Yasmina Salsabilla atau yang akrab dengan sapaan Billa ini mengalami ketertinggalan dari teman-temannya yang sudah lebih dulu lulus kuliah disebabkan keterbatasan ekonomi dan membuatnya mengambil kuliah sambil bekerja. Akhirnya Billa dibantu oleh pamannya yang merupakan adik kandung dari almarhum ayahnya.
Dikarenakan mempunyai hutang budi, sang paman pun berniat menjodohkan Billa dengan anak salah satu temannya. Dan tanpa sepengetahuan sang paman, ternyata Billa sudah lebih dulu dilamar oleh Aiman Al Faruq yang tak lain adalah dosen pembimbingnya. Bukan tanpa alasan dosen yang terkenal dingin bak es kutub itu ingin menikahi Billa. Namun karena ia tidak mau mempunyai hubungan dengan sepupunya yang ternyata menaruh hati padanya. Aiman pun memutuskan untuk menikahi Billa agar sepupunya tidak mengganggunya lagi.
Bagaimana kisahnya, apakah Billa menerima lamaran dosennya ataukah menerima perjodohan dari pamannya?
Cerita ini 100% fiksi. Skip bila tidak suka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Daisy Faya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Aruna
Saat ini Billa masih dengan outfit yang di sebut Aiman mirip Barongsai, duduk dengan canggung di depan Aiman di teras kostnya. Entah mimpi apa yang membuat Aiman malam-malam datang ke kost Billa dengan tujuan tidak jelas seperti ini. Dengan ekor matanya Billa melirik Aiman sekilas, kemudian memalingkan wajahnya untuk menatap ke arah jalan raya.
Billa mengutuk gaya pakaiannya yang membuat siapapun itu akan sakit mata melihatnya. Ia dan Aiman kini terlihat seperti bangsawan dan pasien Rumah Sakit Jiwa. Ya benar, Aiman bangsawannya dan dia Pasien RSJ nya.
“Ada perlu apa ya pak?” Tanya Billa canggung.
“Kan tadi saya sudah bilang, kalau saya mau jumpa kamu,” ucap Aiman dingin.
“Ya untuk apa pak?” Ketus Billa.
“Kenapa ketus sekali nada bicara kamu?” Protes Aiman.
“Bapak gak jelas sih alasannya.” Billa mencibir.
“Tidak jelas bagaimana? Kan saya sudah katakan kalau saya mau jumpa kamu karena saya rindu sama kamu.” Aiman melirik Billa yang tengah menghentak-hentakkan kakinya. Dan hal itu membuat Aiman tersenyum.
“Suka-suka bapak aja lah.” Pasrah Billa.
“Kamu sibuk atau tidak sekarang?” Tiba-tiba Aiman bertanya.
“ Palingan ya sibuk bernafas aja saya pak,” jawab Billa asal .
“ Mau jalan?” Tawar Aiman dan membuat mata Billa langsung berbinar, ia memang membutuhkan refreshing saat ini, untuk menyegarkan otaknya yang penuh dengan berbagai permasalahan beberapa hari ini.
“Kemana pak?” Tanya Billa semangat.
“Terserah kamu maunya kemana.” Ucap Aiman.
“Saya mau ke Mall pak, mau cuci mata, selama beberapa minggu ini mata saya sepet banget ngeliat kampus dan skripsi mulu,” curhat Billa.
“Ya sudah, ayo!” Ajak Aiman.
Billa menatap heran ke arah Aiman, kemudian melihat ke arah pakaiannya.
“Saya gak keberatan kalau kamu mau pergi dengan pakaian seperti itu.” Ucap Aiman mengulum senyumnya.
“Iya, biar nanti dikira bapak itu Dokter di RSJ dan saya pasiennya.” Ketus Billa, membuat Aiman tertawa pelan. Billa langsung membelalakkan matanya melihat pemandangan langka itu.
“Bapak bisa ketawa juga?” Tanya heran.
“Kamu pikir saya apa, robot?” Aiman bertanya dengan kesalnya.
“Saya kira bapak tembok, datar banget soalnya.” Ledek Billa.
“Cepat ganti baju kamu sana!” Perintah Aiman.
***
Suasana Mall di akhir pekan memang lebih ramai dari biasanya. Sesekali Aiman melirik Billa yang berjalan di sampingnya. Tinggi Billa hanya sebahu Aiman, membuat Aiman seperti sedang membawa keponakannya jalan-jalan.
Mata Billa melihat-lihat ke arah store-store yang memajang berbagai jenis pakaian dan sepatu-sepatu yang membuat Billa sangat ingin memiliki semua barang itu. Tapi hanya dengan melihat saja juga sudah membuat Billa senang. Otaknya yang beberapa minggu ini penuh dengan skripsi, konsul, revisi dan tingkah gila pamannya, hari ini menjadi sedikit lebih lega dengan berjalan-jalan seperti ini.
“Sudah ada jadwal yudisium?” Pertanyaan Aiman membuat Billa beralih menatap ke arahnya.
“ Tanggal 14 bulan depan pak,” jawab Billa dan Aiman hanya menanggapinya dengan anggukan.
“Bagaimana permasalahan dengan pamanmu?” Aiman kembali bertanya.
Billa ragu untuk menjawab jujur tentang permasalahan dengan pamannya.
“Sudah saya selesaikan pak, terima kasih atas bantuannya pak, saya gak nyangka kalo bapak baik banget orangnya.” Ucap Billa sambil melemparkan senyum manisnya ke arah Aiman.
Aiman membuang muka karena salah tingkah melihat senyuman Billa. Dengan susah payah ia menormalkan detak jantungnya.
“Asem banget dah ah, senyum gue gak dianggap, malah buang muka lagi.” Gerutu Billa dalam hati.
“Mau makan apa?” Aiman bertanya setelah berhasil menghilangkan rasa gugupnya.
“Bapak suka makanan Jepang gak?” Billa bertanya balik dan melihat ke arah Aiman dari samping dengan sedikit mendongak.
“Tidak terlalu suka, tapi masih bisa tertelan jika saya makan.” Jelas Aiman.
“Kalau gitu jangan deh pak, kita cari makanan lain aja,” ucap Billa cepat.
“Kamu kan mau makan itu, ya sudah ayo!” Ucap Aiman yang sudah berjalan lebih dulu ke arah sebuah restoran Jepang yang tidak berada jauh dari mereka. Billa mengikutinya dengan senang hati, karena memang dia sudah sangat lama tidak mencicipi makanan Jepang tersebut.
***
“Bagaimana tawaran saya, sudah kamu pikirkan?” Aiman bertanya di sela-sela makannya.
Dengan cepat Billa menatap ke arah Aiman yang juga tengah menatap ke arahnya.
“Bapak beneran serius ga sih?” Billa masih belum bisa menganggap ajakan menikah dari Aiman sebagai sebuah keseriusan. Karena tidak mungkin baginya seorang Aiman akan mau mengajak menikah seorang mahasiswa yang belum lulus-lulus seperti Billa.
“Sepertinya kamu masih menganggap saya bercanda kalau saya belum datang menemui orang tua kamu, baiklah saya tunggu kamu wisuda dulu, baru saya akan bertemu dengan orang tua kamu.” Ucap Aiman sambil menatap lekat ke arah Billa.
Billa hanya terdiam tanpa tahu harus menjawab apa. Tiba-tiba dia mengingat tentang Dewa yang juga mengutarakan niat yang sama padanya. Bagaimana Billa harus menanggapi dua laki-laki yang mengajaknya menikah itu.
“ Mas Aiman,” sebuah sapaan untuk Aiman membuat mereka menoleh ke arah sumber suara.
“Aruna,” ucap Aiman sedikit pelan.
Billa menatap ke arah Aiman, dan kembali menatap ke arah perempuan yang disebut Aruna oleh Aiman. Memorinya berputar mengingat dimana dia pernah melihat wanita ini. Dan pikirannya tertuju ke seorang wanita yang duduk bersama Aiman di Roast Rif Cafe tempo hari lalu. Tidak salah lagi, ini pasti sepupu Aiman itu.
“Duduk mbak,” Billa mempersilahkan kepada Aruna dan satu temannya untuk duduk.
Aruna menatap lembut ke arah Billa, dan melemparkan senyum manisnya.
“Terima kasih,” balasnya lembut.
Aruna dan temannya memilih duduk di kursi yang masih tersedia. Aiman menatap intens ke arah Aruna, dan hal itu tak lepas dari pandangan Billa. Ia melihat pandangan Aiman terlihat berbeda ketika menatap Aruna, dan Billa tidak tahu arti pandangannya.
“Siapa namanya mbak?” Aruna bertanya ramah ke arah Billa.
“Billa mbak, Salsabilla.” Ucap Billa membalas senyum Aruna.
"Saya Aruna, dan ini teman saya Natasya." Aruna berbicara dengan sangat ramah ke arah Billa.
Aiman masih memilih diam dan meneruskan makannya, begitupun dengan Aruna dan satu temannya. Sedangkan Billa tampak sedikit tidak tenang dengan suasana canggung seperti ini.
Aiman melihat ke arah Billa yang sudah menyelesaikan makannya, dan langsung mengajak Billa pergi.
“Maaf Aruna, kami duluan.” Ucap Aiman, menarik lengan Billa untuk mengikutinya, dan Aruna menyaksikan itu dengan pandangan sendunya.
“Ternyata menaruh harapan pada orang yang tidak pernah menginginkan kita itu sesakit ini ya.” Batin Aruna.
***