Kelanjutan Novel 'Sepucuk Surat'
Khusus menceritakan kisah kakak Ifa, putri pertama Farel dan Sinta. Namun, Alurnya akan Author ambil dari kisah nyata kehidupan seseorang dan di bumbui pandangan Author untuk menghiasi jalan cerita.
Semoga kalian suka ya🥰🥰
------------------------
"Haruskah aku mengutuk takdir yang tak pernah adil?"
Adiba Hanifa Khanza, Seorang gadis tomboy tapi penurut. Selalu mendengarkan setiap perkataan kedua orang tuanya. Tumbuh di lingkungan penuh kasih dan cinta. Namun, perjalanan kehidupan nya tak seindah yang di bayangkan.
"Aku pikir menikah dengannya adalah pilihan yang terbaik. Laki-laki Sholeh dengan pemahaman agama yang bagus tapi ..., dia adalah iblis berwujud manusia."
Mampu kan Ifa bertahan dalam siksa batin yang ia terima. Atau melepas semua belenggu kesakitan itu?
"Kenapa lagi, kau menguji ku Tuhan?"
Ikutin kisahnya yuk, jangan sampai ketinggalan.
Salam sapa Author di IG @Rahmaqolayuby dan Tiktok @Rahmaqolayuby0110
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rahma qolayuby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3 Keputusan yang harus di putuskan.
Ifa melangkah gontai ke dalam rumahnya dengan pakaian yang berbeda. Tak mungkin Ifa pulang dengan keadaan basah kuyup. Bisa-bisa banyak pertanyaan yang harus di jawab Ifa. Ifa tak mau menambah beban pikirannya sendiri.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Abi, Bunda."
Ucap Ifa penuh semangat seolah tak terjadi apapun.
Suasana di ruang tamu seketika hening mendengar suara tegas mengucap salam.
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh."
Jawab semua orang di ruang tamu. Tidak hanya ada Abi Farel dan ummah Sinta di sana. Ada beberapa orang juga yang di yakini keluarga laki-laki yang akan melamarnya.
"Sini duduk kakak."
Ifa duduk di samping ummah Sinta hingga matanya bertatap dengan mata meneduhkan milih laki-laki berbaju kokok. Terlihat seperti orang alim namun Ifa menatapnya dingin apalagi melihat senyuman nya membuat Ifa mual.
Kesan pertama saja sudah membuat Ifa mual. Ifa pikir orang yang paham agama akan menundukkan pandangannya.
"Masyaallah, cantik sekali putri kalian. Pantas saja Akmal ingin acara lamarannya di percepat."
Celetuk seorang wanita paruh baya yang di yakini ibu dari laki-laki yang terus menatap lapar Ifa.
Hati Ifa entah berapa kali berdenyut. Apa katanya di percepat lamarannya. Berarti sang Abi sebelumnya sudah menerima. Sungguh Ifa sedikit kecewa. Katanya akan memberi Ifa waktu nyatanya bukan waktu yang di berikan tapi sebuah keputusan yang harus di putuskan.
"Putra saya keluaran pondok pesantren. Insyaallah agamanya bagus. Kedatangan kami ke sini berniat melamar nak Adiba untuk putra kami Akmal."
Seru suara berat yang di duga itu ayah dari laki-laki yang bernama Akmal yang berada di hadapan Ifa.
"Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya. Saya serahkan jawaban nya pada putri saya."
"Kakak bagaimana, nak?"
Ifa meremas ujung jilbab panjangnya. Ingin sekali ia berteriak menolak. Lagi, tatapan kedua orang tuanya penuh harap. Apalagi tadi ada chat masuk padanya sebelum pulang. Dari calon adik iparnya yang memohon pada Ifa.
Ifa menjadi serba salah. Sungguh berada di situasi yang sangat sulit itu membuat Ifa benar-benar tak nyaman.
Ifa rasa nya ingin mengenal dulu calon suaminya itu. Tapi, desakan dari berbagai pihak membuat Ifa tak berkutik. Bahkan Ifa tak di berikan waktu cukup untuk berpikir.
"Bismillahirrahmanirrahim."
"Ifa menerima nya."
Jawab Ifa dingin namun terdengar membahagiakan bagi semuanya.
Andai ibu calon adik iparnya tak sakit mungkin Ifa ingin meminta waktu. Tapi, ibunya sakit-sakitan dan ingin anaknya segera menikah.
Ifa sangat terpaksa tapi tak bisa berbuat apa-apa.
"Alhamdulillah."
Ifa berusaha tersenyum melihat pancar kebahagiaan di sorot kedua orang tuanya.
Rasanya Ifa ingin segera pergi dari ruang yang menyesakan itu. Apalagi Ifa sangat risih di tatap terus oleh laki-laki asing.
Hacim ..
Hacim ..
Ifa bersin-bersin membuat Ifa pamit dengan sopan masuk kamar.
Bersin-bersin tersebut memang asli tapi Ifa menjadikan kesempatan agar bisa kabur dari ruang keluarga.
Ifa tak mau lagi tahu tentang pembahasan selanjutnya. Toh, dia juga sudah menjawab lamaran itu. Ifa berharap keputusannya sudah benar. Ifa berharap calon suaminya adalah laki-laki yang baik, penuh tanggung jawab dan tentu penyayang seperti Abi Farel.
Ifa akan berusaha menerima takdir yang tak di inginkan ya. Demi kebahagiaan kedua orang tua dan adiknya. Setidaknya Ifa tak akan menghalangi langkah adiknya.
Ifa mandi air hangat karena badannya sedikit menggigil akibat kena hujan. Tak lama adzan magrib berkumandang. Ifa langsung melaksanakan kewajibannya.
Hujan di luar sana sudah reda, namun udara dingin tetap sama. Membuat Ifa mematikan AC di kamarnya. Seperti nya tubuh Ifa tak bisa menerima kedinginan saat ini.
Tok .. Tok ...
"Masuk."
Seru Ifa tanpa menoleh sedikitpun. Ifa sibuk membaca email yang di kirim Mikail.
"Assalamualaikum, kakak."
Sapa Harfa membuat Ifa langsung menoleh mendengar suara adiknya.
Ifa terdiam menatap sang adik yang berjalan ke arahnya dengan raut wajah sendu. Bukankah Harfa harusnya senang kenapa malah terlihat lesu.
"Waalaikumsalam, dek. Kenapa?"
"Maafkan adek, kak. Adek merasa jahat karena keadaan ini membuat kakak harus memutuskan hal rumit."
Ifa mendesah pelan. Tak tahu harus mengatakan apa.
Sejatinya mereka berdua memang saling menyayangi satu sama lain. Hanya saja keadaan membuat salah satunya harus berkorban.
"Kakak gak apa. Bagaimana keadaan ibu mertua adek?"
"Kritis! Maafkan adek. Ibu Mas Zidan meminta mas Zidan segera menikah."
Ifa mendesah lagi. Ifa tahu pasti sulit di posisi Harfa juga. Jika Ifa tak menerima lamarannya Harfa pun tak boleh menikah. Karena kedua orang tuanya kekeuh ingin Ifa dulu yang menikah baru Harfa.
"Sudah jangan sedih. Doakan saja semoga calon suami kakak laki-laki seperti Abi."
"Aamiin."
Kedua kakak adik itu saling peluk satu sama lain. Tak ada satupun yang mau berada di posisi Ifa. Yang harus terdesak segera menikah karena suatu keadaan dan orang tuanya kekeuh tak ingin Ifa di langkahi. Hingga Ifa harus menempuh jalan ini.
Ifa belum pernah jatuh cinta pada siapapun kecuali pada Abi Farel yang menjadi cinta pertama nya. Apa Ifa mampu mencintai sosok yang akan menjadi suaminya atau malah sebaliknya.
Ifa berharap keputusannya menerima lamar itu menjadi awal kebahagiaan nya. Ifa akan berusaha menerima segala kekurangan apapun dari suaminya kelak asal dia bisa memperlakukan Ifa dengan baik.
"Sudah. Adek mandi gih. Pasti sebentar lagi ummah panggil untuk makan malam."
Tomboy kelihatannya tapi Ifa adalah gadis yang sangat lemah lembut. Pada keluarganya, terutama pada Harfa.
Harfa mengangguk berlalu dari kamar sang kakak.
Ifa menatap sendu punggung Harfa sampai menghilang di balik pintu. Ifa memijit pelipisnya yang terasa berat. Kenapa hari ini begitu berat hari yang Ifa hadapi. Secepat itukah Ifa harus melepas lajangnya. Bahkan dengan orang yang tak Ifa kenal.
Ifa belum tahu bagaimana sikapnya. Tapi melihat sang Abi begitu berharap membuat Ifa yakin. Mungkin pilihan sang Abi adalah pilihan yang baik buatnya. Ifa mencoba menerima takdir hidupnya.
Apalagi Ifa sudah memutuskan menerima lamaran itu. Ifa tak bisa mundur lagi. Ifa hanya butuh kekuatan untuk mengahadapi nya.
"Jika memang ini takdir mu ya Allah. Kuatkan hati Ifa menerima setiap takdir mu."
Gumam Ifa menekan hatinya untuk lapang dada.
Takdir ini rasanya tak ada dalam benak Ifa. Tapi, Ifa harus berada dalam kondisi yang membuatnya tak ada pilihan.
Entah takdir apa yang menunggunya di depan sana.
Berkali-kali mencoba menguatkan diri agar tidak terlihat lemah. Ifa tak mau mengecewakan kedua orang tuanya. Jika kedua orang tuanya ridho Ifa ikhlas menjalani nya.
Cukup lama Ifa melamun membayangkan nasibnya. Sampai adzan isya berkumandang. Ifa langsung menjalankan kewajibannya. Sudah selesai sholat isya Ifa keluar dari kamar tepat Harfa juga keluar. Kakak beradik itu turun ke lantai satu untuk makan malam.
Di bawah Abi Farel dan ummah Sinta tersenyum melihat kedua putrinya turun bareng.
"Wah, putri-putri ummah sebentar lagi jadi manten. Auranya sangat berbeda."
"Ah, ummah...,"
Rengek Harfa tersipu malu. Bahkan wajahnya memerah. Berbeda dengan Ifa yang hanya tersenyum tipis dengan wajah datarnya.
Walau hati sakit tapi Ifa tetap mencoba tersenyum di depan kedua orang tuanya. Apalagi kedua orangtuanya terlihat bahagia begitu.
Rasanya Ifa sulit menelan makanan yang nampak lezat itu.
"Oh, iya kak. Pernikahan kakak Minggu depan seminggu sebelum puasa ramadhan."
Deg!
Bersambung ...
Aduh nyesek sekali ini🥺🥺🥺😭
Jangan lupa tinggalkan jejak yang banyak ya ..
Kasih mawar biara tambah semangat hehe ...
Like, komen, dan Vote jangan ketinggalan ..
Datang untuk nya...