Karena tidak ingin menyakiti hati sang mama, Garren terpaksa menikahi gadis pilihan mamanya.
Namun baru 24 jam setelah menikah Garren mengajukan perceraian pada istrinya.
Tapi perceraian mereka ada sedikit kendala dan baru bisa diproses 30 hari kedepan.
Bagaimanakah kisahnya? Apakah mereka akan jadi bercerai atau malah sebaliknya?
Penasaran? Baca yuk! Mungkin bisa menghibur.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pa'tam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode lima
Hari pun berlalu, pagi ini Septy menyiapkan sarapan terlebih dahulu, baru kemudian ia menyiapkan keperluan Garren untuk ke kantor.
Baru setelah itu Septy melayani dirinya sendiri. Biar pun tidak dianggap, Septy tetap mengutamakan suaminya.
Karena berbakti kepada suami adalah ladang pahala untuknya. Dan ia melakukannya dengan ikhlas.
Setelah rapi, Septy keluar dari kamar dan menuju dapur untuk sarapan. Di meja makan sudah ada Garren yang sedang menunggu dirinya untuk melayaninya.
"Maaf Mas, aku terlambat," ucap Septy.
"Hmmm, siapkan sarapanku."
Padahal sarapan sudah tersedia diatas meja. Namun Septy dengan sabar melayani suaminya dengan mengambilkan nasi untuknya.
"Baca doa dulu Mas, biar apa yang kita lakukan mendapat berkah."
"Aku tahu, tapi aku sudah berdoa dalam hati."
Septy tersenyum tipis melihat Garren makan. Septy dapat menduga jika masakannya tidak mengecewakan Garren.
Meskipun Garren tidak berkata apa-apa tentang masakan yang ia buat, namun dari cara Garren makan sudah bisa disimpulkan.
Setelah selesai makan, Garren pun segera pergi. Namun baru beberapa langkah, ia berbalik.
"Bawakan aku makan siang yang seperti ini," katanya.
"Tapi Mas aku ...."
"Aku tidak mau tahu, pokoknya aku mau kamu bawakan untukku." Kemudian Garren melangkah pergi tanpa menoleh lagi.
Septy menghela nafas, dia terpaksa harus memasak lagi. Padahal ia ingin ke kantor, dan waktunya juga sudah mepet.
"Apa boleh buat, jika tahu begini, aku akan masak lebih," gumamnya.
"Bisa saya bantu Nyonya?" tanya pelayan.
"Oh iya Bik, tolong potong bawang dan sayuran. Soalnya aku ingin cepat."
"Baik Nyonya."
Septy sesekali melirik jam ditangannya, tinggal beberapa menit lagi jam masuk kantor. Sementara dirinya masih dirumah.
Septy pun berangkat kerja dengan tergesa-gesa, sudah dipastikan ia akan terlambat.
Saat keluar dari pintu gerbang, Septy melajukan mobilnya dengan cepat. Beruntung ia terbebas dari kemacetan jalan raya.
Septy tiba di perusahaan dan berlari menuju lift. Namun baru di lobby perusahaan, ia sudah dicegat oleh Amara.
"Hei kamu, kamu terlambat datang ke perusahaan. Jadi kamu harus mengerjakan ini." Amara menyerahkan berkas tersebut.
"Maaf, ini bukan pekerjaanku. Aku terlambat karena ada urusan. Jadi sorry ye." Septy melambaikan tangannya masuk kedalam lift karyawan.
"Kamu ...!" Amara menunjuk Septy yang sudah masuk kedalam lift. Kemudian Amara menghentakkan kakinya ke lantai.
Dari sekian banyak karyawan wanita, hanya Septy yang tidak tunduk kepada Amara. Yang lain semuanya takut, karena Amara mengklaim dirinya sebagai tunangan CEO.
Sementara Septy sudah tiba di lantai yang ia tuju. Ia masuk kedalam ruangan CEO setelah mengetuk pintu.
"Mas, ehh Tuan, ini makanan Anda," ucap Septy meletakkan paper bag berisi makanan.
"Hmmm, kamu terlambat, potong gaji."
"Gak apa-apa, bayar makanan ini dua kali lipat dari gaji saya yang dipotong."
Kemudian Septy keluar dari ruangan itu. Garren tergamam mendengar jawaban Septy yang begitu berani.
"Berani sekali dia, dia pikir dia itu siapa? Hanya seorang istri bos," gerutu Garren.
Garren melihat paper bag tersebut, kemudian membuka Tupperware dan mencium aromanya.
Garren tersenyum tipis lalu menutup kembali Tupperware tersebut agar makanan didalamnya tetap hangat.
"Sejak kapan tuan bawa makanan ke kantor?" batin Tomi yang tidak sengaja melihat adegan itu.
"Masuk saja, tidak perlu ngintip," kata Garren.
Tomi pun segera masuk, namun ia tersenyum kikuk karena ketahuan oleh bos nya.
"Tuan maaf, sejak kapan Tuan menikah dengan nona Septy?"
Garren menatap tajam asistennya itu. "Sejak kapan kamu kepo urusan orang?"
Tomi garuk-garuk tengkuknya karena salah tingkah. Ia mengutuk dirinya sendiri dalam hati. Tidak seharusnya ia bertanya seperti itu.
"Maaf Tuan, saya keluar dulu."
Tomi segera keluar tanpa menunggu jawaban dari Garren. Tomi merutuki dirinya sendiri karena terlalu kepo.
Garren melihat ponselnya yang terhubung dengan cctv. Seketika ia tersenyum tipis melihat gaya Septy saat di lobby.
Apalagi saat melihat Septy melambaikan tangannya seolah mengejek Amara, hingga membuat Amara kesal.
Kemudian Garren melanjutkan pekerjaannya. Tanpa sadar waktu makan siang pun tiba. Garren melirik paper bag, ia sudah tidak sabar ingin makan.
Sementara Septy yang sudah keluar dari ruangannya pun berjalan menuju lift. Ia ingin ke lantai bawah untuk makan.
Saat tiba di kantin perusahaan, Septy melihat sudah banyak karyawan ngantri untuk mengambil makanan.
Septy pun ikut ngantri dibelakang karyawan lain. Oya, untuk karyawan pria dan wanita, tempat mengambil makanan di pisah.
Karena Garren sudah mengantisipasi ada nya pelecehan di sewaktu mengantri saat mengambil makanan.
"Hai, lama tidak masuk kerja, kalau tidak salah 3 hari ya?" tanya Sierra.
"Ya, aku ada keperluan mendadak waktu itu. Aku izin sama tuan Garren pun melalui telepon," jawab Septy.
Braak ... Septy dan Sierra melonjak kaget. Karena tiba-tiba meja mereka digebrak oleh seseorang.
"Apa masalahmu?" tanya Septy.
"Kamu berani tidak mematuhiku, kamu tahu siapa aku?" tanya Amara.
"Tahu kok, calon istri CEO, kan? Tapi apa hubungannya dengan aku? Sok berkuasa banget. Baru juga calon, jika aku jadi istri CEO sekalipun, gak sombong kaya kamu," Septy menjawab panjang lebar.
Sierra menyikut lengan Septy agar tidak melawan Amara. Namun Septy tidak peduli, ia merasa dirinya benar. Kenapa harus takut?
"Kamu benar-benar melawan ku?"
Amara mengangkat tangannya hendak menampar Septy. Namun Septy bukan gadis lemah sekarang.
Septy berdiri, dengan cepat ia menangkap tangan Amara. Kemudian plaak ... Satu tamparan mendarat dipipi Amara.
"Itu 'kan yang kamu inginkan?" tanya Septy. Kemudian ia menyentak tangan Amara dengan kuat. Sehingga Amara meringis.
Para karyawan yang ada disitu terdiam, bahkan yang sedang mengunyah makanan pun berhenti melihat Septy dengan berani melawan Amara.
"Kalian semua jangan takut, dia bukan siapa-siapa disini. Hanya menjabat sebagai supervisor sudah sok berkuasa."
Mereka semua terdiam, mereka hanya takut dipecat, karena mereka lebih sayang pekerjaan.
"Kamu...! Awas saja kamu, tunggu pembalasanku!" Amara pergi dengan perasaan marah.
Kemudian Septy melanjutkan makannya, karena ia juga perlu energi untuk melanjutkan pekerjaan.
"Berani banget sih kamu, kami disini tidak ada yang berani. Apalagi dia itu calon istrinya tuan Garren," kata Sierra.
"Kita harus berani karena benar, jangan takut untuk melawan. Kekuasaan sebenarnya disini adalah tuan Garren, bukan Amara," ujar Septy.
"Kalian, apa lihat-lihat?" tanya Septy pada karyawan yang memperhatikannya. Mereka berpikir jika Septy akan dapat masalah karena berani melawan Amara.
Merekapun kembali melanjutkan makannya dan tidak ada yang berbicara, hingga waktu istirahat makan siang pun hampir habis.
Merekapun kembali ke divisi mereka masing-masing. Sebelum Septy berpisah dengan Sierra, Sierra berkali-kali mengingatkan Septy untuk berhati-hati. Septy tahu itu, tapi ia juga tidak ingin ditindas.