NovelToon NovelToon
TABIB KELANA 2

TABIB KELANA 2

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Spiritual / Matabatin
Popularitas:228.8k
Nilai: 5
Nama Author: Muhammad Ali

Buku ini adalah lanjutan dari buku Tabib Kelana.
Menceritakan perjalanan hidup Mumu yang mengabadikan hidupnya untuk menolong sesama dengan ilmu pengobatannya yang unik.
Setelah menikah dengan Erna akan kah rumah tangga mereka akan bahagia tanpa ada onak dan duri dalam membangun mahligai rumah tangga?
Bagai mana dengan Wulan? Apa kah dia tetap akan menjauh dari Mumu?
Bagai mana dengan kehadiran Purnama? Akan kah dia mempengaruhi kehidupan rumah tangga Mumu.
Banyak orang yang tidak senang dengan Mumu karena dia suka menolong orang lain baik menggunakan ilmu pengobatannya atau menggunakan tinjunya.
Mumu sering diserang baik secara langsung mau pun tidak langsung. Baik menggunakan fisik, jabatan dan kekuasaan mau pun melalui serangan ilmu yang tak kasat mata.
Akan kah hal tersebut membuat Mumu berputus asa dalam menolong orang yang membutuhkan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mengobati Pak Abdillah

Di sebuah Rumah Sakit Jogja yang terkenal akan pengobatan tradisional dan modern, seorang pria tua sedang didorong menuju Poli Akupuntur oleh anak gadisnya.

Kursi rodanya bergerak pelan melewati koridor panjang yang dipenuhi pasien dan perawat.

Pria tua itu, yang kini hanya bisa terdiam dan mengandalkan putrinya, pernah menjadi seorang yang kuat, seorang dosen dan dokter terkenal, namun nasib membawanya ke titik ini setelah mengalami stroke berat.

Dia tidak lagi bisa bicara atau menggerakkan sebagian besar tubuhnya, hanya kesadarannya yang masih tersisa untuk merasakan dan mendengarkan sekeliling.

Umurnya belum lah dikatakan terlalu renta, tapi akibat penyakit yang menggerogotinya membuat dia bertambah uzur dari hari ke hari.

Gadis yang mendorong kursi roda itu, bernama Dita, menatap ayahnya dengan cemas.

Setiap langkah yang diambil menuju ruang akupuntur adalah harapan kecil bahwa terapi ini akan membawa perubahan, sekecil apa pun itu.

Dita baru saja mendapat kabar jika Dokter yang di Poli Akupuntur lumayan handal sehingga dia ingin mencoba mengadu peruntungannya mana tahu bisa mengurangi sedikit penderitaan ayahnya.

Ketika mereka sampai di pintu Poli Akupuntur, seorang dokter muda yang baru saja selesai mengobati pasien lain menoleh dan tiba-tiba berdiri.

Wajahnya berubah serius dan tanpa menunggu lebih lama, dia berjalan cepat menuju Dita dan ayahnya.

Hal ini tentu saja mengejutkan Dita dan juga dua orang perawat yang mendampingi Dokter muda itu.

Bagaimana mungkin seorang dokter spesialis terkenal seperti Mumu, yang biasanya tenang dan penuh wibawa, tampak tergopoh-gopoh menuju mereka?

“Pak Prof. Dr. Abdillah!” Seru Mumu dengan nada penuh kekhawatiran.

"Ini memang anda kan, Pak? Apa yang terjadi dengan Bapak? Mari, ayo ke sini! Tolong didorong ke sini kursi rodanya, Buk.”

Dita menurut. Dia mendorong kursi roda ayahnya ke tempat yang ditunjuk oleh Mumu.

Pria tua yang dipanggil itu, Prof. Abdillah, memandang Mumu dengan tatapan bingung. Wajahnya mengerut dalam ketidakpahaman.

Sebagai pertanda bahwa dia tidak mengenali sosok dokter yang kini berdiri di hadapannya.

Mulutnya bergerak seolah ingin mengucapkan sesuatu, namun tak ada suara yang keluar.

Stroke telah merampas kemampuan bicaranya. Namun, pendengarannya masih cukup baik, dan dia bisa merasakan ada sesuatu yang penting dari cara Mumu berbicara.

Melihat kebingungan itu, Mumu menunduk mendekat, suaranya menjadi lebih lembut.

“Bapak tidak kenal saya lagi? Saya Mumu, Pak. Ingat waktu seleksi wawancara beasiswa beberapa tahun yang lalu? Bapak yang mewawancarai saya.”

Ada jeda sejenak. Mata Prof. Dr. Abdillah masih tetap diam, hingga perlahan, sebuah kilatan ingatan muncul di dalamnya.

Mata itu berbinar samar, mulutnya kembali berusaha bergerak seolah ingin mengucapkan sesuatu.

Walaupun tak ada suara yang keluar, ekspresinya menunjukkan bahwa dia mulai ingat.

Dulu, dia memang pernah bertemu banyak mahasiswa yang dia wawancarai untuk mendapatkan beasiswa, salah satunya mungkin Mumu.

Mumu adalah calon mahasiswa yang paling cerdas yang pernah dia wawancarai.

Pria tua itu ingat, dia sampai lupa waktu saat mewawancarai Mumu, hingga koleganya makan siang duluan karena tak sabar menunggu dia mewawancarai Mumu hingga jauh melebihi batas waktu yang ditentukan.

Mumu tersenyum lembut. “Ah, Bapak masih ingat saya. Syukur lah kalau begitu, Pak."

"Bawa tenang ya, Pak. Saya akan segera mengobati bapak. Jangan khawatir. Mudah-mudahan nanti ada perubahan ke arah yang lebih baik."

Di sisi lain, Dita yang sejak tadi diam tak kuasa menahan rasa penasaran.

“Maaf, Dokter. Apakah Anda kenal dengan Ayah saya?” Tanya dia dengan nada ragu. Dia tidak pernah mendengar cerita dari ayahnya tentang Dokter muda ini.

Mumu mengangguk sambil tersenyum.

“Iya, saya kenal beliau. Beliau salah satu orang yang berjasa besar dalam hidup saya.”

“Benarkah? Tapi...” Dita tidak menyelesaikan kalimatnya. Dia terlalu terkejut dan bingung, tidak menyangka bahwa ayahnya memiliki hubungan dengan Dokter spesialis terkenal ini.

“Nanti saja ngobrolnya, ya, Buk.” Kata Mumu dengan tenang.

“Biar saya fokus mengobati beliau dulu.”

Dita mengangguk, meskipun rasa ingin tahunya semakin besar. Dia pun membantu Mumu memindahkan tubuh ayahnya dengan hati-hati ke atas tempat tidur perawatan.

Setelah Prof. Dr. Abdillah berbaring dengan nyaman, Mumu mengeluarkan perlengkapannya, yaitu jarum-jarum akupunktur yang akan digunakan.

Mumu memulai proses akupunktur dengan ketelitian dan ketenangan. Jarum-jarum kecil mulai ditancapkan di berbagai titik di tubuh Prof. Abdillah, khususnya di area yang berhubungan dengan peredaran darah dan syaraf yang terkena dampak stroke.

Setiap jarum ditancapkan dengan presisi dan teknik yang dipelajari bertahun-tahun.

Jarum akupuntur di tangan Mumu bagai kan anggota tubuhnya sendiri sehingga dia bisa menggunakan dengan bebas.

Namun tentu saja Mumu tidak hanya mengandalkan ilmu medisnya.

Ia juga mengedarkan kekuatan spiritualnya bersamaan dengan tenaga dalamnya melalui titik-titik akupunktur itu.

Pancaran energi halus terasa meresap, berusaha menyeimbangkan aliran energi dalam tubuh pria tua itu.

Kekuatan spiritual dan tenaga dalamnya mulai memperbaiki urat dan saraf melalui jarum akupuntur tersebut.

Dita yang menyaksikan proses itu hanya bisa berdiri di samping, tak tahu harus berkata apa.

Sesekali dia melirik wajah ayahnya, berharap ada tanda-tanda perbaikan.

Saat jarum-jarum akupuntur ditancapkan ke tubuhnya, Prof. Dr. Abdillah mulai merasakan sensasi hangat yang perlahan menyebar dari setiap titik.

Rasa hangat itu berbeda dari sekadar kehangatan biasa, seperti ada aliran energi yang masuk ke dalam tubuhnya, memperbaiki bagian-bagian yang rusak.

Dia dapat merasakan energi itu bekerja, mengalir lembut namun kuat, seolah-olah sedang menyentuh syaraf-syarafnya yang rusak, mengembalikannya ke tempat yang seharusnya.

Apa kah memang seperti ini efek akupuntur? Pikir Prof. Dr. Abdillah.

Mumu terus mengobati Pak Abdillah, berdiri dengan fokus penuh, menyalurkan tenaga dalamnya melalui jarum-jarum itu. Dia tahu bahwa kondisi Prof. Abdillah sudah cukup parah, tapi dia yakin pengobatan ini bisa membantu memperbaiki keseimbangan tubuh sang profesor.

Setelah beberapa menit, perubahan mulai terlihat. Wajah Prof.dr. Abdillah, yang sebelumnya pucat, perlahan mulai kembali berwarna. Aliran darah yang sebelumnya terhambat mulai lancar kembali, mengalirkan kehidupan ke wajahnya yang dulu dikenal penuh wibawa.

Anak gadisnya, Dita, yang sejak tadi cemas, menyadari perubahan itu.

“Dokter...” Bisik Dita dengan suara penuh harap,

“wajah Ayah saya... tidak pucat lagi.”

Mumu tentu saja tidak menjawab karena dia masih fokus menyalurkan tenaga dalam dan mengatur kekuatan spiritualnya ke dalam tubuh Pak Abdillah.

Sementara itu, di tubuh Prof. Dr. Abdillah, energi yang bekerja terus bergerak. Syaraf-syaraf yang sebelumnya tak berfungsi kini mulai merespons.

Dengan perlahan, dia mencoba menggerakkan bibirnya, sesuatu yang sudah lama tak bisa dia lakukan sejak stroke menyerangnya.

“Ah...,” suara lemah keluar dari mulutnya. Itu adalah pertama kalinya Prof. Dr. Abdillah bisa mengeluarkan suara sejak lama.

Dita langsung mendekat dengan mata berbinar-binar. “Ayah! Ayah bicara! Ini luar biasa, dokter!”

Mumu tetap tenang, tapi ada kepuasan tersirat di wajahnya. Dia mendekat ke Prof. Dr. Abdillah dan berbicara dengan suara lembut.

“Bapak, bagaimana rasanya? Apakah bapak merasa lebih baik?”

Prof. Dr. Abdillah mencoba merespons, meskipun bicaranya masih sangat pelan.

“Luar... biasa...” Gumamnya dengan suara yang serak, tapi terdengar jelas.

Dita tidak bisa menahan air matanya. Melihat ayahnya bisa berbicara lagi, meskipun hanya sedikit, adalah harapan yang selama ini ia tunggu-tunggu.

“Ayah, ini sungguh keajaiban. Terima kasih, dokter.”

Mumu menggelengkan kepalanya dengan rendah hati.

“Tidak perlu berterima kasih. Ini adalah hasil dari pengobatan dan juga kekuatan tubuh Bapak yang berusaha sembuh. Tapi ingat, ini baru permulaan. Masih ada jalan panjang yang harus kita lalui.”

Prof. Dr. Abdillah menatap Mumu dengan penuh rasa syukur. Meskipun tubuhnya belum sepenuhnya pulih, dia merasakan ada harapan.

Energi yang masuk melalui akupuntur tadi tidak hanya memperbaiki fisiknya, tapi juga memberikan keyakinan baru bahwa dia bisa sembuh.

Dengan suara yang masih terbata-bata, dia berkata, “Terima kasih, Mumu. Kamu... sangat berbakat.”

Mumu hanya tersenyum hangat. “Saya hanya melakukan apa yang bisa saya lakukan, Pak Abdillah. Mari kita lanjutkan pengobatannya di masa mendatang."

Mumu menoleh ke arah Dita.

"Kak, tinggalkan alamatnya, jadi pengobatan yang akan datang tak perlu datang ke sini. Biar saya saja yang mengunjungi Bapak di rumah."

"Mana bisa begitu, Dok?"

"Tidak apa-apa..."

1
Sirot Judin
lanjut....
Ejan Din
kenapa dipikirkan. silap kalian tidak sama seperti mumu.. apa otak kalian itu seperti udang.. jelas2 mumu tidak peduli tentang kalian..
Yandi Maulana
Memang gak ada kata "jika" sebelumnya /Facepalm/
Suwardi Sumantri
Sayang sekali Mumu terlalu baik hati , seharusnya bapak sama anaknya dikasih pelajaran biar tidak songong dan semakin memupuk dendam dikemudian hari.
Kalau cuma dipukul tidak sampai babak belur tidak akan kapok.
... Silent Readers
👣👣👣👣👣
... Silent Readers
🐾🐾🐾🐾🐾
Rikarico
next banyak2 thor
tirta arya
ya dikempesin biar keplnya ga gede lah..gonblok banget nih anak!..🤪🤪🤪🤲😜😜😜😝😝😝😝
Mohammad Djufri
ah bang ali, memang sengaja nampaknya, menggantung cerita....
padahal masih bisa dilanjut....😄👍🙏
Leni Agustina
lalu lanjut lagi
Sarita
krrekk ,ternyata Mumu kebal senjata .dan si jaka langsung tumbang kena totokan yg mematikan
Casudin Udin
Lalu..
bersambung...
Muchtar Albantani
lalu lau
icih maricih
lalu...apa thor?!
... Silent Readers
👣👣👣👣👣
Sirot Judin
lanjut.....
Leni Agustina
lanjut
Saad Kusumo Saksono SH
Luar biasa
Suwardi Sumantri
Kalau Desta bisa kebakaran jenggot nih kalau sampai tahu Mala mendatangi rumah Mumu
Puspa Dewi kusumaningrum
hah mesti begt y
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!