Pernikahan tujuh tahun lamanya tak membuat Elara Aleshia mencintai suaminya, Arion Zefrano. Setelah ayah Elara meninggal, tiba-tiba ia meminta cerai pada suaminya itu.
"Ayah udah enggak ada, gak ada alasan lagi untuk kita tetap bersama. Karena dari awal, pernikahan ini hanya karena ayah. Lebih baik, kita berpisah Ar."
Arion mencoba untuk menenangkan Elara, mungkin wanita itu masih terpukul atas kepergian ayahnya. Namun, Elara tetap pada egonya.
"Baik, pergi lah jika itu membuatmu bahagia. Tapi, jangan bawa putraku."
Tanpa keraguan, Elara menganggukkan kepalanya. Ia beranjak pergi dari sana dengan menyeret kopernya. Kepergian Elara, membuat hati Arion terluka.
"Ternyata, aku hanya cinta sendirian. Jangan salahkan aku, jika putra kita membencimu." Lirihnya.
5 tahun kemudian, mereka kembali di pertemukan dengan keadaan yang tidak pernah keduanya pikirkan.
"Kenapa kamu memisahkanku dari putriku, Elara?" ~Arion.
"Aku benci Mama, Pa." ~
"Jangan cedih Mama, Dala peluk Mama."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hasil yang di harapkan
Seminggu sudah sejak Damara datang ke perusahaan, sejak saat itu pula Arion tak lagi datang ke perusahaan dimana Elara bekerja. Jadi, semua pekerjaan di handle oleh asisten Henri. Elara tidak tahu apa alasannya, dia hanya berpikir mungkin Arion sibuk di perusahaan utamanya.
"El, tidak makan siang?" Tanya Henri saat melihat istri dari bosnya itu masih fokus bekerja.
"Duluan saja, aku harus mengambil poin-poin penting dari rapat kemarin. Jika tidak selesai hari ini, pekerjaanmu akan semakin menumpuk." Jawab Elara tanpa melepas pandangannya dari laptopnya.
Henri mengangguk singkat, ia pun berniat untuk pergi makan siang. Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti saat mendengar notifikasi pesan lewat ponselnya. Penasaran, Henri meraih ponselnya dari dalam saku jasnya dan membawa pesan yang masuk.
"Ehm ... El, bos memintamu untuk makan siang. Jika tidak, akan di kenakan denda." Ujar Henri dengan keningnya yang mengerut dalam.
"Bentar lagi, aku sibuk. Tidak ada istilahnya di pecat karena tidak makan siang." Gerutu Elara yang merasa kesal dengan pria itu.
Henri m3ngg4ruk kepalanya yang tak gatal, ia tidak tahu mengapa bos nya tahu jika Elara tidak keluar untuk makan siang. Sejenak, ia mendongakkan kepalanya dam mencari letak cctv yang ada. Benar saja, ada sebuah cctv yang bentuknya lebih kecil di banding cctv lainnya. Henri yakin, jika bosnya sengaja memasangnya untuk memantau keberadaan Elara lewat ponselnya.
"El, menurut lah. Apa kamu tidak kasihan denganku? Aku lelah di teror seperti ini." Pinta Henri dengan tatapan memelas.
Elara memutar bola matanya malas, ia pun menghentikannya kegiatan dan berlalu pergi untuk makan siang. Melihat Elara yang menurutinya, Henri langsung menghela nafas lega. "Jika dia tidak makan siang, uang gajiku yang akan di potong. Astaga, kenapa aku harus menjadi asisten CEO seperti Tuan Arion." Gumam Henri dengan tatapan frustasi.
Setelah makan siang, Elara kembali melanjutkannya tugasnya. Namun, baru akan mengerjakan tugasnya. Tiba-tiba Damara datang dan berdiri di hadapannya dengan tatapan yang dingin. Melihat kedatangan Damara, Elara menghela nafas pelan.
"Tuan Arion sedang tidak ada di perusahaan ini," ujar Elara.
"Aku tidak ingin bertemu dengan Arion, tapi aku ingin bertemu dengan kamu!" Desis Damara dengan tatapan tajam.
"Saya?" Unjuk Elara pada dirinya sendiri.
"Ada hal yang harus kita bicarakan, kita ke kafe depan kantor." Pinta Damara.
Karena tak ada pilihan lain, Elara pun menurut. Ia mengikuti langkah Damara yang membawanya pergi ke kafe tepat berada di delan kantor. Sejenak, keduanya duduk saling berhadapan. Waiters pun membawakan mereka minuman yang sudah Damara pesan untuk menemani obrolan keduanya.
Elara tak membuka suaranya, sampai tiba-tiba Damara mengeluarkan cek dan menyodorkan pada istri dari putranya itu. "Mama minta tolong dengan sangat padamu, bujuk Arion untuk menceraikanmu. Sebagai seorang ibu, Mama hanya ingin yang terbaik untuk nya. Jujur El, saat itu Mama berusaha untuk menerimamu. Saat Mama sudah mulai menerima kamu sebagai istri Arion, kamu justru mengecewakan mama." Ujar Damara dengan suara yang lemah.
Elara tak menyangka jika Damara kembali menyebut dirinya sebagai Mama. Namun, dirinya heran dengan maksud Damara memberikannya cek dengan nominal yang sangat besar.
"Mama sakit hati melihat Arion di sakiti olehmu, cintanya sangat tulus. Tapi, kamu menyia-nyiakan cintanya. Untuk itu, biarkan dia bahagia. Jangan lagi siksa hatinya, sampai mana lagi kamu akan menyakitinya? Mama sudah menyiapkan calon yang baik untuk Arion dan ibu sambung untuk Ervan. Kamu tahu? Ervan dekat sekali dengan calon ibu sambungnya. Untuk itu, Mama mohon. Tolong bujuk Arion menceraikanmu. Dan ini cek senilai satu miliar untukmu."
D4d4 Elara terasa sesak, seolah ada yang men*sukkan pis.au tepat pada jantungnya. Elara semakin merasa bersalah, ia tak membantah apa yang Damara katakan. Karena, apa yang wanita paruh baya itu katakan benar adanya. Arion berhak bahagia, apalagi dengan wanita yang baik bahkan menerima putranya dengan sangat baik.
"Jika kamu berhasil membujuk Arion menceraikanmu, Mama akan menambahkan lagi sebesar yang kamu minta. Lima miliar, sepuluh? Mama akan berikan, asal kamu bisa berhasil membuat Arion menceraikanmu. Anggap saja, uang ini untuk mu melanjutkan kehidupanmu yang baru." Lanjut Damara.
Elara menggelengkan kepalanya, ia menyerahkan kembali cek itu di hadapan Damara dan meraih tangan wanita paruh baya itu dengan lembut. "Elara akan membujuk Arion untuk berpisah. Maafkan Elara yang tidak bisa jadi istri yang baik untuk putra Mama dan juga tidak bisa menjadi menantu idaman Mama. Benar kata Mama, Arion bisa mendapatkan wanita yang jauh lebih baik dari El. Maka dari itu, tanpa uang ini Elara akan berusaha untuk membuat Arion setuju untuk berpisah."
Entah mengapa, Damara merasa ada sesuatu yang janggal dalam hatinya. Ia kembali mengambil cek itu dan menatap Elara dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Sebelum perpisahan kita, apa boleh El peluk Mama untuk terakhir kalinya?" Pinta Elara dengan mata berkaca-kaca.
Dengan ragu, Damara menganggukkan kepalanya. Ia beranjak berdiri, begitu pun dengan Elara. Kedua wanita berbeda usia itu saling memeluk. Elara menghapus air matanya yang sempat luruh, dan kembali melepaskan pelukan mereka.
"Tolong jaga Ervan dengan baik, Elara gak bisa jadi ibu yang baik untuk nya. Kalau begitu, Elara pamit kembali ke kantor." Elara beranjak pergi, meninggalkan Damara yang terdiam di tempat. Ia bingung dnegan perasaannya sendiri saat ini.
"Kenapa aku malah sedih? Bagus dong, dia mau bercerai tanpa di bayar. Lagian, Dahlia lebih baik darinya. Seharusnya, aku senang dia mau meminta Arion setuju untuk berpisah kan?" Gumam Damara.
.
.
.
Arion menuruni tangga dengan cepat, tadinya dia berniat keluar karena ada urusan yang mendesak. Namun, dirinya di kejutkan dengan kehadiran Dahlia dan juga kedua orang tuanya. Damara yang melihat putranya segera memanggilnya untuk datang ke ruang tamu.
"Arion, Dahlia dan orang tuanya datang untuk makan malam bersama kita!" Seru Damara dengan senang. Kedatangan ayah Dahlia dan ibu sambung wanita itu membuat Damara bahagia tentunya
"Ma, aku ada urusan di luar. Aku harus menemui rekan kerjaku." Tolak Arion.
"Gimana sih kamu, orang cuman sebentar doang. Gak enak sama orang tua Dahlia loh!" Bisik Damara dengan kesal.
Arion memutarnya matanya malas, terpaksa ia mendekati orang tua Dahlia dan menyapanya. Lalu, pria itu mendudukkan dirinya tepat di sebelah sang papa.
"Kapan kamu siap berumah tangga lagi Arion? Putri kami, tampaknya sudah tidak sabar menjadi istrimu" Ujar seorang pria paruh baya seraya merangkul putrinya yang tersenyum malu-malu.
"Arion nih lagi sibuk-sibuknya Emir, maklum dia pegang dua perusahaan sekaligus. Belum lagi kadang dia juga turut bantu perusahaan papanya kan." Seru Damara dengan semangat.
"Kalau menurut Tuan Kyler bagaimana?" Ujar Tuan Emir seraya menatap ke arah suami Damara itu, Kyler Zefrano.
"Tergantung Arion, dia mau menikah lagi atau tidak. Saya tidak bisa memaksanya," ujar Kyler yang mana membuat Damara membulatkan matanya.
"Papa kok ngomongnya gitu sih?!" Desis Damara.
Arion tak memperdulikan kedua orang tuanya dan tamu yang ada, pria itu sibuk dengan ponselnya. Tak lama, ponselnya berdering. Ia segera beranjak berdiri dan berniat akan menjawab panggilan itu.
"Maaf semuanya, aku harus menjawab telepon sebentar." Pamit Arion dan segera menjauh dari sana. Setelah menjauh, Arion langsung menjawab telpon yang tak lain dari temannya, Dokter Ghio.
"Halo, bagaimana hasilnya? Aku tak bisa mengambil hasilnya malam ini, baca kan saja. Aku juga tak bisa menunggu sampai besok." Pinta Arion.
"Hasilnya positif, Dara adalah putri kandungmu."
Degh!
"Dara ... putri kandungku?" Gumam Arion seraya tangannya meremas ponselnya dengan kuat. Tatapan matanya terlihat tajam, air matanya menggenang di pelupuk matanya. Urat-urat lehernya terlihat men0nj0l, ia tak menyangka jika kecurigaan asistennya benar adanya.
"Elara, kenapa kamu merahasiakan ini dariku!" Desis Arion dengan suara yang tertahan.