Amira Khairinisa, tiba-tiba harus menerima kenyataan dan harus menerima dirinya menjadi seorang istri dari pria yang bernama Fajar Rudianto, seorang ketos tampan,dingin dan juga berkharisma di sekolahnya.
Dia terpaksa menerima pernikahan itu karena sebuah perjodohan setelah dirinya sudah kehilangan seseorang yang sangat berharga di dunia ini, yaitu ibunya.
Ditambah dia harus menikah dan harus menjadi seorang istri di usianya yang masih muda dan juga masih berstatus sebagai seorang pelajar SMA, di SMA NEGERI INDEPENDEN BANDUNG SCHOOL.
Bagaimanakah nantinya kehidupan pernikahan mereka selanjutnya dan bagaimanapun keseruan kisah manis di antara mereka, mari baca keseluruhan di novel ini....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon satria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 6.
Setelah mereka berdua sampai di kamar, merekapun berbincang-bincang terlebih dahulu sebelum kembali melanjutkan istirahat mereka.
" Aku gak tau kalau anak Bunda itu, kamu."
" Emang kenapa?" tanya Fajar, sambil memainkan ponselnya.
" Gak papa." jawab Amira sambil menggelengkan kepalanya.
" Dari kapan kamu kerja di perpustakaan itu?" tanya balik Fajar dengan sekilas yang langsung mengalihkan fokusnya dari layar ponsel nya.
" Awal masuk SMA." jawab singkat Amira.
Jawaban itu menjadi akhir dari percakapan mereka saat mereka kembali terdiam selama beberapa menit, sampai akhirnya Amira kembali bertanya dan memulai percakapan.
" Oh ya, selama aku bekerja disana aku belum pernah ngeliat kamu datang."
" Saya sering kesana." jawab singkat Fajar.
" Tapi kenapa kita gak pernah ketemu?"
" Emangnya mau ketemu?" tanya Fajar sekilas menatap Amira.
Dan Amira langsung menggelengkan kepalanya.
" Bukan gotu maksudnya...."
" Terus?" potong Fajar.
" Yah aneh aja kalau kamu sering kesana tapi kita jarang sekali ketemu." ungkap Amira dengan jujur.
" Tempat itu luas, kamu enggak mungkin bisa ngenalin satu persatu orang yang berkunjung kesana." jelas Fajar.
Dia langsung kembali mengalihkan pandangannya dari layar ponsel untuk menatap Amira.
" Iyah juga, ya." ucap Amira yang langsung mengangguk setuju.
Perpustakaan BANDUNG LIBRARY adalah perpustakaan sekaligus toko buku besar di Indonesia yang dimiliki oleh keluarga nya Fajar, semua buku tersedia disana dengan komplit.
Bahkan, buku yang sulit dicari sekalipun, kemungkinan besar ada disana.
Perpustakaan itu juga sangat terkenal di seluruh Indonesia karena perpustakaan itu adalah yang pertama, terbesar dan terkomplit di Indonesia, tetapi tidak sembarang orang yang bisa datang masuk ke tempat itu.
orang yang bisa datang kesana harus memiliki identitas dan tujuan jelas yang menjadi alasan mereka bisa berkunjung kesana, atau bisa dibilang harus memiliki member ke anggotaan.
Dan disana jugalah Amira mengenal keluarga Fajar, karena Amira bekerja disana sebagai pekerja part time.
" Saya masih ngantuk." ucap Fajar yang langsung meletakkan ponselnya di atas nakas, tepat disamping tempat tidurnya.
" Yaudah tidur aja, mau dibangunin kapan?" tanya Amira yang masih duduk santai di sofa panjang itu, dengan sebuah buku kecil ditangannya.
" Nanti siang." jawab Fajar.
" Waktu Dhuhur, ya?"
" Ya, Amira."
Amira pun langsung tersenyum, dia langsung tidak bertanya lagi dan akhirnya membiarkan Fajar untuk beristirahat dengan tenang, sama hal nya dengan dirinya, acara kemarin malam benar-benar sudah menguras seluruh tenaga sepasang muda pasutri itu.
...🖤🖤🖤🖤🖤🖤...
Siang harinya ketika mereka sudah membereskan perlengkapan mereka dan juga sudah melaksanakan shalat Dzuhur, mereka pun kini langsung chek-out dan pergi dari hotel itu, dan langsung segera pergi kerumah nya keluarga Fajar.
Setelah menempuh perjalanan jauh, malam harinya, akhirnya mereka pun sampai di perumahan yang sangat elit karena Amira bisa melihat banyaknya rumah-rumah yang tampak begitu besar dan juga mewah.
" Masya Allah, besar banget rumahnya, ini rumah apa istana" batin Amira.
Dia tampak terkesima melihat keindahan rumah yang ada dihadapannya itu, padahal dia baru melihat dari luarnya saja dan belum melihat bagaimana keindahan yang ada didalamnya.
" Masuk." ajak Fajar kepada Amira, setelah dia menyerahkan kunci mobilnya kepada penjaga rumah yang selalu siaga disana.
" Barang-barangnya?"
Amira langsung menatap ke arah Fajar dengan heran, karena barang-barang mereka masih ada didalam bagasi mobil, sementara Fajar dia malah langsung mengajak nya untuk segera masuk.
" Biar mereka yang bawa." jawab Fajar, dengan gerakan matanya yang menunjuk ke beberapa pelayan yang selalu siap menyambutnya.
" Emang gak papa?." tanya kembali Amira yang merasa sungkan dan tidak yakin, dia merasa sangat tidak enak hati kepada pelayan-pelayan itu, karena harus membawa barang-barang mereka yang bisa terbilang lumayan banyak itu.
Hal itu dikarena sejak kecil Amira tidak pernah dilayani seperti itu karena kehidupannya bersama almarhumah ibunya sangat terbilang sederhana.
" Itu sudah menjadi tugas mereka, Amira!." jelas Fajar menegaskan.
Amira pun langsung mengangguk pelan, walaupun masih merasa tidak enak, dia hanya memilih dan mengikuti perintah Fajar saja.
" Assalamu'alaikum." ucap Amira berucap salam, begitu dia memasuki rumah besar itu.
Sesuai seperti dugaannya, begitu dia masuk kedalam rumah itu, isi dari ruangan itu terlihat jauh lebih indah dibanding penampilan luarnya, Amira pun kembali terpukau untuk yang kesekian kalinya.
" Wa'alaikumsalam, selamat datang, Nona Amira!."
Mendengar itu sontak Amira langsung kaget, karena melihat sambutan dari beberapa para pelayan rumah itu yang sudah bersiap dan berbaris menyambut kedatangan Amira.
" Berapa banyak orang sebenarnya yang bekerja dirumah ini?" tanya Amira didalam hatinya, dia tidak habis pikir melihat saking banyaknya pelayan dirumah keluarga suaminya ini.
" Mari Bibi antar ke kamar, Non!." ucap salah satu pelayan, yang diketahui berposisi sebagai ketua pelayan dirumah ini.
Sebelum menerima ajakannya, Amira melirik ke Fajar terlebih dahulu, Fajar yang paham dengan tatapan Amira itu langsung memberikan anggukan tanda setuju kepada Amira untuk ikut bersama pelayan itu mengantarkan nya ke kamar yang sudah disiapkan untuk Amira.
Setelah mendapat persetujuan dari Fajar, Amira langsung kembali menatap ke arah pelayan perempuan itu.
" Makasih, Bi." ucap Amira berbicara dengan sopan-santun.
Amira dan pelayan itu yang diketahui bernama Bi Surti itu langsung berjalan lebih dulu menaiki anak tangga, sementara Fajar. mengikuti mereka dari belakang.
" Ini kamar milik Non dan yang sebelah merupakan kamar milik Den Fajar." ujar Bi Surti memberitahunya kepada Amira dengan sopan.
Sedangkan Amira hanya merespon nya dengan anggukan dan juga senyuman di balik cadarnya.
" Ini kuncinya, Non."
Amira lantas langsung menerima kunci itu dari tangan nya Bi Surti.
" Selain kunci ini, Non Amira juga bisa menggunakan pin yang ada di pintu itu." jelas Bi Surti kembali, sambil menunjukan pintu kamar yang sudah canggih dan dipenuhi oleh banyaknya angka itu.
Dan Amira kembali menjawab nya dengan sebuah anggukan saja.
" Apa Non Amira suka dengan kamar ini?" tanya Bi Surti kembali hanya sekadar untuk memastikan saja.
Jika Amira tidak menyukai konsep kamar itu maka mereka akan mengganti konsep kamarnya dengan keinginan Amira.
" Suka, Bi, ini sangat indah dan juga nyaman." jawab Amira jujur.
Bi Surti pun tampak senang mendengar jawaban dari Amira itu.
Namun, saat mereka tengah asik mengobrol, tiba-tiba saja Fajar muncul dan sudah berdiri di ambang pintu.
" Kalau begitu Bibi tinggal dulu, ya."
Bi Surti yang mengerti pun langsung memilih pergi dari sana dan meninggalkan tuan dan nyonya muda nya itu berduaan.
Amira tentu saja langsung mengijinkan Bi Surti pergi, mana mungkin juga dia melarangnya.
" Gimana?" tanya Fajar, dengan kedua tangannya yang dia masukan kedalam saku celananya.
Fajar masuk begitu saja kedalam kamarnya Amira, tanpa meminta izin dari pemilik baru kamarnya itu.
Namun, sah-sah saja sih kalau dia langsung masuk seperti itu, karena secara tidak langsung, itu juga merupakan kamarnya.
" Kamarnya luas banget, aku rasa ini terlalu berlebihan." jawab Amira.
Hanya kepada fajar sajalah dia bisa mengungkapkan adanya rasa tidak nyaman di hatinya, dia merasa sangat tidak pantas mendapatkan semua fasilitas mewah yang ada disana.
Kedua bola mata indahnya itu tak henti-hentinya mengamati setiap penjuru di kamar itu.
" Gak ada yang berlebihan, memang harusnya kayak gini." sahut Fajar.
Dia membiarkan Amira yang masih mengamati sambil mengelilingi kamarnya itu.
Sementara dirinya langsung melangkah ke arah tempat tidur, kemudian menjatuhkan dirinya di atas tempat tidur itu.
Dia duduk di tepi ranjang itu, dengan kedua tangannya yang dia letakkan ke belakang, sebagai tumpuan.
" Oh, ya, apa sebelumnya ini kamar kaka kamu?" tanya Amira yang entah dia tiba-tiba saja mengingat hal itu.
" Bukan, ini kamar saya." jawab Fajar dengan dinginnya.
" Kamu punya dua kamar?" tanya Amira yang mendadak penasaran.
" Hm" gumam Fajar pelan.
Amira yang sudah puas mengamati seisi kamar itu, memilih untuk ikut duduk di tepi ranjang, dengan jarak mereka yang bisa dibilang masih saling berjauhan.
" Terus kamar kaka kamu dimana?" tanya Amira kembali, setelah dia duduk disana.
" Kenapa?, mau tidur dikamar dia?" tanya Fajar dengan eskpresi dingin dan datarnya.
" Astaghfirullah, bukan gitu Fajar, aku cuman mau tau aja." jelas Amira membenarkan, supaya tidak ada kesalah-pahaman.
Amira dapat merasakan bahwa Fajar memang tidak suka kalau Amira berbicara perihal kakanya.
" Kamar dia ada di lantai atas." ucap Fajar yang tetap menjawab rasa penasaran Amira, walaupun tampaknya seperti tidak rela saat dia mengatakan hal itu.
" Ada dilantai atas?" tanya Amira dengan kedua matanya yang sedikit terbuka lebih lebar dari sebelumnya.
Dari awal masuk hingga sekarang, Amira tidak henti-hentinya dibuat terkejut oleh hal-hal yang harus dia ketahui tentang rumah dan juga keluarga suaminya itu.
" Ada berapa lantai dirumah ini?"
" Empat." jawab Fajar yang selalu menjawab tanpa ada ekspresi sedikitpun di wajahnya.
Hal itu membuat Amira kembali dibuat terkejut oleh sebuah fakta mengenai rumah dan juga keluarga dari suaminya itu.
Dirasa sudah cukup pembicaraan diantara mereka, Fajar memilih bangkit dari tepi ranjang itu.
" Langsung istirahat, barang-barang kamu biar Bibi yang beresin besok." perintah Fajar, sebelum dia benar-benar keluar dari kamar Amira.
Sedangkan Amira ia hanya patuh saja dan diam melihat punggung Fajar yang kini sudah menjauh dan menghilang dari kamarnya.
TO BE CONTINUE.
mampir dinovelku juga ya/Pray/