'Xannia Clowin'
Gadis cantik berusia 22 tahun yang selama menjalani hidup baru kali ini dia mengetahui pengkhianatan sang ayah kepada ibunya .
Sejak Xannia berusia 2 tahun ternyata sang ayah sudah menikah lagi bahkan wanita itu sedang mengandung anaknya.
Awal mula terbongkar pengkhianatan ayahnya itu ketika sorang gadis yang tak jauh beda dari usia xannia datang,gadis itu langsung menemui ibu Xannia dan mengaku sebagai anak dari istri kedua suaminya,
semenjak kejadia itu ibu xannia sering sakit-sakitan dan 5 bulan kemudian sang ibu meninggal dunia.
Dari kejadian itu menimbulkan rasa dendam dan sakit hati Xannia kepada ayah dan kelurga istri keduanya,sehingga Xannia bertekat membalaskan dendam atas rasa sakit dan pengkhiantan ayahnya yang sampai membuat ibunya tiada,bahkan dia rela menjadi istri kontrak miliader yang ingin memiliki keturunan , dan dari situlah Xannia ingin memanfaatkan pria itu untuk membalaskan dendamnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon VHY__, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Sudah beberapa kali Martin menelpon putrinya, tapi tidak ada satu pun panggilannya yang di angkat oleh Anaknya itu.
"Kemana anak itu?" gumam Martin menahan kesal pada Xannia yang tidak kunjung mengangkat panggilannya.
Sementara itu, di ruang tamu orang tua Arsen terlihat sedang berbincang dengan Jenny, ibu Maria.
Mereka sudah tahu jika Jenny adalah istri kedua dari Martin, dan mereka tak mempermasalahkan itu semua.
Beberapa kali Maria memegang tangan sang ibu guna menuruti kemauannya.
"Apakah Xannia tak akan datang kemari?" tanya Arumi, ibu Arsen.
"Mungkin sebentar lagi, Martin sedang menghubunginya, maklum dia sudah tidak tinggal disini dan lebih memilih tinggal di apartemennya," sahut Jennaly.
"Mom, sudah aku bilang jika Xannia membatalkan pertunangan kita," timpal Arsen pada sang ibu.
"Kenapa mommy masih bersikeras melanjutkan pernikahan ini," lanjutnya.
"Kalau bukan dengan Xannia kau mau menikah dengan siapa? Xannia gadis yang baik dan pintar, mommy menyukainya," sela arumi.
"Bagaimana kalau kita mencoba untuk menjodohkan Arsen dengan Maria," ucap Jenny seolah Arsen memberikannya peluang.
"Siapa tahu mereka berdua cocok, tak ada salahnya mencoba bukan?" Ujar Jenny.
Arumi melihat kearah Maria seolah menelisik seberapa pantas Maria untuk putra satu-satunya itu.
Sedangkan Arsen tak pernah memberitahu kedua orang tuanya mengenai hubungannya dengan Maria, Arsen selalu mengatakan jika Xannia-lah yang memutuskan hubungan mereka karna memiliki pria lain.
"Putriku bahkan tak kalah cantik dengan kakaknya, Xannia. Mereka sama-sama anak Martin walaupun berbeda ibu," ujar Jenny.
Sedangkan Maria hanya bisa tersenyum malu-malu mendengar perkataan sang ibu.
Martin kembali ke ruang tamu setelah berusaha menghubungi putrinya, dan di panggilan terakhir ponsel Xannia malah mati.
"Bagaimana?" tanya Jenny pada Martin, setelah pria itu duduk di sampingnya.
Martin menggelengkan kepalanya.
"Aku punya usul, bagaimana kalau Arsen kita jodohkan saja dengan putri kita, Maria. Bukankah itu sama saja?" ucap Jenny.
Maria melihat kearah kedua orang tua Arsen.
"Aku terserah pada kedua orang tua Arsen, jika mereka mau menerima Maria tak masalah untukku," ucap Artin dengan pasrah.
"Bagaimana? Apakah anda setuju? Tak usah terburu-buru mereka bisa saling mengenal dulu," ucap Jennay pada kedua orang tua Arsen.
Arumi memandang suaminya dan menanyakan pendapatnya.
"Aku terserah kau saja," ujar ayah Arsen pada sang istri.
"Baiklah, tak ada salahnya mencoba dulu," ujar Arumi.
Setelah mendengar keputusan itu, tentu saja membuat Maria bahagia karna sudah bisa mendapatkan Arsen dan merebut nya dari Xannia.
.
.
.
Sementara itu di sebuah mansion mewah, tepatnya di ruang keluarga dengan televisi yang menyala terdapat dua orang yang melakukan aktivitas berbeda.
Davendra terlihat sedang mengerjakan pekerjaan kantornya menggunakan laptop, sedangkan Xannia sedang membaca buku dengan duduk di lantai beralaskan karpet beludru dan bersandar pada sofa.
"Jika kau tak menonton televisi matikan saja," kata Davendra yang merasa terganggu.
"Biarkan saja, aku tak suka suasana sepi," sahut Xannia sembari memakan camilan yang ada di dalam toples kaca.
"Kenapa tidak kau saja yang pindah ke ruang kerja atau kekamar," kata Xannia.
Davendra tak merespon perkataan Xannia dan melanjutkan pekerjaannya.
Lalu ponsel Xannia berbunyi, wanita cantik itu melihat nama yang tertera di layar ponselnya dan tidak mengangkatnya.
"Kenapa tidak di angkat?" tanya Davendra karna ponsel Xannia terus saja berbunyi.
"Dari ayahku, aku malas mengangkatnya," jawab Xannia acuh tak acuh.
"Pasti dia menghubungiku karna aku belum datang kesana dan muncul di depannya," lanjutnya.
Hingga panggilan ke enam pun Xannia tak kunjung mengangkatnya.
"Kalau begitu matikan saja, itu sangat mengganggu," ujar Davendra.
Dan akhirnya Xannia pun mematikan ponselnya dan fokus pada acara televisi yang ada di depannya.
"Kau tak melanjutkan acara membaca mu?" tanya davendra.
"Mood membaca-ku sudah hilang," sahut Xannia.
Ia menengadahkan kepalanya ke atas dan melihat Dave yang duduk di sofa.
"Kau benar-benar akan mengundang mereka?" tanya Xannia.
"Tentu saja," sahut Dave dengan wajah datarnya melihat kearah Xannia.
"Kenapa aku jadi malas untuk pesta pernikahan itu,"
ucap Xannia.
"Aku malas melihat wajah mereka," sambungnya.
"Tapi, aku ingin melihat melihat ekspresi wanita itu saat dia tahu jika aku yang menjadi istrimu," ucap Xannia menahan tawanya.
Davendra tak menggubrisnya dan kembali melanjutkan pekerjaannya.
Hingga pukul sepuluh malam pun Davendra belum menyelesaikan pekerjaannya yang banyak, dia harus menyelesaikan itu sebelum pesta pernikahannya dan sebelum dirinya membawa xannia pergi honeymoon.
Xannia terlihat menguap dan bersandar di sofa, dia menutup tubuhnya yang hanya mengenakan pakaian tidur tipis dengan selimut.
"Pindah lah ke kamar jika kau mengantuk," kata Davendra yang melihat Xannia menguap dan hampir menutup matanya.
"Tidak, aku akan disini dulu menunggumu," ucap wanita itu.
"Gendong aku ke kamar jika kau sudah selesai dengan pekerjaanmu," kata Xannia dengan suara pelan dan mata yang sudah tertutup.
Davendra menghembuskan napasnya dengan berat dan melanjutkan pekerjaannya.
Hingga setengah jam kemudian Davendra baru menyelesaikan pekerjaannya.
Pria itu melihat Xannia yang sudah tertidur dengan pulas dengan deru napas yang teratur.
Davendra beranjak dari sofa dan menggendong Xannia ala bridal style dan membawanya ke kamar mereka.
"Merepotkan," keluh Davendra dengan suara pelan setelah membaringkan Sydney di ranjang.
Davendra melepas bajunya dan hanya menyisakan celananya saja, pria dengan tubuh atletis itu naik ke atas ranjang dan bergabung dengan Sydney sambil memeluknya dari balik selimut.
.
.
Satu minggu berlalu dan itu artinya besok merupakan pesta pernikahan Sydney dan Davendra.
Davendra bahkan sudah menyebarkan semua undangannya termasuk pada ayah mertuanya.
"Kenapa nama mempelai wanitanya tidak ada di dalam undangan?" tanya Maria bingung setelah melihat dan membaca undangan pesta yang datang untuk ayahnya.
"Mungkin wanita itu bukan dari kalangan sembarangan, dan Davendra ingin membuatnya seperti kejutan atau mungkin ingin merahasiakan namanya," sahut Jenny yang mencoba untuk berfikir logis.
Maria mencibir dan melihat kembali undangan yang memiliki lapisan emas di setiap sisinya.
"Atau mungkin dia malu dengan istrinya," sindir Maria.
"Harusnya namaku yang ada disini," pungkas Maria.
"Maria!!" tegur Jenny pada sang putri.
Davendra memang sengaja tak menyantumkan nama Xannia di dalam undangan itu semua, dan tentunya itu adah ide dari Xannia yang ingin melihat wajah terkejut dari ayahnya dan juga Maria dan ibunya.
"Fokuslah pada Arsen, kalian akan segera bertunangan satu bulan lagi," kata Jenny yang pusing menghadapi kemauan putrinya.
"Pergilah ke perusahaan, bukankah itu keinginanmu untuk bekerja di kantor ayahmu? Maka lakukan pekerjaanmu dengan benar dan jangan sampai membuat ayahmu marah," ucap Jenny.
"Ini juga aku mau pergi, mom," sahut Maria yang memutar bola matanya jengah.
Ia menghabiskan sarapannya dan bergegas pergi ke perusahaan sang ayah.
"Anak itu lama-lama membuat aku pusing, apa aku terlalu memanjakannya selama ini?" gumam Jenny.
Sementara itu Xannia masih melakukan pekerjaannya di perusahaan.
Dia harus menyelesaikan beberapa pekerjaannya sebelum nanti mengundurkan diri dari perusahaan Davendra.
Xannia sudah sepakat untuk tidak bekerja lagi selama menjadi istri Davendra dan pria itu akan memerintahkan orangnya untuk bekerja di perusahaan ayah Xannia.
"Besok kau akan datang ke pesta pernikahan boss kita?" tanya Airin pada Xannia di sela-sela mereka makan siang.
"Tentu saja, bukankah kita semua di undang," sahut Xannia.
"Bagaimana kalau kita pergi bersama? Bukankah Xannia membeli apartement baru, aku belum melihatnya karna kau pindah sangat mendadak dan itu pun saat aku berada di Las Vegas," ucap Kay.
Sekarang Kay mulai dekat dengan kedua teman Xannia yang berada di divisi yang sama.
"Ya, apa yang di katakan Kay benar!! Kita juga bisa menginap di tempatmu," sahut Cia menyetujui perkataan Kay dan Airin pun mengangguk setuju.
"Sepertinya tidak bisa, aku sudah janji untuk pergi bersama dengan seseorang," ucap Xannia sambil memperlihatkan wajah menyesalnya.
"Apakah pacarmu?" tanya Cia.
"Kau akan pergi dengan Arsen? Tapi, tidak mungkin karna kau sudah mengakhiri hubungan dengannya," ujar Kay.
"Kalian akan tahu besok," ucap Xannia.
"Hey, kau ingin bermain rahasia-rahasiaan dengan kami," goda Airin sambil menyenggol lengan Xannia yang duduk di sebelahnya.
"Apakah kami mengenal pria itu?" tanya Cia yang masih penasaran.
"Apa mungkin Zean? Karna akhir-akhir ini kalian cukup dekat," ujar Airin yang mencoba untuk menebaknya.
"No ... No, kami hanya dekat karna urusan pekerjaan dan tak ada hubungan apapun," jelas Xannia pada ketiga temannya.
"Lalu siapa dia? kau membuat kami penasaran," kata Cia.
"Bukan kami yang penasaran, tapi hanya kau saja," sahut Airin dan membuat Xannia serta Kay tertawa dan Cia mencebik.
"Sudah, sudah!! Sudah aku jelaskan pokoknya kalian semua akan tahu besok malam," pungkas Xannia dan bangun dari duduknya.
"Kau mau kemana?" tanya Airin
"Tentu saja kembali bekerja," jawab Xannia
Dan ketiga temannya itu kompak melihat jam yang ada di ponsel mereka.
"Oh God ..." Seru mereka bertiga bersamaan.
Xannia hanya menyungging senyumnya melihat ketiga temannya itu.
"Kita terlalu asik mengobrol," kata Kay.
"Ya, dan makanan yang masuk ke dalam perutku hanya tiga puluh persen dan sisanya kalian habiskan untuk mengobrol," sahut Xannia dan membuat ketiga temannya itu tertawa.