Kisah sederhana tentang dua anak manusia yng ingin saling menemukan kebahagiaan. Nia, gadis sebatang kara yang mentalnya hancur saat kecil karena orang-orang di sekitarnya. Bertemu dengan Bagus, laki-laki sederhana yang bekerja sebagai tukang bangunan. Niat tulus Bagus mampu membuat Nia luluh dan mau menjalin hubungan dengan Bagus hingga akhirnya menikah.
Bagaimana kisah keduanya? Yuk kita baca bersama.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Muslikah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3
3.
"Gus kamu jadi berangkat sore ini? " Tanya bu Lasmini pada Bagus yang sedang leyeh-leyeh di depan TV sambil makan kacang rebus.
"Jadilah, uangku sudah habis buat kondangan kemarin buk, waktunya makaryo (kerja) lagi" Jawab Bagus santai.
"Kali ini proyeknya di mana?"
"Di Surabaya"
"Masih sama si Agung?"
"Iyalah, sama siapa lagi, cuma dia bos yang nurut sama tukang, bos lain mana bisa kayak gitu"
"Kamu kerja tahun-tahunan sama dia awet banget? Gak pernah ribut gitu? "
Bagus menatap ibunya aneh.
"Pertanyaan ibu kok aneh men to? Orang kita baik-baik saja kok di tanya gak pernah ribut? Damai lebih indah ibu Lasmini"
"Heran aja gus, biasanya bawahan sama bos kan ada aja konfliknya, la kamu kerja sama si Agung anteng bener"
"Apa yang mau diributkan buka? Agung meski ngeselin kayak gitu orangnya jujur, gaji juga tepat waktu, bonus lancar, lembur juga hitungannya jelas, kalau kita salah juga negurnya baik-baik, terus mau ngeributin apa? "
"Ya apa kek, biar gak lempeng banget hidupmu" Ucap bu Lasmini asal. Bagus menggelengkan kepalanya. Dasar biang ribut, dengusnya.
"Kalau kerja tu sambil lirak-lirik tu gus" Ucap bu Lasmini lagi semakin membuat Bagus mengerutkan dahinya.
"Gak jadi kerja to bu nek lirak-lirik ki"
Plakkkkk
Sebuah geplakan manis mendarat tepat di paha bohay Bagus. Membuat sang empunya meringis.
"Maksudnya sambil cari cewek Bagus, cari pacar " Kesal juga bu Lasmini ini. Anaknya mendadak bodoh kalau dipancing soal perempuan.
Bagus berdecak sebal. Itu lagi.
"Itu lagi itu lagi, gak bosen buk? Kayak ibu sudah ada persiapan aja"
"Kamu gak usah khawatir, gini-gini emas ibu banyak, nanti bisa ibu jual buat pasang tenda kayak pak Toni. Kamu mau nikah kapan saja ibu siap, lagian ibu sudah banyak nyumbang ke tetangga juga gus, nanti kalau kamu gak nikah-nikah bisa lupa mereka Bagus, rugi dong ibu. Tabungan gula ibu di tetangga ada kalau seratus kilo, belum minyak goreng, telur, beras, uang, aduh Bagus pokoknya kamu harus nikah tahun ini" Jelas bu Lasmini. Bagus melonggo mendengar penjelasan ibunya. Ternyata dibalik kemauan ibunya memiliki menantu ada misi terselubung. Ada harta yang sudah disebar😁😁😁😁😁.
"Dasar gak ikhlas" Cibir Bagus.
"Heh yang namanya nyumbang kondangan ya kayak gitu gus, kamu pikir sedekah. Sedekah gak balik gak masalah kalau kayak gini wajib gus" Bu Lasmini membela diri.
"Terserah ibu, nanti awas aja darah tingginya kumat kalau yang kembali gak sesuai catatan"
"Yow tak ingatkan to, ibu lho juga punya catatannya" Ucap bu Lasmini enteng lalu pergi meninggalkan putranya ke belakang.
.
.
Liburan telah usai Bagus dan Guntoro pun dengan berat hati harus kembali ke realita aslinya menjadi tukang bangunan. Kali ini proyek keduanya berada di surabaya. Diantar Supri keduanya berangkat naik bus.
Tidak ada drama tangisan ditinggal anak kerja, bu Lasmini malah senang saat anaknya pergi merantau. Dengan begitu dia tidak akan sumpek melihat putranya hanya gulang-guling depan TV.
"Pesan grab lah Gun" Ucap Bagus saat keduanya sampai di terminal.
Kedua sahabat itu pun berjalan ke arah pintu keluar terminal dan memesan grab. Tak lama mobil avanza datang menghampiri keduanya mengantar sampai tujuan.
Proyek kali ini adalah pembangunan kos-kosan dua lantai dengan dua puluh pintu. Letaknya tak jauh dari kota, dekat dengan kampus dan pusat perbelanjaan. Jadi pas kiranya kalau dibangun kos-kosan.
Pukul setengah delapan malam keduanya sampai di bedeng, tempat tinggal sementara untuk para tukang dan kuli saat proses pembangunan. Setelah meletakkan tas dan berganti baju, keduanya menghampiri rekan-rekannya yang asik berkumpul di depan.
"Tak pikir gak balik gus, anteng bener di kampung" Ucap Kardi, salah satu rekan Bagus dan Gun.
"Maunya gitu kar, sayang gak ada tumpukan yang bisa dijadikan jaminan buat beli makan. Terpaksa kembali lagi pada realita kehidupan" Ucap Guntoro membuat yang lain terkekeh.
"Tumpukan jerami lak yo banyak to di rumah Gun"
"Gak bisa buat beli rokok "
"Gak usah ngrokok, nyumet diang lak yo podo? (nyalakan api unggun kan sama?)" Canda Fatur membuat yang lain ikut terkekeh.
"Luweh nendang to keluk e (lebih keren kan asapnya)" Sahut Kardi.
"Iyo bar wi yo ndang sekarat ( iya habis itu sekarat)" Timpal Bagus menmbahi.
Keempat pria dewasa itu masih larut dalam obrolan yang sering mereka lakukan setelah lelah bekerja seharian. Ini adalah salah satu hal yang sering dilakukan Bagus dan teman-temannya. Hiburan saat mereka sedang berada di perantauan. Tidak perlu mewah, cukup ditemani kopi, rokok dan cemilan, selesai itu kembali ke bedeng dan tidur untuk esoknya kembali bekerja.
.
.
"Gus aku udah masak nasi, lu beli lauk ya di tempatnya mak Karti? " Ucap Guntoro saat Bagus masih bergelung dengan selimutnya.
"Hemm" jawab Bagus.
"Kopi udah tak buat juga, cepet bangun lah, udah jam enam ini" Guntoro menepuk paha Bagus agar segera bangun.
Masih dengan muka bantalnya Bagus terpaksa bangun, mengambil gelas kopi yang masih mengepulkan asapnya. Bagus menyesap kopi itu dan tak lama matanya pun sedikit terang. Hangat, manis, panas dan pahit memenuhi lidah Bagus.
Bagus berjalan ke arah kamar mandi, bukan untuk mandi. Bagus jarang mandi pagi, asal gosok gigi dan cuci muka sudah cukup. Toh setelah itu dia akan bergulat dengan pasir dan semen. Siapa juga yang peduli mau mandi atau tidak.
Setelah menyelesaikan hajatnya di kamar mandi, Bagus pun segera berjalan ke arah warung makan yang berada tak jauh dari bedeng. Warung makan yang hampir buka 24 jam.
"Mak lauk mak" Ucap Bagus saat sampai di warung yang hanya ada dua pengunjung itu.
"Lauk ap......eh Bagus, apa kabar? " Pekik Mak Karti senang saat melihat pelanggan lamanya datang kembali.
"Iya mak ini saya, kembali lagi ke sini dengan profesi yang sama " Kelakar Bagus membuat mak Karti ikut terkikik.
"Bangun kos depan ya? "
"Iya mak, kemarin selesai di Malang pulang dulu, nyinom, baru ke sini" Ucap Bagus sambil mencomot bakwan jagung.
"Ikut nyinom kamu gus?"
"Yo Iyo to, ngko nek aku nikah ben ganti ndi disinomi (ya iya to, biar pas aku nikah ganti di bantu)"
"La kapan itu? "
"Yo sok lah mak. Sok nek ketemu maksudnya" Bagus terkekeh sendiri. Masih meneruskan makan bakwan yang kini sudah habis dua bakwan.
Mak Karti pun ikut terkekeh mendengarnya.
"Mak nasi pecel satu mak " Suara seorang perempuan menjeda tawa mak Karti dan Bagus.
"Mau lauk apa mbak Nia? " Tanya mak Karti ramah.
"Nasi pecel pakai bakwan jagung aja mak" Jawab perempuan yang memiliki aroma vanila yang lembut dan menyegarkan. Sungguh aromanya sangat menenangkan. Bagus menikmati aroma itu. Aroma yang manis.
Karena penasaran Bagus pun menoleh ingin melihat si pemilik aroma vanila itu. Awalnya hanya lirikan tapi karena kurang puas Bagus pun menoleh dan ingin melihat seperti apa pemilik aroma manis ini.
Mata Bagus langsung terang benderang seketika saat melihat perempuan berambut panjang di bawah bahu dengan warna coklat terang. Kesan pertama yang bagus tangkap adalah wanita itu sangat cantik. Kulitnya bersih, putih dan wajahnya mulus dan pasti cantik. Bukan hanya cantik tapi sangat cantik. Matanya bulat dengan bulu mata lentik, hidungnya mbangir dengan pipi yang sedikit berisi. Tapi tidak terlihat tembem.
Dan saat Bagus perhatikan lagi, body wanita itu juga sangat bagus. Tubuhnya tinggi semampai dengan lekukan pas, bahkan bagian depan memberi poin lebih karena ukurannya yang lumayan bagi Bagus. Seragam kerjanya membalut tubuh wanita itu dengan sangat cantik. Sungguh Bagus terpesona baru pertama melihat saja.
"Masuk pagi mbak? " Suara mak Karti membuyarkan lamunan pemindaian Bagus.
"Iya mak" Jawabnya pendek.
"Ini mbak" Mak Karti menyerahkan pesanan Nia dan wanita biru pun segera berlalu dari warung mak Karti.
"Mingkem gus, lihat mbak Nia sampai mau ngiler" Ledek mak Karti yang sejak tadi melirik Bagus menatap Nia kagum.
"Hehehe....kelihatan to mak? "
"Banget.....tapi yo wajar nek kamu ngiler wong mbak Nia bening gitu, kalau suka kejar gus, masih sendiri kayaknya, sejak ngekos disitu gak ada dia keluar sama laki-laki. Pulang kerja gak pernah kemana-mana lagi"
"Duh mak gak yakin aku, masak kayak gitu mau sama tukang bangunan kayak aku" Bagus insecure sendiri.
"Coba dulu gus"
"Gajiku apa cukup to mak buat beli bedak e itu, lihat to mak bening kayak gitu, mana wangi lagi, orangnya lo sudah hilang, wanginya masih di sini"
"Halah usaha dulu yang penting, hasil pikir belakang" Putus mak Karti dan diangguki Bagus yang ragu-ragu. .
.
.
.
slm kenao