Tahu dengan Abrilla atau biasa di panggil Rila? Si bungsu dari Keluarga Anggara?
Dulu jatuh cinta dengan Ed? Tapi ternyata pria itu sangat tidak rekomended. Cukup lama menjomblo, Rila akhirnya merasakan buterfly era lagi.
Kali ini dengan siapa?
Maxwell Louis Sanjaya, pria berkebangsaan Indonesia-Belanda. Berdasarkan informasi yang Rila dapat, Max berstatus duda anak satu. Sulitnya informasi yang Rila dapat membuat gadis itu semakin nekat untuk mendekati Max.
Apakah Rila berhasil mendapatkan hati pria itu? Atau sebaliknya?
Kabarnya, kurang dari 3 bulan, Max akan melangsungkan pertunangan dengan wanita pilihan mami-nya. Bagaimana usaha Rila untuk mendapatkan apa yang dia inginkan?
Ikuti terus ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Anis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Kembali
"Ada yang baru kesini. Tapi siapa?' tanya Max mengambil bunga daisy dari atas pusaran Maldevi. Dia menatap sekeliling, mencari apakah ada orang lain selain mereka.
"Tidak ada siapa pun disini. Mungkin ini dari teman Maldevi. Bukankah dia memiliki banyak teman baik semasa hidupnya?" ujar Sandy berpikir positif. Max sedang ingin menenangkan diri, alangkah baiknya diberi afirmasi positif dulu. Toh yang diletakkan di atas makam Maldevi bunga yang indah, bukan sesuatu yang membahayakan.
Max mengangguk, lalu menyandarkan tubuhnya ke nisan Maldevi.
"Harusnya kami bahagia, dia bisa menerima kekuranganku dan begitu juga sebaliknya. Tapi takdir memisahkan kami." kata Max sembari mengenang kenangan lama dia dan Maldevi.
Sandy ikut duduk tidak jauh dari Max, memberikan pria itu ruang untuk bisa mengungkapkan keluh kesahnya. Hampir 30 menit Max bercerita pada gundukan tanah yang pinggirnya sudah di cor rapi.
"Apakah bukti yang kita miliki masih jauh dari syarat pengajuan perkara?" tanya Max membuat Sandy yang sedang memejamkan mata langsung terbangun.
Dia mengangguk sekilas, matanya menatap matahari sore yang perlahan mulai tenggelam. "Seperti yang kau katakan tadi. Jika Iris terlibat, pasti Om Winata akan menutupi semua bukti kejahatan keponakannya itu. Tapi jika Iris tidak terlibat, berarti ada campur orang lain. Kecelakaan itu bukan murni cuaca tapi memang disabotase. mereka mengira itu kau. Jadi bisa disimpulkan, selagi dirimu belum mati maka akan ada lagi masalah baru."
"San, jika aku mati lebih dulu. Tolong jaga keluargaku dengan baik, terutama papi dan juga Hiro." pinta Max dengan wajah serius.
"Bodoh. sudah aku katakan jika kau mati berarti aku sudah lebih dulu mati. Aku sudah berjanji akan mati lebih dulu dari dirimu." kata Sandy lalu melempar batu kecil pada Max, membuat keduanya terkekeh pelan.
**
"Masih tidak mau memberitahu siapa korbanmu ini, Rila?" tanya Rico di tengah makan malam mereka.
Rila tersenyum, sembari mengunyah makanan dia mengangguk. "Yang jelas dia pria tampan dan mapan. Kau tahu sendiri bukan jika aku sejak kecil sudah matre. Jadi calon suamiku harus bisa mengimbangi gaya hidupku."
"Apa aku mengenalnya?" tanya Rico kembali, sungguh dia penasaran. Bisa saja dia memata-matai adiknya tapi itu akan membuat Rila merasa terkekang. Rila tidak suka itu, dia suka kebebasan.
"Tentu saja kau mengenalnya. Aku yakin kalian sering bertemu dalam urusan bisnis." jawab Rila dengan yakin. Max dan Rico sama-sama seorang pengusaha. Dalam kurun waktu 3 bulan selalu ada pertemuan bisnis khusus perusahaan besar dan kedua pria ini masuk dalam ketegori itu.
"Sebut nama apa susahnya." ujar Rico gemas dengan adiknya.
Rila menggelengkan kepala. "Tidak, sebelum dia takluk kepadaku maka tidak akan aku kenalkan."
**
Malam ini Rico pergi ke sebuah restoran untuk bertemu temannya. Kebetulan temannya ini baru kembali dari luar negeri karena kepentingan bisnis.
"Faski, lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?" tanya Rico yang baru saja tiba. Rico masih memakai pakaian kerjanya karena sedikit lembur, namun jas ia tinggal di mobil. Hanya kemeja putih serta celana yang masih melekat. Ingin pulang juga malas, malah memakan waktu lebih lama lagi karena rumah beda arah dengan tempat mereka membuat janji temu.
"Halo Ric, aku baik. Bagaimana denganmu? Baik juga kan. Dari kabar yang beredar kau sibuk dengan laboratorium, mengurus perusahaan serta pembangunan bisnis baru. Sunggu hebat sekali temanku ini." ujar Faski hanya disambut gelak tawa oleh Rico.
"Kau terlalu berlebihan, aku tidak sesibuk itu. Beruntung aku memiliki tangan kanan yang cekatan. Oh ya, bagaimana dengan bisnis mu? Apakah sesuai rencana?" tanya Rico sambil memilih menu yang akan dia pesan.
Obrolan keduanya terlihat sanat menyenangkan, membahas banyak hal. Hingga tidak menyadari waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam.
"Sepertinya kau harus pulang karena besok akan pergi ke China." Rico pamit dengan Faski.
"Oh ya, aku salut kau masih bersama gadis yang sama. Aku tidak sabar menunggu undangan pernikahanmu." kata Faski yang memang tahu hubungan Rico dengan Senafa.
Rico berjalan keluar, menuju tempat parkiran, namun seorang anak tidak sengaja menabraknya.
"Aduh, maaf om." ujar bocah itu mengelus keningnya sendiri.
Rico tersenyum dan berjongkok untuk menyeimbangkan diri dengan bocah di depannya. "Oke tidak masalah. Tapi lain kali kau harus lebih berhati-hati agar dirimu tidak terluka dan orang lain juga tetap baik-baik saja."
"Oh ya dimana orang tuamu? Tidak mungkin kau kesini sendiri kan." tanya Rico membuat bocah itu melirk kesana kemari.
"Hiro datang dengan papa. Tapi tidak tahu papa kemana." jawab bocah itu dengan polos.
Dari luar seorang pria berjalan cepat mendekati mereka. "Hiro, kamu kemana saja? Papa sudah bilang tunggu di meja sana kan."
"Maaf papa, Hiro bosan menunggu." jawab bocah itu sambil menundukkan kepala.
Rico terkejut melihatnya. Bertahun-tahun mereka saling menghindar agar tidak terlibat komunikasi lagi dan tidak tahu tentang kehidupan pribadi masing-masing. "Max, dia putramu?" tanya Rico tidak bisa menahan rasa penasarannya.
Max, dia suah lebih dulu menyadari yang bersama putranya adalah Rico, dirinya mencoba bersikap tenang. "Ya, dia putraku. Terima kasih sudah menolongnya."
Rico merasa janggal dengan jawaban Max. "Aku berharap ini tidak ada hubungan dengan kejadian itu." ujar Rico membuat Max menggertakkan gigi.
Pria itu membawa Hiro ke pelukannya, menggendong bocah itu dengan mudah. "Berhubungan atau pun tidak, ini tidak ada urusan denganmu. Bukan kah masalah kita sudah selesai? Jadi jangan ikut campur urusanku lagi. Permisi."
Rico menghela napas panjang, dia tahu Max belum selesai dengan kejadian itu. Andai dulu dia cepat bertindak, mungkin semua kesalahpahaman tidak akan merusak pertemanan mereka.
"Jika saja ada cara untuk kita menjalin pertemanan kembali, sudah aku lakukan dari dulu. Semoga kau bahagia, Max." ucap Rico dengan tulus.
akoh udh mmpir....
ni anknya feli sm alfi y kk???
d tnggu up'ny.....smngtttt....