Pernikahan yang sudah didepan mata harus batal sepihak karena calon suaminya ternyata sudah menghamili wanita lain, yang merupakan adiknya sendiri, Fauzana harus hidup dalam kesedihan setelah pengkhianatan Erik.
Berharap dukungan keluarga, Fauzana seolah tidak dipedulikan, semua hanya memperdulikan adiknya yang sudah merusak pesta pernikahannya, Apakah yang akan Fauzana lakukan setelah kejadian ini?
Akankah dia bisa kuat menerima takdirnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Sembilan
Ayu dan ibunya telah masuk ke kamar masing-masing. Sedangkan ayah masih duduk termenung di sofa ruang keluarga. Masih teringat ucapan putrinya tadi. Dulu dia begitu menyayangi sang putri. Namun, sejak kepergian sang istri dia jadi membenci Ana.
Apa lagi setelah dia menikah lagi dengan mantan kekasihnya dulu, Tika. Mereka dulu pernah berpacaran.
"Maafkan Ayah, melihatmu seperti aku melihat ibumu hidup kembali, Ana. Itulah alasannya ayah selalu menghindari kamu. Sedih dan benci bercampur jadi satu. Ibumu meninggal karena ingin menjemputmu ke sekolah. Sehingga dalam pikiran ini, kau lah penyebab kematian ibumu," gumam Ayah dalam hatinya.
Ayah Ana menghisap rokoknya kembali. Saat dia sedang termenung, dia melihat Ana keluar dari kamarnya dengan menyeret tas koper. Pandangannya tajam, menatap sang putri tanpa kedip.
Saat Ana makin dekat dengannya, pria itu berdiri. Kali ini Ana yang menatap tajam pada sang ayah.
"Mau kemana kamu? Ini sudah malam!" ucap Ayah dengan suara sedikit lembut.
"Aku mau menginap di rumah teman!" jawab Ana.
"Kenapa harus menginap? Seperti tidak ada rumah saja," balas Ayah.
Ana tertawa sumbang mendengar ucapan ayahnya. Dia berencana menginap di hotel menjelang surat kepindahannya atau surat mutasi ke kota lain diberikan.
"Rumah ...? Bagiku ini bukan rumah. Rumah itu tempat kita berpulang, tempat nyaman yang bisa mengobati sakit hati dan luka. Tapi rumah ini, tempat air mataku selalu tumpah. Rumah yang banyak memberikan luka sejak kepergian ibu. Aku tak pernah merasakan kedamaian dan kenyamanan lagi. Lebih baik aku pergi, dari pada mentalku di hancurkan dan disakiti terus menerus. Aku harus menjaga kewarasanku. Maaf, Ayah. Aku tak bisa bertahan di sini lagi!'
Setelah mengucapkan itu, Ana langsung melangkah tanpa menunggu jawaban dari ayahnya. Pria itu juga tak bisa menahan. Kerena Sadar telah banyak membuat luka untuk putrinya.
Ana pergi dengan taksi yang telah dia pesan. Rencananya akan menginap di sekitar kantor, biar tak jauh ke tempat kerja.
***
Ana duduk di depan meja kerjanya dengan nafas yang terengah-engah. Hari ini adalah hari yang sangat penting baginya. Setelah bertahun-tahun bekerja di perusahaan ini, Ana memutuskan untuk mengajukan mutasi ke departemen yang berbeda. Dia ingin melupakan semua kepedihan yang dirasakan di kota ini.
Ana membuka laptopnya dan menulis surat permohonan mutasi dengan hati-hati. Dia membacanya berulang kali, memastikan semuanya tercatat dengan jelas. Surat itu telah siap, tinggal menemui atasan untuk meminta persetujuan.
Dengan berani, Ana berjalan menuju ruangan atasan bernama Bapak Agung. Ruangan itu selalu terasa begitu mewah dan berkelas. Pintu ruangan Bapak Agung terbuka, Ana dapat melihatnya duduk di belakang meja yang besar.
Ana memberanikan diri dan mengetuk pintu pelan. "Boleh masuk, Ana," suara Bapak Agung terdengar ramah dari dalam ruangan.
Ana membuka pintu dan masuk dengan keteguhan hati. Dia berdiri di depan meja Bapak Agung dengan rasa tegang yang melanda. "Selamat pagi, Pak Agung. Saya ingin meminta izin untuk mengajukan mutasi ke departemen lain," kata Ana dengan sekuat tenaga.
Bapak Agung menatapnya dengan tatapan tajam. "Mengajukan mutasi?" ulang Bapak Agung. "Bolehkah saya tahu alasannya? Apa yang membuat Anda merasa ingin beralih departemen?"
Ana menyadari pertanyaan ini akan diajukan. Dia mengambil napas dalam-dalam, mencari keberanian untuk menjawab. "Saya merasa telah mencapai batas potensi saya di departemen ini, Pak. Saya ingin menantang diri saya sendiri dan melibatkan diri dalam proyek-proyek baru."
Bapak Agung memperhatikan Ana dengan seksama. "Anda tahu, mutasi ini akan mempengaruhi kegiatan tim di kedua departemen. Saya ingin memastikan bahwa Anda dapat beradaptasi dan memberikan kontribusi yang baik. Apakah Anda yakin?"
Ana mengangguk dengan mantap. "Ya, Pak. Saya telah mempertimbangkan dengan matang. Saya percaya bahwa saya dapat beradaptasi dengan cepat dan memberikan kontribusi yang lebih baik di departemen baru."
Bapak Agung berpikir sejenak, kemudian mengangguk. "Baiklah, Ana. Saya setuju dengan permohonan mutasi Anda. Saya mengerti keinginan untuk tumbuh dan berkembang. Tetapi, saya juga berharap Anda tidak menyesal atau mengalami kesulitan nantinya."
Ana merasa lega mendengar persetujuan atasan. Dia berterima kasih kepada Bapak Agung dengan tulus. "Terima kasih banyak, Pak Agung. Saya akan memberikan yang terbaik di departemen baru. Saya berjanji tidak akan mengecewakan Anda."
Bapak Agung tersenyum dan mengangguk. "Semoga sukses, Ana. Saya akan mengurus semua proses administrasi. Anda dapat mulai bekerja di departemen baru setelah semua formalitas selesai."
Ana merasa sangat bahagia. Dia mengucapkan terima kasih sekali lagi sebelum keluar dari ruangan Bapak Agung. Dalam hati, dia merasa sangat bersemangat menghadapi tantangan baru yang menanti.
Telah satu minggu Ana pergi, tak ada kabar dari sang ayah. Dia memang tak mencari keberadaannya. Untuk apa lagi dia bertahan. Sedangkan ayahnya tak ada rasa peduli.
Ana ingin kembali ke rumah. Mengambil motor miliknya dan ingin menjualnya. Bisa buat menambah uang tabungannya atau membeli motor bekas di kota nanti.
Hari Senin besok, dia telah pindah ke kota lain. Hari minggu dia berencana akan meninggalkan kota kelahirannya. Ana akan memulai hidup baru di kota berbeda.
Setelah berpakaian rapi, Ana memesan taksi online. Dia kembali bercermin. Entah mengapa dia ingin terlihat cantik.
Ana juga ingin sekalian pamit ke ayahnya. Walau dia benci, tapi rasa sayang itu lebih besar. Dia masih ingin pergi dengan berpamitan terlebih dahulu.
Setelah taksi datang, Ana masuk ke mobil. Jantungnya berdetak jauh lebih cepat dari biasanya. Entah apa penyebabnya.
Saat mobil mulai sampai, Ana melihat keramaian dekat rumahnya. Dia turun dan membayar ongkos taksi.
Ana terus berjalan mendekati rumah. Tenda terpasang dan ada pelaminan. Dia baru menyadari, pasti ini acara pernikahan adiknya dan mantan kekasihnya.
Ana ingin kembali, tapi seseorang menyapanya. Sehingga langkahnya terhenti.
"Akhirnya muncul juga kau. Apa kau sengaja datang untuk merusak pernikahan Ayu?" tanya Ibu tirinya yang bernama Rida.
Kawin..... kawin.... kawin.... kawin...