" tanya Evan masih dengan nada bicaranya yang lembut. Tangannya terulur, mengelus lembut wajah cantik sang istri. Senyumannya terus terukir menghiasi wajahnya yang tampan itu.
"Harusnya aku yang bertanya sama kamu, mas. Ada apa dengan kamu? Kenapa kamu mendadak pikun seperti ini?" Gladis berbalik nanya dengan nada bicaranya yang rendah. Ia pendam dulu rasa sakit yang masih ia rasakan, ketika ia mendapati sebuah kebohongan dari gerak gerik bola mata sang suami tadi.
"Mas, casan handphone kamu di sana! Kenapa kamu malah berjalan menuju pintu kamar? Apakah kamu.... " Ucapan Gladis terpotong di tengah-tengah saat suara sang suami terdengar di telinganya.
"Ah, maafkan mas, sayang. Mungkin karena mas kecapean, makannya mas jadi pelupa begini." Evan menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal, sesekali ia juga tersenyum kamu, sambil merutuki kebodohan dirinya sendiri dalam hati kecilnya.
"Sudahlah, aku mau lanjutkan masak dulu." Gladis tidak ingin menanggapi ucapan suaminya. Ia pun langsung berlalu pergi meninggalkan suaminya yang kini hanya dapat menghembuskan nafasnya lega. Berpikir, jika Gladis sudah tidak lagi mencurigai dirinya. Namun, sayangnya pikiran Evan salah, karena pada kenyataannya Gladis tetap mencurigai dirinya dan Gladis juga akan mencari tahu tentang hubungannya dengan Amelia.
Setelah kepergian Gladis, Evan pun langsung menyalakan kembali ponselnya. Ia segera membuka aplikasi whatsapp, lalu membuka pesan yang di kirimkan oleh Amelia tadi. Tanpa menunggu lama, Evan pun langsung menghapus pesan itu beserta photo Amelia yang menggoda.
Evan menghembuskan nafasnya, ia menatap pada bagian bawahnya yang sudah sedikit menunduk, tidak seperti tadi lagi. Evan tersenyum kecut, lalu setelah itu, ia pun berbalik dan berjalan menuju kamar mandi. Meskipun benda pusakanya sudah sedikit menunduk, namun Evan harus tetap mengelusnya agar benda pusaka itu bisa kembali tidur seperti semula. Andai saja ini tengah malam, sudah pasti dia akan mengajak Gladis untuk bercocok tanam.
***
"Papa, cudah puyang?" Sera yang baru saja bangun tidur, langsung berhambur memeluk tubuh papanya. Gadis kecil yang berusia tiga tahun itu, memang masih belum bisa mengucapkan hurup, R, L, dan S. Jadi, dia masih menggunakan hurup C sebagai pengganti hurup S. Sementara hurup R dan L, ia gantikan dengan hurup Y.
Evan pun membalas pelukan sang putri, sesekali dia akan mencium pipi putrinya penuh kasih sayang. Evan memang sangat menyayangi putrinya, apa pun yang di inginkan oleh putrinya, pasti akan Evan belikan. Walau kadang itu harganya yang cukup mahal, namun selagi Evan masih ada uang, itu tidak masalah sama sekali.
"Princess papa baru bangun, nyenyak banget ya bobonya, sayang." Ucap Evan sambil mengukir senyuman di wajahnya. Menatap putrinya dengan penuh cinta.
Sera mengangguk, gadis kecil itu pun langsung turun dari pangkuannya papanya, lalu duduk di samping sang papa. "Papa, Ceya ingin peygi jayan-jayan. Ingin beyi eckym mixcue yang banyak cekayi." Celoteh gadis kecil tiga tahun itu sambil tersenyum memperlihatkan deretan giginya yang putih bersih. Wajahnya yang tembem seperti bakpau, matanya yang sipit, hidungnya yang mancung, serta bibirnya yang kecil, membuat gadis kecil itu terlihat sangat menggemaskan. Di tambah lagi dengan mulutnya yang bawel, sudah pasti akan membuat orang gemas melihatnya, begitu pun juga dengan Evan.
"Baiklah, sayang. Papa akan ajak Sera jalan-jalan kalau papa libur kerja nanti. Papa akan belikan Sera ice cream mixue yang banyak sesuai dengan permintaan Sera, princessnya papa." Ucap Evan seraya mencubit gemas hidung mancung milik putri kecilnya. Tak lupa ia juga mendaratkan kecupan penuh kasih sayang di pipi bakpau Sera.
Pemandangan ini membuat siapa pun akan merasa sangat bahagia. Evan adalah sosok seorang ayah yang begitu menyayangi putrinya, juga sosok seorang suami yang sangat mencintai istrinya. Gladis yang berdiri tidak jauh dari tempat Evan dengan putrinya duduk pun tersenyum sendu. Mungkin, jika dia belum membaca pesan yang di kirimkan oleh Amelia tadi, Gladis akan merasa sangat bahagia seperti biasanya. Tetapi kali ini, perasaan bahagia itu menghilang di gantikan dengan perasaan kecewa juga rasa sakit pada hatinya.
"Mama... Yapey.... " Sera menyeru ketika ia melihat Gladis berjalan menghampirinya. Senyuman di wajah Gladis seketika mengembang sempurna, menatap putri kecilnya yang begitu di sayanginya.
"Cuci mukanya dulu ya, sayang. Nanti kita makan, ok." Ucap Gladis sembari mengusap puncak kepala Sera dengan lembut.
Gadis kecil itu nampak mengangguk, ia pun langsung turun dari pangkuan papanya, lalu menghampiri sang mama. "Mama macak apa? Ceya mau makan ayam goyeng, ya." Ungkap gadis kecil itu dengan antusias, membuat Gladis merasa gemas.
"Ya, sayang. Ayo kita cuci mukanya dulu." Gladis menjawab, seraya menuntun Sera menuju wastafel yang berada di dalam kamar mandi luar. Sementara Evan, nampak mengulas senyuman seraya menatap kepergian istri dan juga putri kecilnya tersebut.
makasih Thor🙏💪