Luna terpaksa menjadi istri ke-3 dari seorang Tuan yang bernama Daru. Suami Luna sebelumnya di nyatakan telah meninggal dunia dan rupanya memiliki banyak hutang.
Mereka harus Menjadi Pelunas Hutang Suami nya yang katanya berjumlah puluhan Triliun. Luna hanyalah seorang Ibu Rumah Tangga yang tidak memiliki penghasilan sendiri.
Ia tidak sepenuhnya percaya bahwa suami yang sangat di cintai nya meninggalkan penderitaan untuk nya dan anak-anak.
Ibu dari tiga orang anak itu harus membayar semua hutang suaminya dengan menikah dan menjadi budak. Luna hanya bisa pasrah menerima namun kesedihan selalu melanda kala anak-anaknya harus ikut mendapatkan siksaan.
Mampukah mereka menjadi takdir yang mengejutkan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jumli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Obat Untuk Putri
"Ibu tidak makan?" tanya Rio karena Luna hanya memperhatikan Ia dan Adik-adiknya makan tanpa ikut serta.
"Makanlah, Ibu sudah makan sebelum ke sini."
Sambil tersenyum Luna mengelus kepala Rio yang sangat perhatian padanya. Akhirnya Rio mengangguk dan melanjutkan makan, kalau saja dia tahu jika Ibunya itu hanya berbohong. Entah seperti apa jadinya.
"Ibu, Bayu kenyang. Mau minum," tutur bocah kecil sambil memegang perut nya yang mulai membuncit. Luna hanya tersenyum dan mengambil air untuk sang anak minum.
Brak!
Anak-anak yang baru selesai makan dan juga Luna hendak membersihkan lantai yang kejatuhan butiran nasi, terkejut dengan dobrakan pintu yang tiba-tiba.
"Luna, kamu malah asik makan bersama anak-anak kotor ini ya! Kenapa hanya bersantai-santai di sini? Pergi kerja di dapur sana."
Marni datang sambil bertolak pinggang, Bayu langsung memeluk sang Ibu karena ketakutan, begitu juga dengan Putri yang refleks menggenggam tangan sang kakak.
"Mbak, tolong jangan membuka pintu seperti tadi. Anak-anak ketakutan," pinta Luna dengan pelan. Walau sejujurnya dia tidak suka akan sikap Marni yang selalu kasar pada mereka.
"Bagus lah kalau mereka takut. Sekarang kau cepat ke dapur," perintah nya kembali sambil memelototi anak-anak yang ketakutan melihat wajahnya.
"Hari ini dan besok saya libur, Mbak."
Ya, dari kemarin Ayu memberitahu Luna jika dia bisa libur setiap Sabtu dan Minggu.
Sebenarnya tanpa bantuan Luna pun, semua pekerjaan rumah itu sudah ada yang mengerjakan. Bahkan para maid di jadwalkan seminggu bekerja dan seminggu libur. Di dalam rumah besar itu ada puluhan Maid, jadi setiap pekerjaan tidak ada yang tertinggal.
"Enak sekali kamu! Kau pikir jika berleha-leha seperti ini bisa membayar semua kerugian yang suami mu itu lakukan."
"Bahkan kalau kamu bekerja sampai mati pun tidak akan sanggup membayar nya," sambung Marni begitu pedis terdengar.
"Ayu...!"
Teriakan Marni terdengar oleh banyak orang, terbayang bagaimana besarnya jeritan itu. Luna sampai menutup kedua telinga Bayu.
Tidak lama kemudian, terlihat Ayu berlari terbirit-birit menuju asal suara. Ayu tidak mencari lagi di mana keberadaan sang Nyonya ke dua. Sudah pasti berada di kamar Nyonya baru mereka. Hal ini tidak asing lagi bagi nya untuk beberapa bulan terakhir.
"Saya Nyonya," kata Ayu setelah berada di depan Marni.
"Kenapa kamu berani memberi Istri penghianat ini libur? Hah! Lancang sekali kamu," marah Nyonya lampir tersebut.
"Maaf Nya, tapi ini perintah langsung dari Tuan Daru."
Mendengar itu, kedua tangan Marni mengepal kuat.
"Aku tidak mau tau, pokoknya wanita itu harus terus bekerja setiap hari," tunjuk Marni dengan mata tajam pada Luna yang masih duduk di lantai bersama anak-anak nya.
"Maaf Nya. Saya tidak bisa melakukan nya. Harap Nyonya meminta persetujuan terlebih dahulu pada Tuan Daru," kata Ayu sambil menunduk hormat tidak bisa mematuhi perkataan Marni.
"Kau..., berani melawanku!" kekesalan Marni kini berganti pada Ayu yang malah membela Luna.
Sebenarnya Ayu tidak membela siapapun, kepala pelayan itu hanya menjalankan tugas dari Tuan rumah. Akan sangat tidak etis jika dia melanggar nya begitu saja.
"Tidak ada perlawanan, Nya. Tapi ini perintah Tuan Daru."
Ayu adalah seorang kepercayaan keluarga ini, terutama Daru. Maka dari itu, Ia tidak mungkin merusak hal tersebut demi mematuhi ke egoisan Marni.
Marni hanya bisa pergi sambil menghentakkan kaki dan kesal, dia tidak suka di permalukan seperti ini.
"Ayu, terimakasih."
Luna menahan Ayu dengan ucapannya saat melihat wanita itu hendak pergi juga dari sana.
"Ini perintah, jangan menganggap saya berlaku baik pada mu. Kalian itu adalah Istri dan anak penghianat. Permisi," kata Ayu sambil berlalu.
Luna hanya terpaku mendengar kata-kata tersebut. Ia mendongak menahan air mata yang ingin keluar. Dadanya selalu sesak jika setiap orang mengingatkan ucapan sakit itu pada mereka.
"Ibu."
Panggilan pelan Rio membuat Luna tersadar dan tersenyum pada putranya itu. Tapi air mata juga tidak bisa tertahan dan terjatuh begitu saja.
"Ibu jangan nangis."
Tangan lembut dan kecil putri juga langsung mengusap pipinya yang basah. Bayu kecil juga ikut-ikutan melakukan hal serupa seperti kakak nya.
Anak-anaknya lah yang membuat Luna harus bertahan dan tetap bertahan dengan semua ini. Masa depan mereka masih panjang dan Ia harus berusaha melakukan yang terbaik.
Tok
Tok
Ketukan pintu terdengar, dan yang mengetuknya adalah Luna. Wanita itu mendatangi kamar Daru dengan berat hati dan juga perasaan cemas.
Nampak lah wajah dingin dan tajam dari yang membuka pintu, setelah Luna menunggu dalam waktu yang tidak lama.
"Mau apa kau di sini?"
Sangat jelas nada intimidasi itu menusuk telinga Luna. Dengan mengumpulkan semua keberanian, Luna ikut menatap mata bak runcing jarum itu.
Luna berusaha mengusir kejadian terakhir kali saat pria ini memperlakukan dirinya dengan kasar tempo hari. Hanya karena sepatu hitam nya yang ketumpahan kopi, Luna sampai mendapatkan sebuah tamparan dari tangan berotot itu.
"Tuan, obat Putri sudah habis. Seharian ini dia belum minum obat, Tuan."
Wajah memelas Luna sangat jelas terlihat, demi sang anak dia rela mendatangi Daru yang mungkin akan marah lagi.
Seperti yang Luna takutkan, wajah pria itu langsung berubah merah begitu mendengar perkataan nya. Tangan nya bahkan langsung bergerak mencengkram wajah Luna.
"Apa kau pikir aku masih sudi memberi obat untuk anak penghianat itu...? Akan lebih bagus dia menyusul Ayahnya ke neraka!"
Dengan kasar Daru menghempaskan Luna sampai wanita itu terjatuh.
"Tuan, tolong Putri, Tuan...."
Luna segera meraih kaki Daru saat orang itu hendak pergi. Luna tidak peduli lagi dengan harga dirinya, kesehatan Putri lebih utama dan harus segera di beri obat.
"Lepaskan tangan kotor mu dari kaki ku!"
Luna tidak menghiraukan sentakan kaki Daru, wanita itu tetap dengan kuat menahan kaki tersebut agar pemiliknya tidak pergi sebelum mau memberi obat untuk Putri.
"Apa sebenarnya yang kau inginkan, hah! Belum puas dengan perbuatan Suami mu itu."
Dengan kasar Daru menarik lengan Luna sampai wanita itu berdiri namun dengan kondisi kaget.
"Anda yang berjanji untuk itu Tuan. Jika tidak saya tidak akan mau menikah dengan anda dan berada di sini!"
Dengan berani Luna menjawab ucapan Daru.
Plak!
Daru yang di bakar amarah tidak segan-segan memberikan wanita itu pukulan sampai Luna kembali jatuh dan tepat bersimpuh di sepasang kaki seorang wanita.
"Suami ku, apa yang kamu lakukan?"
Wanita itu membantu Luna berdiri, dia adalah Nisa yang rupanya ingin datang menemui Daru karena di panggil oleh suaminya itu.
.
.
Jangan lupa kembali siang nanti untuk membaca kelanjutannya. Langsung ikuti cerita ini agar tidak ketinggalan jam Update 🤗
Jika cerita di atas menarik minat kalian, semoga berkenan meninggalkan jejak berupa Like👍
Jika berkenan Author juga meminta agar teman-teman bersedia membagikan cerita ini pada yang lain agar semakin banyak yang membaca dan membuat cerita ini berkembang dengan baik.
Maaf bila merepotkan dan Terimakasih atas bantuannya 🙏