Marriage Is Scary...
Bayangkan menikah dengan pria yang sempurna di mata orang lain, terlihat begitu penyayang dan peduli. Tapi di balik senyum hangat dan kata-kata manisnya, tersimpan rahasia kelam yang perlahan-lahan mengikis kebahagiaan pernikahan. Manipulasi, pengkhianatan, kebohongan dan masa lalu yang gelap menghancurkan pernikahan dalam sekejap mata.
____
"Oh, jadi ini camilan suami orang!" ujar Lily dengan tatapan merendahkan. Kesuksesan adalah balas dendam yang Lily janjikan untuk dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma Syndrome, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tanda Positif
Tepat pukul tujuh malam, Lily melangkah masuk ke ruangan periksa tempat Lucas menunggunya. Isaac menunggu di luar, memberikan ruang bagi Lucas dan Lily untuk menjalani pemeriksaan. Setelah berbasa-basi sejenak, Lucas langsung menanyakan keluhan yang Lily rasakan.
“Apa yang kamu rasakan, Lily?” tanya Lucas dengan tenang, memperhatikan ekspresi Lily yang campur aduk antara gugup dan bersemangat.
Lily tersenyum kecil, lalu mulai menjelaskan. “Akhir-akhir ini, aku sering merasa mual, terutama pagi sama malem. Selera makanku juga berubah, aku sering pusing dan gampang lelah.”
Lucas mengangguk, menyimak dengan seksama setiap penjelasan Lily.
“Selain itu?” tanya Lucas memastikan.
“Em, aku telat menstruasi,” jawab Lily malu-malu.
“Oke, kita akan melakukan beberapa pemeriksaan. Aku cek tekanan darah kamu, terus lanjut pemeriksaan darah untuk memastikan kondisi kesehatan kamu secara keseluruhan.”
Lucas dengan cekatan memulai pemeriksaan, mencatat tekanan darah dan suhu tubuh Lily. Setelah itu, dia mempersiapkan Lily untuk menjalani tes darah. Begitu pemeriksaan tersebut selesai, Lucas memutuskan untuk melakukan satu tes terakhir, tes kehamilan.
“Lily, berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan awal, kemungkinan besar kamu hamil. Kita akan konfirmasi dengan tes kehamilan, dan hasilnya akan segera keluar,” kata Lucas dengan senyuman lembut.
Lily mengangguk, sedikit tegang tapi juga bersemangat. Lucas memberikan alat tes kehamilan khusus, dan Lily pun menjalani tes tersebut sesuai arahan. Setelah menunggu beberapa menit yang terasa lama, hasilnya akhirnya muncul. Dua garis tampak jelas di alat tes tersebut, tanda positif.
Sejenak, Lily terdiam, merasa seperti sedang bermimpi. Perlahan, mata Lily mulai berkaca-kaca. Air mata haru mengalir di pipinya saat perasaan bahagia menyelimutinya. Dia sudah hamil, dengan usia kehamilan sekitar dua minggu.
Lucas tersenyum, ikut merasakan kebahagiaan sahabatnya itu. “Selamat, Lily,” katanya lembut. Dia kemudian memanggil Isaac untuk masuk ke dalam ruangan.
Isaac melangkah masuk, sedikit cemas dan penuh tanya. Namun, begitu melihat wajah Lily yang penuh kebahagiaan, dia segera menyadari ada kabar baik. Lily menunjukkan hasil tes itu pada Isaac, dan dengan cepat, wajahnya berseri-seri.
Isaac langsung memeluk Lily erat, merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Lily menangis bahagia di pelukan Isaac, dan keduanya larut dalam euforia atas kabar gembira tersebut.
Lucas menyaksikan momen penuh kebahagiaan itu dengan senyum puas, lalu memberikan beberapa saran kepada Lily tentang kehamilan mudanya.
“Lily, sekarang kamu sudah hamil. Di usia kehamilan yang masih sangat muda ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar janin tetap sehat.”
Dia kemudian melirik Isaac. “Isaac, kamu juga harus tahu hal ini. Di awal kehamilan, kondisi janin masih rentan, jadi kalian harus berhati-hati, terutama saat berhubungan intim.”
“Pada usia kehamilan muda, terlalu sering atau berhubungan badan dengan intensitas tinggi bisa meningkatkan risiko perdarahan dan bahkan keguguran. Karena itu, kalau bisa, kurangi intensitasnya,” tambahnya.
Isaac mengangguk serius, memperhatikan nasihat Lucas dengan baik. Dia tahu, menjaga kesehatan Lily dan calon anak mereka adalah prioritas utama saat ini.
Setelah menjelaskan batasan tersebut, Lucas juga meresepkan beberapa suplemen penting untuk menunjang kesehatan Lily.
“Aku akan memberikan resep vitamin prenatal, yang mengandung asam folat, zat besi, dan kalsium untuk mendukung pertumbuhan janin,” jelas Lucas sambil menuliskan resepnya.
“Selain itu, kalian sebaiknya mulai melakukan pemeriksaan kandungan secara teratur pada dokter spesialis obgyn. Aku punya teman yang ahli dalam bidang ini, namanya Dr. Mariana. Dia bisa menjadi dokter yang baik untuk memantau perkembangan janin, Lily.”
Lily tersenyum dan berterima kasih atas rekomendasi tersebut. Kemudian, Isaac bertanya lebih lanjut tentang makanan yang sebaiknya dikonsumsi oleh Lily selama kehamilan.
Lucas menjelaskan dengan detail, “Selama masa kehamilan, sangat penting bagi Lily untuk mengonsumsi makanan bergizi seimbang. Sumber protein seperti daging tanpa lemak, ikan yang kaya omega-3 seperti salmon, telur, dan kacang-kacangan sangat baik.”
“Pastikan asupan sayuran hijau seperti bayam dan brokoli, serta buah-buahan seperti jeruk, pisang, dan alpukat. Jangan lupa juga konsumsi karbohidrat kompleks, seperti nasi merah atau oatmeal,” sambungannya. Dia memberi saran tersebut dengan profesional dan serius meskipun yang di hadapannya adalah sahabatnya sendiri.
Isaac mendengarkan dengan seksama, menyimpan semua informasi itu di dalam ingatannya. Dia bertekad untuk mendukung Lily dengan sebaik mungkin, bahkan dari segi makanan sehari-hari.
Setelah selesai memberikan semua nasihat penting dan menyerahkan resepnya, Lucas menepuk pundak Isaac dengan senyuman tulus. “Selamat sekali lagi, Isaac. Jaga Lily baik-baik, ya.”
Isaac tersenyum lebar, mengangguk penuh syukur. “Terima kasih, Lucas. Makasih atas bantuannya.”
Dengan perasaan lega dan bahagia, Lily dan Isaac pun meninggalkan rumah sakit. Mereka berjalan menuju mobil sambil bergandengan tangan, masih diliputi perasaan euforia.
Ketika perjalanan pulang, Isaac membelokkan mobil ke sebuah supermarket, membuat Lily kebingungan.
“Sayang, kita mau ngapain? Kan udah belanja bulanan,” kata Lily saat Isaac memarkirkan mobilnya dengan rapi.
“Aku mau beli semua makanan yang tadi di bilang sama Lucas, biar kamu sama Isaac junior sehat,” kata Isaac sambil tersenyum bahagia.
Lily tertawa kecil, merasa aneh dengan sebutan Isaac junior. Tapi dia senang karena suaminya begitu perhatian, bahkan pada hal-hal kecil sekalipun.
Lily dan Isaac mendorong troli berdua menyusuri lorong supermarket, yang saat itu tak terlalu ramai. Di antara rak-rak penuh makanan, mereka berhenti di bagian bahan makanan segar. Isaac mengambil daftar yang diberikan Lucas dan mulai memasukkan berbagai bahan yang direkomendasikan dokter itu.
“Bayam, brokoli, salmon…” gumam Isaac sambil mengingat-ingat daftar bahan makanan yang dikatakan Lucas. Dia mengulurkan tangan untuk mengambil satu ikat bayam segar dan memasukkannya ke dalam troli.
Namun, di saat Isaac sibuk memilih bahan-bahan yang menurutnya sehat, Lily justru bergerak dengan misi lain.
Dia melirik rak snack, dan dengan senyum kecil, mengambil sekantong keripik kentang dan beberapa batang coklat, langsung memasukkannya ke dalam troli. Saat itu juga, Isaac berbalik dan memandang isi troli, ekspresinya berubah heran.
"Lily, ini bukan makanan sehat,” tegur Isaac, mengeluarkan snack dan coklat dari troli. “Kita harus jaga makanan demi kesehatan janin.”
Lily mengerutkan bibirnya, tak setuju. “Tapi aku lagi ngidam, Isaac! Lagi pula, sedikit saja, kan?”
Isaac menghela napas panjang. "Lucas sudah bilang kita perlu hati-hati. Coklat dan snack kayak gini nggak baik kalau berlebihan. Bisa memicu gula darah tinggi, lho. Demi si kecil, sayang…”
Lily menghembuskan napas pelan dan memandang Isaac sebal. Namun, akhirnya dia menyerah dan mengangguk kecil, meskipun jelas masih ada sedikit rasa kecewa di wajahnya. Isaac tersenyum penuh kemenangan, lalu melanjutkan berbelanja bahan-bahan sehat lainnya.
Setelah menyelesaikan belanjaan di bagian makanan segar dan susu, mereka tiba di bagian pakaian bayi. Lily berhenti dan memandang dengan mata berbinar-binar, terpesona oleh baju-baju mungil berwarna pastel. Isaac tersenyum melihatnya, lalu mengajaknya melanjutkan belanja.
kenalin yahhh aku author baru 🥰
biar semangat up aku kasih vote utkmu thor