TABIB KELANA 2

TABIB KELANA 2

Dobrak!

Hujan deras mengguyur kota malam itu. Petir menggelegar di langit seakan menghancurkan angkasa, membuat jantung setiap orang yang mendengarnya serasa mau copot.

Udara begitu dingin, mencengkeram setiap orang yang berada di luar.

Namun, di dalam salah satu kamar hotel VIP, Purnama tidak merasakan sedikit pun rasa dingin itu.

Dia mem*luk Mumu dengan erat, seolah takut kehangatan itu akan menghilang jika dia melepaskannya.

Pel*kan mereka sangat erat, tak terpisahkan, dan di dalam kamar, hanya ada keheningan yang penuh keintim*n.

"Mumu, kamu sangat hebat." Bisik Purnama di telinga Mumu, suaranya bergetar penuh emosi dan kekaguman.

"Aku masih tak percaya Kak Wulan malah memilih pergi dari sisi mu. Sungguh bod*h dia meninggalkan seseorang sepertimu."

Mumu hanya tersenyum, senyum yang hangat namun misterius.

Matanya memancarkan ketenangan yang aneh, tak tersentuh oleh kata-kata Purnama.

Meski dilanda badai di luar, suasana di kamar terasa seperti dunia yang berbeda, tempat di mana waktu berhenti dan hanya mereka berdua yang ada.

Purnama membenamkan wajahnya di bahu Mumu, mencoba mencari kenyamanan dari aroma lembut yang tercium darinya.

Mereka terus bermadu kasih dalam keheningan, hanya suara hujan dan gelegar petir dari luar yang sesekali menyela.

Namun ketenangan itu tidak berlangsung lama.

Ketenangan itu tiba-tiba pecah ketika terdengar suara gedoran keras di pintu.

"Tok tok...!"

"Tok tok...!"

Purnama tersentak, tubuhnya menegang dalam pelukan Mumu. Wajahnya berubah pucat saat suara keras itu terdengar lagi.

"Tok tok...!"

"Tok tok...!"

"Purnama! Keluar kamu!"

"Cepat buka pintunya!" Suara itu lantang dan penuh amarah, menghantam udara yang sebelumnya tenang.

Purnama langsung mengenali suara itu. Wajahnya memucat, dan tubuhnya bergetar.

"Itu... suara Kak Wulan..."

"Tapi...tapi...bagai mana bisa dia ada di sini?" Bisiknya, hampir tak bisa berkata-kata.

"Bukan kah dia sudah lama pergi? Sejak kapan dia kembali ke sini?"

Purnama tak habis pikir. Jantungnya berdegup kencang, hampir bersamaan dengan dentuman petir di luar.

Gedoran di pintu semakin keras, tak terhentikan.

Purnama bisa mendengar amarah yang terkandung di dalam setiap ketukan, seperti badai yang tak bisa dikendalikan.

"Ya, buka pintunya sekarang, atau kami dobrak!" Suara lain terdengar, kali ini lebih dingin, tapi tak kalah mengancam. Purnama langsung tahu siapa yang berbicara.

"Itu... suara Kak Mirna..." Purnama merasa dunia berputar di sekelilingnya. Bagaimana mungkin kedua orang itu bisa berada sini? Bagaimana mereka tahu?

Purnama memandang Mumu dengan panik, wajahnya pucat pasi.

"Mumu, bagaimana ini? Apa yang harus kita lakukan?" Tanya Purnama dengan suara yang hampir putus asa.

Namun, sekali lagi, Mumu hanya tersenyum lembut. Senyum yang sama, tak berubah.

Tak ada tanda-tanda kecemasan di wajahnya. Seakan semua ini adalah bagian dari rencana yang sudah ia ketahui sejak awal.

Mumu malah menarik Purnama ke dalam dekapannya.

Purnama merasa panik menguasai dirinya. Bagaimana bisa Mumu tetap tenang di saat seperti ini?

Bukankah seharusnya ia merasa takut, atau setidaknya cemas mendengar kedatangan kedua istrinya?

Namun, seakan tidak ada yang bisa menggoyahkan ketenangan Mumu. Sambil tetap tersenyum, Mumu akhirnya membuka suara.

"Tenang saja, Purnama. Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan."

Kata-kata itu terasa menenangkan namun sekaligus misterius.

Purnama mencoba meyakinkan dirinya, tetapi gedoran di pintu terus bertambah kuat. Jantungnya berdebar kian cepat.

"PURNAMA! Kakak hitung sampai tiga!" Teriakan Wulan terdengar lagi, kali ini lebih tajam. "Satu! Dua!"

"Tiga!" Suara Wulan menggema di seluruh kamar, diikuti oleh benturan keras di pintu.

Tiba-tiba Mumu membuat gerakan. Dengan posisi sebelah tangannya masih merangkul Purnama, memberikan kehangatan yang membuat Purnama merasa aman di tengah semua kekacauan itu. Dan sebelah tangannya yang lain, mengarah ke pintu.

Dalam sekejap, selarik cahaya berkilau keluar dari telapak tangannya, bergerak cepat seperti aliran listrik yang membungkus pintu kamar.

"Tenang saja, Purnama." Bisik Mumu pelan. "Mereka tidak akan bisa masuk."

Purnama terkejut melihat apa yang dilakukan Mumu, tetapi dia merasa aman di pelukannya.

Mumu seakan memiliki kekuatan yang jauh melampaui yang dia bayangkan, dan meski Purnama tak sepenuhnya mengerti, dia mempercayainya sepenuh hati.

Di luar, Wulan dan Mirna menjadi semakin uring-uringan.

Mereka mencoba mendobrak pintu, tapi tidak ada gunanya.

Setiap kali mereka menyentuh pintu itu, cahaya yang dipancarkan Mumu semakin kuat, memantulkan tangan mereka seolah ada kekuatan tak kasat mata yang melindungi kamar tersebut.

"Dor dor dor...!!!"

"Purnama! Apa yang kamu lakukan?!" Teriak Wulan dengan penuh amarah.

"Keluar, atau Kakak tidak akan pernah memaafkanmu!"

Mirna, yang biasanya tenang, mulai kehilangan kesabarannya.

"Apa yang kamu lakukan, Mumu?! Apa yang kamu sembunyikan?!" Teriaknya sambil menggedor pintu, tetapi tak ada jawaban dari dalam.

Tentu saja Mumu dan Purnama tak peduli. Dalam ketenangan yang aneh, mereka kembali ke dunia mereka sendiri, mengabaikan suara teriakan dari luar.

Mumu merangkul Purnama lebih erat, menatapnya dengan lembut, lalu menci*m dahinya dengan penuh kasih sayang.

"Kamu aman bersamaku." Kata Mumu lembut, seolah memastikan bahwa apa pun yang terjadi di luar tidak akan bisa menyentuh mereka.

Purnama, yang tadinya diliputi kecemasan, perlahan mulai tenang.

Dia mempercayai kata-kata Mumu. Semua hal di luar sana, teriakan, amarah, dan ancaman dari Wulan dan Mirna tidak lagi penting.

Yang ada hanya Mumu dan dirinya, dalam kehangatan yang menenangkan di tengah badai.

Di luar, Wulan dan Mirna akhirnya menyerah.

Mereka masih marah, masih berteriak, tapi pintu itu tetap terkunci rapat oleh kekuatan yang tak bisa mereka pahami.

Mereka melangkah mundur, bingung dan frustasi, tapi tak bisa berbuat apa-apa.

Sementara itu, di dalam kamar, Mumu dan Purnama tenggelam dalam keheningan yang manis.

Mereka kembali memadu kasih, mengabaikan semua kekacauan di luar sana.

Bagi mereka, dunia luar seakan berhenti, hanya menyisakan keintim*n yang mereka nikmati dalam balutan rasa aman yang diberikan Mumu.

Purnama tahu bahwa selama ada Mumu di sisinya, dia tak perlu takut.

Entah berapa lama waktu telah berlalu, Purnama seakan lupa diri.

Dia tenggelam dalam kehangatan dan keintim*n bersama Mumu, seolah dunia luar tak lagi ada.

Suara hujan deras dan gelegar petir yang terus-menerus menggelegar perlahan-lahan memudar dari pikirannya. Yang ada hanya Mumu dan rasa aman yang melingkupinya.

Namun tiba-tiba, suara gedoran keras di pintu kembali terdengar. Kali ini, lebih kuat dan nyata, seakan pintu itu akan jebol kapan saja.

Purnama tersentak, sejenak merasa seluruh dunianya terganggu.

Dada Purnama terasa sesak, tak nyaman. Kepalanya terasa sakit. Dia mencoba menoleh ke arah pintu dengan cemas.

"Mumu... kenapa suaranya terdengar lebih kuat kali ini?" Tanya Purnama dengan nada khawatir.

Terpopuler

Comments

Sarita

Sarita

kenapa mumi jadi berenhsek gitu Thor ? seperti bukan Mimi sang dokter yang baik hati

2024-09-12

3

Sulastri

Sulastri

wah akhirnya yang di tunggu-tunggu muncul juga ,hallo thorrrrrrrrrr kangen sama lanjutan nya 🤭🫣😁😁💪

2024-09-13

2

AbhiAgam Al Kautsar

AbhiAgam Al Kautsar

biarlah pintu di gedor.. kemesraan jangan cepat berlalu

2024-09-13

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!