Pindah sekolah dua kali akibat dikeluarkan karena mengungkap kasus yang tersembunyi. Lima remaja dari kota terpaksa pindah dan tinggal di desa untuk mencari seseorang yang telah hilang belasan tahun.
Berawal dari rasa penasaran tentang adanya kabar duka, tetapi tak ada yang mengucapkan belasungkawa. Membuat lima remaja kota itu merasa ada yang tidak terungkap.
Akhir dari setiap pencarian yang mereka selesaikan selalu berujung dikeluarkan dari sekolah, hingga di sekolah lain pun mengalami hal serupa.
Lantas, siapakah para remaja tersebut? Apa saja yang akan mereka telusuri dalam sebuah jurnal Pencari Jejak Misteri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zennatyas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3. Melayat ke rumah duka
Sedangkan keadaan Reyza kini masih berlari begitu cepat memburu sesosok laki-laki seumurannya. Setelah melewati koperasi dan kantin utama, Reyza dibuat curiga hingga dirinya sampai ke sebuah bangunan kecil samping kantin kedua, atau kantin milik pedagang sederhana.
Lelaki itu berhenti di depan sebuah bangunan kecil yang ada pagar kecilnya, seperti tempat parkir namun juga mirip seperti kantin lama.
"Huft, di mana sosok itu? Terus ini apa, ya? Kayak tempat parkir tapi kayak kantin yang udah lama gak dipakai." gumam Reyza tak mengerti.
Matanya mengarah kemana-mana, lalu tatapannya berhenti pada sebuah kantin milik pedagang yang ia ketahui namanya Mang Ujang dan Bi Sari.
"Mas atau Mbak yang colek saya tadi, mohon keluar dari persembunyian dengan wujud yang maaf, jika aslinya menakutkan tolong memperlihatkan dengan wujud yang sedikit layak." ucap Reyza celingukan.
Seusai merasa tidak menemukan apapun, Reyza tiba-tiba mendapati sesosok laki-laki yang ia kejar tadi di sebuah bangunan kecil sedikit luas itu.
Reyza menyipitkan matanya untuk memperjelas penglihatannya. Saat mengusap-usap matanya berulang kali, Reyza melihat sosok laki-laki pucat itu tersenyum menyeringai.
Bulu kuduknya mendadak berdiri, ia meremang menahan rasa takut. Disaat melihat sesosok laki-laki tersebut, Reyza bahkan melihat pula kehadiran sosok perempuan seperti Ratu di samping laki-laki itu.
"Siapa kalian? Apa maksud mencolek saya? Apa ada hal yang ingin kalian sampaikan?" tanya Reyza mencoba mendekati.
Selama beberapa menit Reyza berkomunikasi dengan dua sosok penunggu parkiran para murid di zaman dulu, akhirnya lelaki itu mengerti apa yang terjadi selama ini.
"Jadi, si Olive yang iseng ke kakak aku, ya? Dia namanya Ratu, Liv. Kalo Opang yang masuk ke tubuh aku tadi? Berarti Olive juga yang masuk ke badan kakak aku kan? Ya, gak papa kok. Berkat kalian berdua juga kita jadi tahu siapa pelaku dan korbannya." ucap Reyza di dalam bangunan parkiran lama.
Disaat masih berhadapan dengan dua sosok pasangan pada zaman dulu — Bisma, Ninda, Intan dan Ratu bersama-sama berteriak memanggil nama Reyza. Membuat lelaki itu seketika menoleh dan berpamitan dengan Olive dan Opang.
"Iya, Kak! Rey ke atas sekarang!"
Lagi-lagi Opang dan Olive tersenyum dengan raut wajah mereka yang pucat serta berpakaian seragam Osis SMK penuh darah.
Ya, dua sosok tersebut memang memperlihatkan wujud aslinya pada Reyza. Bahkan adik dari Ratu itu pun berusaha menahan bau amis yang sangat menyengat.
"Kalo gitu, aku pamit dulu, ya. Udah ditungguin sama kakak dan teman-teman aku. Mungkin lain kali kita bisa mengobrol dan bercerita lagi ya, sekian terima kasih atas waktu serta informasinya. Assalamualaikum ..." Usai mengucapkan salam, Reyza langsung berjalan keluar lalu pergi ke lantai atas.
Senyuman Opang dan Olive pun tak hilang sebelum Reyza sampai di lantas atas.
Tak tak tak ...
"Adek ... Kamu ke mana sih?" tanya Ratu begitu khawatir sampai matanya berkaca-kaca.
Reyza yang pipinya dipegang oleh kakaknya seketika memeluk erat untuk menenangkan.
"Aku di sini, Kak. Gak papa, aku lari buat ngejar yang colek aku." jawab Reyza lembut.
Sesudah berpelukan, Reyza lebih dulu melepas pelukannya. Kemudian ia menatap jasad Sherin yang masih dijaga oleh Bisma.
"Gue tadi liat sekilas kayak ada beberapa orang nunggu di depan gerbang," Celetuk Reyza membuat semua temannya jadi menatapnya.
"Yaudah, ayo, buruan. Itu pasti keluarganya Sherin. Cepetan, kasian dia." sahut Ninda gugup sekaligus merasa tidak enak pada keluarga almarhumah.
Ratu menoleh ke belakang. "Iya, langsung bawa keluar sekolah sekarang. Soalnya Sherin udah gak sabar dari tadi di belakang aku, dia pengen cepet ketemu sama keluarganya." kata Ratu saat melihat jin yang menyerupai wujud Sherin.
Intan mengusap lengan tangannya merinding.
"Aduh, mana Ratu ngeliat orangnya lagi. Udah, buruan ayo," desak Intan karena sudah ketakutan.
••••
Tepat pukul 00.00 malam hari, Reyza dan Bisma berhasil membawa jasad Sherin keluar dari sekolahan. Mereka berlima akhirnya bertemu dengan para keluarga Sherin.
"Ini almarhumah Sherin, Bu, Pak, Om. Kita temukan beliau di dalam lemari ruang 5. Tepatnya di salah satu ruang laboratorium lama. Sebenarnya ruang itu masih kadang untuk praktik, namun tidak begitu sering." jelas Reyza dengan ucapan sopan dan lembut.
Seketika sang ibu dan ayahnya Sherin menangis histeris. "Ya Allah, Sherin ... Kenapa bisa seperti ini, Nak? Kenapa kamu terlalu cepat tinggalkan kami ... Ibu kira kamu hilang selama satu tahun, Sayang ... Tapi ternyata kamu sudah pergi selamanya," Ucapan sang Ibu dari Sherin sambil memeluk putri semata wayangnya.
Ratu dan Reyza merasa iba, sedangkan Bisma, Intan dan Ninda hanya mampu menunduk pasrah. Suasana larut malam yang begitu dingin, membuat keluarga almarhumah Sherin mengucapkan terima kasih dan berpamitan.
"Sekali lagi kami sekeluarga mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan kalian yang menemukan Sherin. Saya sebagai kepala keluarga bersyukur Sherin dapat ditemukan, meskipun dia sudah tiada begitu lama." tutur Pak Sanadi, ayahnya Sherin.
Kelima anak-anak itu mengangguk.
"Sama-sama, Pak. Karena sudah malam, mungkin kami akan ke rumah bapak besok pagi, kami akan melayat bersama." kata Reyza mewakili.
Pak Sanadi menatap istrinya yang bernama Bu Sarmi. Ada raut kurang senang pada keluarganya Sherin, Ratu dapat memastikan mereka tidak begitu setuju pada ucapan Reyza.
"Bapak dan Ibu tenang saja, kami ke rumah almarhumah hanya berlima. Jika memang kalian tidak ingin diketahui —" Belum selesai Ratu berbicara, Pak Sanadi terburu menjawab.
"Iya, Nak. Bukannya kami tidak ingin banyak orang yang mengirim doa untuk Sherin, tapi kami tidak mau membuat pihak sekolah merasa bersalah karena tidak menemukan jasad Sherin." jelas beliau sedih.
"Tidak apa-apa, Pak. Kami mengerti bagaimana perasaan bapak dan keluarga, mungkin pada saat nanti hari pertama berangkat setelah masa liburan selesai, kami akan mengajak seluruh orang di sekolah ini untuk mengirimkan doa agar Sherin dapat tenang di alam sana." Perkataan Reyza diangguki dan ditanggapi dengan senyuman ikhlas.
Satu malam yang melelahkan telah berlalu dalam beberapa jam. Reyza dan Ratu sudah diajak oleh Bisma, Ninda dan Intan di depan rumah mereka.
"Kakak bawa jaket juga ya? Takutnya masuk angin karena masih pagi buta kayak gini," kata Reyza yang sudah siap menggunakan pakaian lengan panjang berwarna putih dan memakai peci.
"Iya, Dek. Kamu juga loh bawa jaket, kita kan kesana pakai motor." jawab Ratu yang sudah siap dengan gamisnya dan hijab berwarna putih.
Sesampainya perjalanan menuju rumah Sherin yang tak jauh dari tempat sekolah mereka, akhirnya lima anak itu bertemu dan mengucapkan belasungkawa pada keluarga yang ditinggal.
"Assalamualaikum, Ibu, Bapak. Saya Reyza datang bersama kakak saya — Ratu, juga dengan tiga teman saya ingin ikut membantu untuk mengantarkan almarhumah ke peristirahatan terakhirnya," tutur Reyza bersalaman dengan Pak Sanadi dan Bu Sarmi.
"Waalaikumsalam, Nak Reyza. Maasya Allah, terima kasih atas kehadiran kalian semua, ya. Saya tidak menyangka kalian akan benar-benar datang ke rumah Sherin, setelah kita berpisah beberapa jam lalu. Pasti kalian masih ngantuk kan?" tanya Bu Sarmi merasa tidak enak.
Ratu menggeleng bersama tiga temannya setelah bersalaman dengan keluarga almarhumah. "Gak papa kok, Bu. Justru kami berterima kasih karena diizinkan untuk melayat kesini, tanpa diizinkan mungkin kami akan merasa bersalah karena tidak dapat mengantarkan kakak kelas kita ke peristirahatan terakhirnya." sahut Ratu tersenyum ramah.
"Kebetulan masih dimandikan, Mas Reyza. Barangkali mau ikut melaksanakan sholat jenazah?" tanya Pak Sanadi.
"Oh boleh, Pak. Sekalian nanti saya dan teman saya yang bernama Bisma juga ingin mengantarkan sampai ke pemakaman kalau diperbolehkan,"
"Tentu, boleh, Mas."