NovelToon NovelToon
PARA PENCARI

PARA PENCARI

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Spiritual / Reinkarnasi / Rumahhantu / Kumpulan Cerita Horror / Hantu
Popularitas:461
Nilai: 5
Nama Author: F3rdy 25

Malam itu, kabut tebal menyelimuti sebuah desa terpencil di lereng gunung.

Suara angin berdesir membawa hawa dingin yang menusuk tulang.

Di tengah sunyi, langkah empat orang terlihat menuju sebuah bangunan tua yang sudah lama ditinggalkan.

Nur, seorang editor sekaligus kameraman, mengangkat kameranya, siap menangkap setiap detik keangkeran yang tersembunyi di balik bayang-bayang.

Di sampingnya, Pujo, pria dengan kemampuan supranatural, merasakan getaran aneh sejak pertama kali mereka menjejakkan kaki di tempat itu.

"Ini bukan tempat biasa," gumamnya dengan nada serius.

Ustad Eddy, seorang religius dan spiritualis, melangkah mantap dengan tasbih di tangannya, siap mengusir kegelapan dengan doa-doanya.

Sementara Tri, yang dikenal sebagai mediator, berdiri di antara mereka, mempersiapkan dirinya untuk berhadapan dengan entitas dari dunia lain.

Mereka bukan sekadar pemburu tempat angker, tetapi penjelajah alam gaib yang menyuguhkan kisah-kisah misteri dan horor yang ada.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon F3rdy 25, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

MISI PENCARIAN

Hari sudah berganti, namun rasa tegang dari malam sebelumnya masih menyelimuti Nur, Pujo, Ustad Eddy, dan Tri. Mereka berkumpul di sebuah kafe kecil di pusat kota, menelaah rekaman yang mereka ambil di rumah tua itu. Nur membuka laptopnya, menampilkan video yang mereka rekam, sementara aroma kopi segar memenuhi ruangan.

“Kalau kita terus-menerus seperti ini, kita nggak bakal tahu apa yang sebenarnya terjadi,” Tri berkata sambil mengaduk kopinya. “Kita harus mencari cara untuk mengungkap misteri itu.”

Nur mengangguk. “Kita sudah melihat sesuatu yang tidak biasa di sana. Tadi malam, aku tidak hanya merekam hantu. Ada sesuatu yang lebih besar, lebih kuat. Sosok di cermin… aku merasa dia bukan hanya penjaga tempat itu.”

Pujo menatap layar, memfokuskan perhatian pada gambar yang muncul. “Aku setuju. Ada sesuatu yang menarik perhatian kita, dan kita harus menggali lebih dalam. Kita harus mengetahui sejarah tempat itu, siapa makhluk itu, dan apa tujuannya.”

“Sejarah?” Ustad Eddy mengalihkan pandangannya dari kopi. “Kita mungkin bisa mencari tahu lebih banyak tentang tempat itu di perpustakaan lokal atau arsip sejarah. Mungkin ada sesuatu yang bisa menjelaskan kehadiran makhluk tersebut.”

Tri menambah, “Kita juga bisa mencari orang-orang yang pernah tinggal di sana. Mungkin mereka punya pengalaman yang bisa membantu kita.”

Keputusan diambil. Mereka akan melakukan riset mendalam mengenai rumah tua itu dan sejarahnya. Kafe kecil tempat mereka berkumpul menjadi markas sementara bagi mereka. Nur membuka laptopnya, mencari informasi yang bisa berguna. Setiap klik dan ketikan seakan membawa mereka lebih dekat ke jawaban yang mereka cari.

Setelah beberapa jam menjelajahi internet dan mencari data, Nur menemukan sebuah artikel tua tentang desa dan rumah tersebut. Dia membaca dengan suara pelan, mencoba memecahkan kode misteri yang ada.

“Dulu, ada seorang dukun yang tinggal di sini,” kata Nur. “Dia dikenal sangat kuat dan sering membantu penduduk desa dengan pengobatan alternatif. Namun, ketika dukun itu meninggal, banyak penduduk mulai mengalami kejadian aneh dan mengerikan.”

Tri menatap Nur dengan rasa ingin tahu. “Kejadian aneh? Apa yang terjadi?”

“Konon, para penduduk melaporkan suara-suara aneh, bayangan hitam, dan bahkan ada yang melihat sosok dukun itu muncul di malam hari. Akhirnya, rumah itu ditinggalkan dan menjadi tempat angker yang ditakuti semua orang.”

Pujo mengernyit. “Sosok di dalam cermin bisa jadi adalah arwah dukun itu. Dia mungkin tidak ingin pergi dan masih terikat dengan tempat itu.”

Ustad Eddy mengangguk. “Kita perlu lebih banyak informasi. Kita juga harus mencari tahu ritual atau mantra yang bisa digunakan untuk membebaskan roh yang terjebak.”

Tri menambahkan, “Kita harus ke perpustakaan lokal dan mencari arsip yang lebih tua. Mungkin ada catatan tentang dukun itu dan tempat tinggalnya.”

Setelah mereka sepakat, mereka berpisah dan merencanakan untuk bertemu kembali di kafe setelah mendapatkan informasi lebih lanjut. Nur dan Pujo pergi ke perpustakaan, sementara Ustad Eddy dan Tri pergi ke desa untuk bertanya kepada penduduk.

Keesokan harinya, mereka kembali berkumpul di kafe dengan wajah ceria dan penuh semangat. Ustad Eddy dan Tri tiba lebih dulu.

“Ada yang menarik!” Ustad Eddy membuka percakapan. “Kami bertemu seorang wanita tua yang pernah tinggal di desa itu. Dia tahu banyak tentang dukun dan rumahnya.”

Nur dan Pujo mengalihkan perhatian mereka dengan cepat. “Apa yang dia katakan?” tanya Nur antusias.

“Dia bilang dukun itu memiliki kekuatan besar, dan seringkali membantu penduduk desa dengan ramuan dan mantra. Namun, setelah kematiannya, semua ritual dan pengobatan berhenti, dan desa mulai mengalami banyak kejadian aneh,” Ustad Eddy menjelaskan. “Yang lebih mengejutkan, dia bilang dukun itu meninggal dengan cara tragis. Dia dibunuh oleh sekelompok orang yang merasa terancam oleh kekuatannya.”

Tri menambahkan, “Wanita itu juga menyebutkan bahwa banyak penduduk desa merasa dukun itu masih melindungi mereka, meski secara tidak langsung. Namun, ketika rumahnya ditinggalkan, roh dukun itu mungkin merasa terperangkap.”

Pujo menatap mereka dengan serius. “Jika roh itu terjebak, mungkin dia tidak bisa bergerak maju. Kita perlu membantu agar dia bisa menemukan kedamaian.”

Mereka semua sepakat untuk kembali ke rumah tua itu, tetapi kali ini dengan persiapan yang lebih matang. Nur mempersiapkan kamera, sementara Pujo mengumpulkan beberapa jimat dari ritualnya. Ustad Eddy menyiapkan doa dan mantra yang akan dibacakan selama ritual. Tri, dengan kemampuannya sebagai mediator, akan berusaha berkomunikasi dengan roh dukun itu.

Malam kembali tiba, dan kabut tebal menyelimuti desa seperti selimut hitam. Dengan langkah mantap, mereka melangkah ke arah rumah tua yang kembali menunggu. Suasana tegang masih terasa, tetapi semangat untuk menyelesaikan misi mereka menguatkan hati.

Setibanya di depan rumah, Pujo berdiri di depan, merasakan getaran dari tanah. “Bersiaplah. Ini akan menjadi lebih sulit dari sebelumnya.”

Mereka semua mengangguk, dan Pujo membuka pintu. Seperti sebelumnya, suasana dalam rumah terasa lebih berat. Dengan hati-hati, mereka melangkah masuk, dan Nur segera menyalakan lampu senter, menerangi ruangan yang penuh dengan debu dan sarang laba-laba.

“Di mana kita harus mulai?” tanya Tri.

“Ke lantai dua lagi,” jawab Nur. “Kita harus kembali ke kamar yang ada cerminnya.”

Mereka berempat melangkah naik tangga, deritan kayu menambah suasana mencekam. Ketika sampai di lantai dua, mereka merasakan udara di dalam kamar semakin dingin. Pujo melangkah maju, menatap cermin dengan intens.

“Dukun itu ada di sini. Kita harus memanggilnya,” kata Pujo dengan tegas.

Ustad Eddy memulai dzikirnya, sementara Nur menyiapkan kamera untuk merekam setiap momen. Tri berdiri di antara mereka, menyiapkan diri untuk berkomunikasi.

“Roh yang terperangkap, kami datang untuk membantu,” Tri berbicara lantang, suaranya bergema dalam ruangan. “Kami tidak ingin mengganggu, hanya ingin berbicara.”

Suasana hening, dan beberapa detik berlalu. Tiba-tiba, cermin bergetar, dan bayangan samar mulai muncul. Suara lembut namun menakutkan keluar dari cermin, “Siapa yang mengganggu ketenanganku?”

Nur mengingatkan dirinya untuk tetap tenang, sambil terus merekam. “Kami adalah pencari kebenaran, datang untuk membebaskanmu.”

“Bebaskan?” suara itu merendah. “Siapa yang bisa membebaskan jiwa yang terperangkap? Hanya yang berani menghadapi kegelapan.”

Pujo mengangkat tongkatnya. “Kami berani. Kami ingin membantu. Apa yang kau inginkan agar kau bisa pergi?”

“Aku terperangkap oleh rasa sakit dan kemarahan. Mereka yang membunuhku tidak pernah membayar. Keadilan harus ditegakkan,” jawab suara itu, semakin jelas.

Ustad Eddy melanjutkan dzikirnya, memperkuat energi positif di sekitar mereka. “Kami akan membantumu, tetapi kau harus memberi kami petunjuk. Apa yang harus kami lakukan?”

“Cahaya yang memancarkan kebenaran harus dibawa kembali ke tempat ini. Hanya dengan itu, aku bisa menemukan kedamaian. Hanya dengan mengungkap siapa yang menghancurkanku.”

Tri merasa bergetar. “Kami tidak tahu siapa yang melakukannya. Tapi kami bisa mencari tahu. Mungkin kami bisa menemukan bukti dari sejarahmu.”

“Temukan catatan-catatan lama yang tersembunyi. Mereka adalah kunci untuk membebaskanku,” suara itu melanjutkan.

Mendengar hal itu, Nur mencatat dalam pikirannya. “Catatan-catatan lama… Mungkin ada di perpustakaan atau arsip desa. Kami akan mencarinya.”

“Cepat! Waktu semakin sedikit,” suara itu bergetar. “Hantu-hantu di tempat ini akan bangkit jika kalian tidak segera bertindak.”

Mereka merasa semangat, tetapi juga ketakutan. Ustad Eddy menarik napas dalam. “Kami akan melakukannya. Kami berjanji akan kembali dengan jawaban.”

Cermin bergetar lagi, dan sosok hitam itu mulai menghilang. “Bawalah cahaya. Hanya dengan cahaya, aku akan bebas.”

Mereka merasakan tekanan di udara, seolah-olah ruang itu menyusut. Nur mengarahkan kameranya ke cermin yang mulai kembali tenang. “Terima kasih, kami akan melakukan yang terbaik.”

Mereka segera meninggalkan kamar, turun tangga dengan cepat. Nur merasa bersemangat, tetapi Pujo sebaliknya. “Apa yang terjadi selanjutnya? Kita harus segera pergi ke perpustakaan untuk mencari catatan itu.”

Di luar, kabut tebal menyelimuti mereka, menciptakan suasana aneh. Tri berjalan di depan, melangkah cepat. “K

ita harus menemukan cahaya yang dimaksud. Apa pun itu.”

Nur mengangguk, semangat membara di dalam hatinya. “Kita akan mengungkap misteri ini, dan membantu roh yang terperangkap.”

Namun, dalam perjalanan kembali, kabut semakin tebal, mengaburkan pandangan mereka. Tiba-tiba, suara berdesir terdengar, dan Nur menghentikan langkahnya. “Dengar! Apa itu?”

Mereka semua terdiam, mendengarkan suara yang datang dari belakang. Suara itu terdengar seolah ada yang mengikuti mereka, berbisik dalam gelap. Tri memutar badannya, mencoba melihat ke dalam kegelapan. “Siapa di sana?”

Tapi tidak ada jawaban. Hanya hening dan kabut yang semakin menebal. Pujo merasa gelisah. “Kita harus cepat. Kita tidak sendirian.”

Mereka berlari lebih cepat, mencoba menjauh dari suara aneh itu. Nur terus merekam, meskipun ketakutan menyelimuti hatinya. Mereka tahu, mereka tidak hanya sedang berburu misteri, tetapi juga berhadapan dengan sesuatu yang jauh lebih besar dan lebih berbahaya daripada yang mereka bayangkan.

Dengan tekad dan keberanian, mereka melanjutkan perjalanan menuju perpustakaan, berusaha menemukan cahaya yang bisa membebaskan roh terperangkap itu. Di luar sana, dunia gaib menanti, dan mereka harus berjuang untuk menemukan kebenaran yang tersembunyi di balik kabut gelap yang menghalangi jalan mereka.

***

Malam semakin larut, dan di balik kabut tebal, mereka bersiap menghadapi tantangan yang lebih besar, yang akan menguji keberanian dan persahabatan mereka. Petualangan baru dimulai, dan mereka tahu, setiap langkah yang diambil bisa menjadi penentu nasib mereka di dunia yang penuh misteri ini.

1
Amelia
betul tuh.....
Yurika23
aku mampir ya thor....enak di baca...
☠️F3r57☠️: terimakasih
total 1 replies
Amelia
aku mampir Thor...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!