Kisah ini bermula ketika JAPRI (Jaka dan Supri) sedang mencari rumput untuk pakan ternak mereka di area hutan pinus. Sewaktu kedua bocah laki-laki itu sedang menyabit rumput, beberapa kali telinga Supri mendengar suara minta tolong, yang ternyata berasal dari arwah seorang perempuan yang jasadnya dikubur di hutan tersebut. Ketika jasad perempuan itu ditemukan, kondisinya sangat mengenaskan karena hampir seluruh tubuhnya hangus terbakar.
Siapakah perempuan itu? Apa yang terjadi padanya? dan siapakah pembunuhnya?
Ikuti kisahnya di sini...
Ingat ya, cerita ini hanya fiktif belaka, mohon bijak dalam berkomentar... 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zia Ni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 3 Kesurupan
Senin jam 4.30 pagi...
Supri menggeliat sebentar yang tak lama kemudian bocah bertubuh gemuk itu pun lalu duduk dan mengucek-ngucek matanya. Dengan segera dia beranjak dari kasurnya kemudian merapikan perkakas tidurnya.
Sambil menguap lebar sampai bersuara, anaknya Pak Bedjo melangkahkan kakinya menuju ke kamar mandi.
"Piye (gimana) Le, tadi malam kamu didatangi mbak berbaju biru gak?" tanya Bu Aminah yang saat itu sedang memasak di dapur dengan mengalihkan pandangannya pada anak tunggalnya.
"Mboten (tidak), Mak," jawab Supri singkat.
"Beneran?" wanita paruh baya tersebut bertanya sekali lagi hanya untuk memastikan kalau anaknya tidak berbohong
"Beneran Bu Aminaaah," lanjut si gembul sengaja menyebut nama emaknya.
"Kalau ada masalah apa-apa crita lo Le, jangan dipendem sendiri," tambah istrinya Pak Bedjo.
"Inggiiih... Wes Mak aku mau mandi dulu."
Supri pun melanjutkan langkahnya yang tak lama kemudian terdengar suara guyuran air di kamar mandi.
*
"Kaa, Jakaa!!" panggil Supri dari depan rumah Pak Rahmat sambil mulutnya mengunyah tempe goreng. Bocah gemuk itu memang membawa 5 potong tempe goreng dari rumah yang dibungkusnya dengan plastik.
Tak lama kemudian, keluarlah Jaka dengan berseragam merah putih lengkap dan mencangklong tas ransel di punggungnya.
Saat ini tampaklah Jaka dan Supri berangkat ke sekolah bareng dengan berjalan kaki.
"Kemarin malam kamu dilihati si mbak baju biru lagi gak, Pri?" tanya Jaka ingin tahu.
"Untungnya tidak, Jak. Aku malah bisa tidur pules," balas Supri apa adanya.
"Kira-kira penemuan jasad kemarin sudah masuk berita apa belum ya, Jak?" lanjut anaknya Pak Bedjo dengan masih mengunyah tempe goreng.
"Sudah mungkin. Wong sekarang jamannya jaman canggih. Berita lewat media sosial, google juga bisa cepet nyebar," jawab anaknya Pak Rahmat.
"Mudah-mudahan tidak ada wartawan yang nyari kita. Males aku kalau ditanya-tanya, difoto, apalagi sampek diviralkan," lanjut si gembul.
"Kemarin kan Bapakku sudah pesen ke polisinya supaya identitas kita jangan diungkap ke publik," ucap Jaka.
"Mau tempe goreng, Jak? Masih 2 potong ini lo," tawar Supri sambil menyodorkan plastik berisi tempe goreng.
"Gak wes, wong laukku tadi juga ada tempe gorengnya. Kamu itu kalau makan mbok ya diatur to Mbul. Besok ke depannya dipikir. Orang obesitas itu rawan penyakit," bukan sekali ini anaknya Pak Rahmat memperingatkan Supri.
"Sudah terlanjur, Jak," balas si gembul dengan entengnya.
"Iyo, terlanjur ketagihan banyak makan. Olahraga saja males-malesan apalagi kok disuruh diet. Jelas angel," tukas bocah bertubuh tinggi kurus itu apa adanya.
"Kan seminggu sekali aku juga ikut olahraga di sekolahan to, Jak," anaknya Pak Bedjo membela diri.
"Halah olahraga opo, wong gak niat gitu. Baru lari keliling lapangan sekali saja napasmu sudah senin kemis," sindir Jaka blak-blakan.
Tak terasa kedua bocah laki-laki itu sudah sampai di sekolahan. Seperti yang sudah diprediksi oleh Jaka dan Supri sebelumnya, teman-teman sekolahnya pasti ada yang tanya-tanya soal kejadian kemarin.
*
Setelah jam istirahat pertama, pelajarannya adalah matematika. Begitu Bu Ratna selesai menerangkan materi tentang bangun ruang, anak-anak disuruh mengerjakan latihan soal yang ada di buku paket.
Di saat suasana kelas hening karena semua murid kelas V sedang serius mengerjakan soal, tiba-tiba Sri, yang duduknya di baris kedua dari pintu kelas, terlihat menangis begitu menyayat hati sambil berkata 'sakit' beberapa kali. Tentu saja Lastri, teman sebangkunya Sri dan anak-anak yang lain menjadi kaget.
Karena awalnya dikira sakit, beberapa anak yang duduknya dekat Sri pun bertanya dan berusaha menenangkan. Tapi anehnya Sri tetap menangis dan merintih kesakitan. Tak cukup sampai di situ, murid perempuan yang bernama Dina ikut-ikutan seperti Sri.
Sadar kalau ada muridnya yang kesurupan, Bu Ratna cepat tanggap. Pertama, beliau memerintahkan murid-muridnya untuk keluar kelas dengan tenang, tentu saja kecuali Sri dan Dina. Tak lama kemudian, wali kelas V itu pun segera meminta bantuan ibu kepala sekolah dan beberapa guru termasuk guru agama untuk menangani Sri dan Dina.
Setengah jam an kemudian, setelah Sri dan Dina didoakan oleh Pak Mahmud, si guru agama, kedua murid perempuan itu pun sadar tapi masih sedikit linglung. Dengan segera, ibu kepala sekolah dan Bu Ratna memberi mereka minum air mineral kemasan gelas.
Sementara itu di luar kelas, murid-murid kelas V lainnya sedang duduk tenang di teras kelas dengan menyimpan tanda tanya pada benak masing-masing karena selama mereka sekolah di SDN Suka Makmur, baru kali ini ada kejadian kesurupan.
Untuk mencegah terjadinya kesurupan susulan, maka ibu kepala sekolah dengan disetujui guru-guru yang lain, sepakat untuk memulangkan para murid lebih awal. Sedangkan untuk Sri dan Dina diantar pulang oleh ibu kepala sekolah dan Bu Ratna sekaligus memberi penjelasan pada orang tua mereka.
Sebelum langkah Jaka dan Supri sampai di gerbang sekolahan, sepasang mata si gembul tiba-tiba melihat penampakan mbak berbaju biru sedang berdiri di bawah pohon beringin besar dan rimbun.
Kok dia ada di sini ya, jangan-jangan dia yang ngrasuki Sri sama Dina tadi, batin Supri berkecamuk.
"Ada apa, Mbul?" tanya Jaka penasaran karena anaknya Pak Bedjo melihat ke suatu arah selama beberapa detik.
"Mbaknya baju biru ada di sini, Jak," balas si gembul dengan suara berbisik dan kembali mengarahkan pandangannya ke posisi semula.
"Beneran?" ucap anaknya Pak Rahmat dengan berbisik juga.
"Iyo Jak, itu dia lagi berdiri di bawah pohon beringin. Jangan-jangan yang ngrasuki Sri sama Dina tadi dia, Jak," lanjut Supri dengan masih volume suara yang sama.
"Dia kok bisa ada di sini yo, Pri?" tanya Jaka lagi.
"Kalau itu aku juga tidak tahu, Jak. Jangan-jangan dia ngikut aku sampai di sini. Tapi anehnya pas aku di rumah kemarin kok gak nglihati aku sama sekali. Munculnya kok malah di sekolahan," pikiran si gembul tambah berkecamuk.
Dalam perjalanan pulang, kedua bocah laki-laki itu saling diam karena larut dalam pikiran masing-masing.