novel fantsy tentang 3 sahabat yang igin menjadi petualang lalu masuk ke akademi petualang dan ternyata salah satu dari mereka adalah reinkarnasi dewa naga kehancuran yang mengamuk akbiat rasnya di bantai oleh para dewa dan diapun bertekad mengungkap semua rahasia kelam di masa lalu dan berniat membalas para dewa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Albertus Seran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23: Kebenaran yang Tersembunyi
Malam yang gelap dan hening diwarnai oleh sinar bulan yang pucat, menyinari medan pertempuran yang kini sunyi, seolah-olah seluruh dunia menahan napas. Aric, dengan tubuh yang bergetar karena kelelahan, menatap Erevan yang masih berdiri di seberangnya. Aura kegelapan yang membalut sahabat lamanya itu mulai meredup, namun pandangan Erevan tetap penuh kebencian yang mendalam.
Kael dan Lyria berlari ke sisi Aric, wajah mereka dipenuhi rasa cemas. "Aric, kau baik-baik saja?" tanya Lyria dengan suara lembut, meskipun matanya memancarkan ketakutan. Ia dapat merasakan energi Aric yang mulai melemah, tapi ia tetap berdiri teguh.
Aric mengangguk lemah. "Aku... baik-baik saja," katanya, meskipun napasnya terengah-engah. Ia mengalihkan pandangannya ke Erevan, yang tampak berusaha menahan rasa sakit di dalam dirinya. "Erevan, kumohon... berhentilah. Kau tidak harus melanjutkan ini."
Namun, Erevan hanya tersenyum getir. "Berhenti? Aric, aku sudah melewati titik di mana aku bisa mundur. Semua ini... adalah takdir kita. Atau lebih tepatnya, takdirku." Ia mengangkat pedangnya yang kini mulai memudar dari kegelapan, dan memandanginya sejenak. "Kau tidak tahu seberapa dalam luka yang aku rasakan, seberapa parah penghianatan yang menggerogoti hatiku."
Kael melangkah maju, meskipun rasa takut masih menguasai dirinya. "Erevan, kita semua terluka. Kita semua pernah merasa dikhianati. Tapi bukan seperti ini kita seharusnya menyelesaikannya. Ingatkah kau pada mimpi kita? Mimpi untuk menjelajahi dunia bersama, melindungi mereka yang lemah?"
Mata Erevan membelalak, tetapi ia segera tertawa pahit. "Mimpi? Mimpi itu mati bersama dengan kepercayaan yang kupunya pada dunia ini! Kau tahu apa yang mereka lakukan, bukan? Para dewa itu... mereka tidak peduli dengan manusia atau naga. Mereka hanya bermain-main dengan nasib kita semua!"
Aric menghela napas panjang. "Aku tahu, Erevan. Aku tahu lebih dari siapa pun bagaimana rasanya dijadikan permainan oleh para dewa. Aku merasakan kekuatan Dewa Naga Kehancuran di dalam diriku, dan aku tahu sejarahnya. Tapi... balas dendam tidak akan memperbaiki apa pun."
Kata-kata Aric menggema dalam kesunyian. Erevan tampak terdiam sejenak, raut wajahnya melunak, tetapi hanya sesaat. Kemudian, amarahnya kembali, lebih kuat dari sebelumnya. "Kau tidak mengerti!" teriaknya, suaranya penuh rasa sakit. "Kau tidak bisa memahami kegelapan yang menghantuiku setiap malam!"
Lyria, dengan tangan yang masih gemetar, merapal mantra penyembuhan, mengalirkan energi hangat ke tubuh Aric. "Kita mungkin tidak bisa menghapus rasa sakitmu, Erevan," katanya dengan suara penuh kasih. "Tapi kita bisa menghadapinya bersama. Kau tidak sendirian."
Erevan menatap Lyria, dan sesuatu di dalam dirinya tampak bergemuruh. Mata merahnya bergetar, dan ia mulai gemetar. "Sendirian...?" bisiknya, seolah-olah kata itu menusuk hatinya. Untuk pertama kalinya, ada keraguan di wajahnya.
Namun, saat itu juga, langit di atas mereka berubah. Awan hitam berkumpul dengan kecepatan mengerikan, dan kilatan petir memancar di langit malam. Dari kegelapan itu, suara yang dalam dan mengerikan bergema, seolah berasal dari dimensi lain. "Erevan, anakku, ingatlah tujuan kita. Jangan biarkan mereka meruntuhkan tekadmu."
Semua orang tertegun. Suara itu jelas bukan milik Erevan, melainkan entitas lain yang tampaknya telah mempengaruhinya selama ini. Erevan menggigil, seolah berusaha melawan suara itu di dalam kepalanya. "Tidak... aku yang memutuskan... ini keinginanku..."
Aric menyipitkan matanya, mencoba memahami apa yang terjadi. "Erevan, suara itu... apa itu?"
Erevan memegangi kepalanya, terlihat berjuang melawan sesuatu. "Itu... kekuatan kegelapan ini. Entitas yang memberiku kekuatan... dan kutukan." Ia menatap Aric, air mata mulai mengalir di pipinya. "Aku tidak bisa... melarikan diri darinya."
Aric merasa hatinya tersayat. Erevan, sahabat yang pernah ia anggap sebagai saudara, kini terperangkap dalam kegelapan yang tak terbayangkan. "Erevan, kau harus melawannya. Aku tahu kau bisa!"
Suara dalam kegelapan tertawa jahat, gemanya membuat bumi berguncang. "Aric, kau tidak mengerti. Erevan telah menjadi milikku, seperti semua yang tersesat dalam balas dendam. Kalian tidak akan bisa menyelamatkannya."
Kael menggertakkan giginya, matanya penuh kemarahan. "Kita akan mencoba, entitas jahat, apa pun yang terjadi!" Ia berlari ke depan, meskipun tubuhnya hampir runtuh, bersiap untuk bertarung dengan seluruh sisa kekuatannya.
Lyria melangkah maju, mengangkat tongkatnya tinggi, mantra sihir suci mulai bersinar di sekelilingnya. "Aku tidak akan membiarkan kegelapan ini menang. Erevan, kami di sini bersamamu!"
Erevan berjuang keras, kedua tangannya mencakar kepalanya seolah-olah mencoba mengusir suara yang menghantui pikirannya. "Aric... Lyria... Kael... aku... aku tidak ingin ini!"
Aric melangkah mendekat, meskipun auranya hampir habis. "Erevan, percayalah pada kami. Kami akan menghadapinya bersama, seperti dulu saat kita bermimpi melindungi dunia ini."
Erevan terdiam, dan untuk sesaat, keheningan yang mendalam menyelimuti mereka. Kemudian, entitas kegelapan itu tertawa lagi, tetapi kali ini, terdengar lebih lemah. "Apa pun yang kalian lakukan, ingatlah... kegelapan selalu menang."
Dengan itu, aura hitam di sekitar Erevan mulai retak, seperti cangkang yang pecah. Erevan terjatuh berlutut, napasnya terengah-engah, dan kegelapan yang membalut tubuhnya mulai memudar. Ia menatap Aric, air matanya mengalir deras. "Aric... aku... maafkan aku..."
Aric merasakan air mata mengalir di pipinya, tetapi ia tersenyum penuh harapan. "Kami di sini, Erevan. Kami tidak akan pergi ke mana pun."
Namun, meski kegelapan tampak memudar, bahaya masih belum benar-benar berlalu. Langit tetap gelap, dan energi jahat masih terasa, menunggu kesempatan untuk kembali. Pertarungan mereka belum selesai, tetapi untuk pertama kalinya, ada secercah harapan bahwa mereka bisa menyelamatkan sahabat yang hilang di dalam bayangan.