Di tengah dunia magis Forgotten Realm, seorang pemuda bernama Arlen Whiteclaw menemukan takdir yang tersembunyi dalam dirinya. Ia adalah Pemegang Cahaya, pewaris kekuatan kuno yang mampu melawan kegelapan. Bersama sahabatnya, Eira dan Thorne, Arlen harus menghadapi Lord Malakar, penyihir hitam yang ingin menaklukkan dunia dengan kekuatan kegelapan. Dalam perjalanan yang penuh dengan pertempuran, pengkhianatan, dan pengorbanan, Arlen harus memutuskan apakah ia siap untuk mengorbankan segalanya demi kedamaian atau tenggelam dalam kegelapan yang mengancam seluruh Forgotten Realm.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon orionesia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mantra Pengorbanan
Angin dingin bertiup kencang di antara pohon-pohon gelap hutan, membuat suara mantra Eira terdengar bergaung di udara. Ketegangan semakin memuncak. Di tengah medan yang diwarnai aura gelap, Arlen dan Finn berdiri siap bertarung, sementara Eira terus merapalkan mantra terakhirnya dengan suara pelan namun mantap.
Arlen berbisik tegang kepada Finn. “Kita harus melindunginya sampai mantranya selesai. Jika kita gagal, kita semua akan terjebak di sini.”
Finn mengangguk dengan tatapan serius. “Aku tahu, Arlen. Kita tidak bisa mundur sekarang.” Ia menggenggam belatinya lebih erat, lalu menghadap ke arah bayangan-bayangan yang semakin mendekat.
Sosok pemimpin bayangan itu, yang matanya berkilat seperti bara api, melangkah maju dengan perlahan. Senyumnya sinis, seakan mengetahui ketakutan mereka. “Apa kalian pikir mantra gadis lemah itu bisa melawanku? Sungguh naif.”
Arlen mengangkat Relik Gelap di tangannya, menatap langsung ke arah sosok itu. “Kami tidak akan menyerah pada ancaman seperti dirimu.”
“Kalau begitu, buktikanlah keberanian kalian,” tantang sosok itu, lalu dengan satu gerakan cepat, ia memerintahkan bayangan-bayangannya untuk menyerang.
Serangan itu datang bertubi-tubi, membuat Arlen dan Finn kewalahan. Setiap bayangan menyerang dengan kecepatan dan kekuatan yang hampir tidak bisa mereka tandingi. Arlen mengayunkan Relik Gelapnya, menciptakan kilatan cahaya yang mampu menghalau beberapa bayangan, namun setiap kali satu berhasil ditangkis, dua lagi muncul untuk menyerang.
“Eira, cepat selesaikan mantramu!” teriak Finn di tengah desakan.
Eira tetap fokus, memejamkan mata dengan tangan terentang, merapal mantra dengan suara yang semakin rendah. Arlen bisa merasakan energi yang terpusat di sekeliling Eira, seolah-olah kekuatan besar sedang bangkit dari dalam dirinya. Tetapi waktu semakin mendesak.
Salah satu bayangan melompat ke arah Eira, namun Arlen segera menangkisnya, meskipun ia hampir terjatuh karena dorongan kuat dari serangan itu. Ia meringis, merasakan sakit di bahunya. “Aku tidak bisa menahan ini lebih lama lagi!”
Finn melirik Eira dengan penuh kepanikan. “Eira, jika kau tidak cepat, kita semua akan habis!”
Di tengah ancaman itu, Eira perlahan membuka matanya. Ada kilatan tekad di wajahnya, sesuatu yang belum pernah Arlen dan Finn lihat sebelumnya. “Aku sudah selesai,” gumamnya pelan.
Tiba-tiba, dari ujung jari Eira muncul cahaya terang yang membentuk lingkaran besar di tanah di sekitar mereka. Cahaya itu semakin terang, menyilaukan bayangan-bayangan yang mengelilingi mereka. Bayangan itu tampak terguncang, terdorong mundur oleh kekuatan tak kasatmata yang dipancarkan dari mantra Eira.
Pemimpin bayangan menatap Eira dengan mata merah membara, lalu tersenyum jahat. “Kau pikir ini cukup untuk menyingkirkanku?”
Eira menghela napas dalam, menatap sosok itu dengan penuh keberanian. “Aku tahu risikonya. Tapi aku tidak akan membiarkanmu menyakiti teman-temanku.”
Finn melangkah maju, menatap Eira dengan bingung. “Risiko apa yang kau maksud?”
Eira tersenyum lemah, lalu menatap Arlen dan Finn dengan sorot mata yang mengandung penyesalan. “Mantra ini tidak sempurna. Aku harus… memberikan sesuatu sebagai penukarnya.”
Arlen terkejut, menatap Eira dengan mata membesar. “Tidak, Eira. Apa yang kau lakukan?”
Eira menggeleng, memaksakan senyum di wajahnya. “Ini satu-satunya cara, Arlen. Aku… aku sudah siap.”
Pemimpin bayangan tertawa keras, seolah menikmati momen itu. “Kau berpikir pengorbananmu akan membebaskan mereka? Kau bahkan tidak tahu apa yang kau hadapi, gadis lemah.”
Eira tetap tenang, meskipun hatinya berdebar kencang. Ia melirik Arlen dan Finn untuk terakhir kali, lalu mengucapkan satu kata yang menyegel seluruh kekuatan mantranya. “Terbukalah.”
Lingkaran cahaya di sekitar mereka meledak dengan kekuatan besar, mendorong semua bayangan termasuk pemimpinnya menjauh dari mereka bertiga. Arlen dan Finn terdorong mundur, terjatuh oleh gelombang energi yang dihasilkan mantra itu. Namun, tepat setelah ledakan itu, mereka menyadari sesuatu yang mengerikan.
Eira tidak lagi berdiri di tempatnya.
Arlen bangkit perlahan, melihat ke sekeliling dengan mata penuh kecemasan. “Eira! Di mana kau?” teriaknya panik.
Finn berlutut, menggenggam belati di tangannya erat, menyadari bahwa Eira telah benar-benar hilang. Suasana di sekitar mereka menjadi sunyi, hanya tersisa sisa-sisa cahaya samar dari mantra yang tadi Eira ucapkan.
Pemimpin bayangan yang sempat terlempar mundur perlahan bangkit kembali, tertawa kecil dengan suara yang penuh ejekan. “Kalian pikir bisa menang dengan mengorbankan diri? Begitu bodohnya manusia.”
Arlen menatap sosok itu dengan kemarahan yang membara. “Kau akan membayar semua ini. Kami akan menemukan jalan untuk mengalahkanmu.”
Pemimpin bayangan tersenyum sinis, lalu memudar menjadi bayangan gelap yang tertiup angin, menghilang dari pandangan mereka. Tetapi ancaman dari sosok itu terasa belum selesai. Mereka tahu bahwa pertempuran sebenarnya baru saja dimulai.
Finn bangkit dengan kesedihan yang sulit ia sembunyikan. “Eira… dia mengorbankan dirinya untuk kita.”
Arlen menatap tempat Eira terakhir berdiri, hatinya dipenuhi rasa bersalah dan kesedihan mendalam. Namun, ia tahu bahwa keputusan Eira adalah bukti dari keberanian dan pengorbanannya. Ia mengusap air mata yang hampir jatuh, menatap Finn dengan tekad yang baru.
“Kita harus terus maju, Finn. Eira memberi kita kesempatan ini. Kita tidak boleh menyia-nyiakannya.”
Finn mengangguk, meskipun air mata mengalir di wajahnya. “Untuk Eira. Kita akan bertarung, demi menghormati pengorbanannya.”
Mereka berdua berdiri dalam keheningan, menyadari bahwa misi mereka kini tidak hanya untuk bertahan hidup, tetapi untuk membalas kehormatan sahabat mereka yang hilang.
Dalam diam, Arlen dan Finn melangkah menyusuri hutan yang terasa lebih sunyi dari sebelumnya, seakan semua makhluk malam turut berkabung atas kepergian Eira. Meski nyala tekad mereka semakin membara, di dalam hati masing-masing mereka membawa beban berat atas pengorbanan yang telah Eira lakukan. Namun, mereka tahu mereka tak bisa berhenti di sini—semua pengorbanan itu akan sia-sia jika mereka gagal.
Setelah beberapa langkah, Finn memecah keheningan dengan suara serak. “Arlen, ke mana kita akan pergi sekarang? Tanpa Eira, rasanya… semuanya tak sama lagi.”
Arlen menatap Finn dengan pandangan penuh keyakinan, meski ada sedikit kebimbangan di balik matanya. “Kita harus menemukan jalan menuju Kuil Cahaya. Aku pernah membaca bahwa di sana ada artefak kuno yang bisa membantu mengusir kegelapan ini. Jika Eira benar tentang kekuatan Relik, mungkin Kuil Cahaya adalah satu-satunya tempat yang bisa memberi kita jawaban.”
Finn mengangguk, meski keraguan masih tersirat di wajahnya. “Apa kau yakin itu bukan sekadar legenda? Kita sudah kehilangan begitu banyak… Jika kita salah arah…”
Arlen menghela napas, mencoba menenangkan dirinya. “Aku tidak yakin, Finn. Tapi aku tahu satu hal. Eira percaya pada kita. Ia memberi kita kesempatan terakhir ini. Kita tidak boleh mengecewakannya.”
Saat mereka terus melangkah, tiba-tiba terdengar suara gemerisik dari balik pepohonan di sekitar mereka. Keduanya langsung berjaga, mengangkat senjata mereka sambil berbisik.
“Kau dengar itu?” tanya Finn dengan suara rendah.
Arlen mengangguk. “Siap-siaga. Ini bisa jadi jebakan.”
Perlahan, sosok misterius muncul dari balik bayang-bayang pepohonan. Berjubah abu-abu, sosok itu tampak menunduk, seakan mengamati mereka. Mata tajamnya memandang langsung ke arah Arlen dan Finn, menimbulkan aura yang sulit ditebak.
“Apa kalian yang membawa Relik Gelap?” tanya sosok itu dengan nada dingin.
Arlen dan Finn bertukar pandang, terkejut. Bagaimana orang asing ini bisa mengetahui tentang Relik Gelap?
“Siapa kau?” Arlen membalas, mencoba terdengar tegar.
Sosok itu mengangkat wajahnya, menampilkan senyum tipis yang mencerminkan keangkuhan. “Aku adalah penjaga dari tanah ini, dan aku tahu apa yang kalian bawa. Namun, apakah kalian siap untuk menanggung konsekuensi dari benda itu?”