NovelToon NovelToon
Seketaris Sang Pemuas

Seketaris Sang Pemuas

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:9k
Nilai: 5
Nama Author: rafi M M

Dalam perjalanan cinta yang penuh hasrat, kebingungan, dan tantangan ini, Adara harus menentukan apakah dia akan terus bertahan sebagai "sekretaris sang pemuas" atau memperjuangkan harga dirinya dan hubungan yang bermakna. Di sisi lain, Arga harus menghadapi masa lalunya dan memutuskan apakah ia siap untuk membuka hatinya sepenuhnya sebelum semuanya terlambat.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rafi M M, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 33: Kembali ke Kenyataan

Langit mulai cerah, tetapi hati Adara terasa mendung. Setelah malam itu—malam yang terlalu intim di balkon apartemen Arga—ia terbangun dengan perasaan bercampur aduk. Angin pagi yang dingin menyentuh wajahnya, mengingatkan bahwa hari baru telah tiba, namun beban yang ia rasakan masih sama.

Arga masih tertidur di sofa ruang tamunya, wajahnya yang biasanya keras dan tegas kini tampak tenang, hampir polos. Ia memutuskan untuk tidak membangunkannya. Membiarkannya dalam kedamaian adalah hal terbaik yang bisa ia lakukan setelah malam penuh emosi. Namun, hati Adara terus berteriak-teriak, bertanya-tanya apakah apa yang mereka alami semalam adalah kesalahan atau awal dari sesuatu yang baru.

Setelah menyiapkan secangkir teh untuk dirinya sendiri, Adara duduk di meja makan kecil di dapur apartemen itu. Ia memandang cangkir di tangannya, mencoba menenangkan pikirannya yang berputar-putar. Namun, bayangan malam itu terus membanjiri pikirannya—tatapan dalam mata Arga, sentuhan lembut yang tak terduga, dan kata-kata yang diucapkan dengan begitu tulus.

“Aku tidak tahu kenapa aku merasa tenang di dekatmu,” kata Arga semalam, tepat sebelum keheningan itu berubah menjadi sesuatu yang lebih intens.

Adara memejamkan mata, mencoba mengusir bayangan itu. “Ini salah,” gumamnya pada diri sendiri, meskipun ia tahu bahwa hatinya tak sepenuhnya setuju.

Setelah beberapa saat, ia mendengar langkah-langkah berat mendekat. Arga muncul dari ruang tamu, masih mengenakan kemeja yang ia pakai semalam, tetapi tanpa dasi dan dengan lengan yang tergulung sembarangan. Matanya terlihat lelah, tetapi bibirnya melengkungkan senyuman tipis saat melihat Adara.

“Pagi,” ucapnya singkat.

“Pagi,” jawab Adara, mencoba terdengar biasa saja.

Mereka duduk dalam keheningan selama beberapa menit. Hanya suara detik jam di dinding yang terdengar, membuat suasana terasa semakin canggung. Akhirnya, Arga memecah keheningan.

“Adara, tentang semalam…”

Adara langsung mengangkat tangannya, menghentikannya sebelum ia bisa melanjutkan. “Jangan. Kita tidak perlu membicarakannya.”

“Tapi—”

“Tidak ada tapi. Kita hanya... terlalu larut dalam suasana. Itu tidak akan terjadi lagi,” potong Adara dengan nada tegas, meskipun di dalam hatinya ia ingin mendengar apa yang sebenarnya ingin Arga katakan.

Arga menghela napas panjang, lalu mengangguk. “Baiklah, jika itu yang kau mau.”

Namun, meski ia mengatakan itu, Adara bisa melihat kekecewaan di matanya. Sebuah perasaan bersalah muncul di hatinya, tetapi ia tahu bahwa menjaga jarak adalah keputusan yang tepat. Arga adalah atasannya. Hubungan seperti ini hanya akan membawa mereka pada kehancuran, baik secara pribadi maupun profesional.

Setelah sarapan singkat, mereka berdua pergi ke kantor. Sepanjang perjalanan, Arga tidak banyak bicara, hanya fokus menyetir sambil sesekali melirik ke arah Adara. Di sisi lain, Adara berusaha terlihat sibuk dengan ponselnya, meskipun ia hanya menatap layar tanpa benar-benar membaca apa pun.

Ketika mereka tiba di kantor, suasana langsung berubah. Arga kembali menjadi pria dingin yang dikenal semua orang, sementara Adara mencoba bersikap profesional seperti biasa. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa ada sesuatu yang berbeda. Setiap kali mereka bertemu mata, ada ketegangan yang sulit dijelaskan.

Hari itu terasa lebih panjang dari biasanya. Adara berkali-kali melirik jam di meja kerjanya, berharap waktu bergerak lebih cepat. Namun, setiap kali ia mencoba fokus pada pekerjaannya, pikirannya kembali melayang ke malam itu—cara Arga memandangnya, bagaimana tangan mereka saling bersentuhan, dan bisikan lembutnya yang masih terngiang di telinganya.

Saat makan siang, ia memutuskan untuk menyendiri di taman kecil dekat gedung kantor. Namun, ketenangannya tidak berlangsung lama.

“Adara,” suara berat itu memanggilnya.

Ia menoleh dan mendapati Arga berdiri di belakangnya, tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. Wajahnya serius, tetapi ada sedikit keraguan di matanya.

“Apa kau sengaja menghindariku?” tanyanya tanpa basa-basi.

Adara menghela napas. “Aku hanya butuh waktu untuk berpikir.”

“Berpikir tentang apa?”

“Semua ini, Arga. Apa yang kita lakukan. Aku tidak ingin hubungan kita menjadi rumit. Aku bekerja untukmu, dan aku menghargai posisiku. Aku tidak ingin merusaknya.”

Arga duduk di bangku sebelahnya, menjaga jarak, tetapi tatapannya tetap fokus padanya. “Aku mengerti, Adara. Tapi aku tidak bisa berpura-pura kalau aku tidak merasakan sesuatu. Kau berbeda. Kau membuatku merasa… hidup. Dan itu adalah sesuatu yang belum pernah kurasakan sebelumnya.”

Kata-kata itu membuat jantung Adara berdegup kencang, tetapi ia menahannya. “Arga, ini bukan tentang apa yang kau rasakan atau apa yang aku rasakan. Ini tentang kenyataan. Kita tidak bisa mengabaikan konsekuensi dari semua ini.”

Arga terdiam, tampak berpikir. Setelah beberapa saat, ia berdiri dan menatapnya dengan serius. “Aku akan memberimu waktu. Tapi tolong, jangan menutup pintu sepenuhnya. Aku percaya kita bisa menemukan jalan.”

Adara tidak menjawab, hanya menatap punggungnya saat ia pergi meninggalkannya sendirian di taman. Hatinya terasa semakin berat.

Malam itu, di apartemennya, Adara merenung lama. Ia memikirkan apa yang dikatakan Arga, mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya ia rasakan. Namun, semakin ia berpikir, semakin bingung ia dibuatnya.

Di satu sisi, ia tidak bisa mengabaikan perasaan yang mulai tumbuh untuk Arga. Tetapi di sisi lain, ia tahu bahwa hubungan seperti ini hanya akan membawa lebih banyak masalah daripada kebahagiaan.

Akhirnya, ia memutuskan untuk menulis surat kepada dirinya sendiri—sebuah cara untuk menumpahkan semua yang ada di hatinya tanpa takut dihakimi.

"Adara," tulisnya, "kau tahu apa yang terbaik untukmu. Jangan biarkan perasaan mengambil alih akal sehatmu. Arga adalah pria yang luar biasa, tetapi kau harus menjaga jarak. Kau tidak ingin menjadi seseorang yang kehilangan segalanya hanya karena mengejar sesuatu yang mungkin tidak pernah bisa dimiliki."

Ketika ia selesai menulis, Adara merasa sedikit lebih tenang. Ia tahu bahwa keputusan untuk kembali ke kenyataan bukanlah hal yang mudah, tetapi itu adalah yang terbaik untuknya.

Namun, jauh di dalam hatinya, ia tidak bisa menghilangkan perasaan rindu yang perlahan menggerogoti dirinya. Pertanyaannya adalah: berapa lama ia bisa bertahan sebelum semuanya kembali memuncak?

1
Rajemiati S.Pd.I
lanjutannya.mana
Rafi M Muflih: kemungkinan besok ka, sekarang lagi buat dulu bab nya
total 1 replies
Scorpio Hidden
Semangat terus ka ❤️ jangan lupa mampir yah 🤭
Rafi M Muflih: baik ka
total 1 replies
Rina haryani
update lagi dong
Rina haryani
awalan yang bagus
Rina haryani
sangat menarik
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!