Seorang penjual keliling bernama Raka, yang punya jiwa petualang dan tidak takut melanggar aturan, menemukan sebuah alat kuno yang bisa membawanya ke berbagai dimensi. Tidak sengaja, ia bertemu dengan seorang putri dari dimensi sihir bernama Aluna, yang kabur dari kerajaan karena dijodohkan dengan pangeran yang tidak ia cintai.
Raka dan Aluna, dengan kepribadian yang bertolak belakang—Raka yang konyol dan selalu berpikir pendek, sementara Aluna yang cerdas namun sering gugup dalam situasi berbahaya—mulai berpetualang bersama. Mereka mencari cara untuk menghindari pengejaran dari para pemburu dimensi yang ingin menangkap mereka.
Hal tersebut membuat mereka mengalami banyak hal seperti bertemu dengan makhluk makhluk aneh dan kejadian kejadian berbahaya lainnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zoreyum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tamu tak diundang
Mereka berdua kembali ke kamar masing-masing, mencoba mendapatkan sedikit istirahat sebelum menghadapi hari baru. Namun, meskipun Raka sudah berbaring, pikiran tentang apa yang akan terjadi keesokan hari terus berputar-putar di kepalanya.
"Aku benar-benar terjebak dalam petualangan gila ini," gumamnya sendiri. "Padahal hidupku dulu cuma jualan barang-barang aneh... Sekarang aku lari dari prajurit kerajaan dan jalan bareng seorang putri."
Dia membalikkan badannya di atas kasur yang tidak terlalu empuk, mencoba menemukan posisi nyaman untuk tidur. Tapi seperti biasa, rasa gelisahnya tidak bisa hilang begitu saja. Dia mulai memikirkan berbagai hal konyol, seperti bagaimana mereka bisa menyamar lebih baik di desa berikutnya, atau bagaimana dia bisa membuat Aluna tertawa lagi esok hari.
"Kurasa jadi pahlawan itu lebih sulit dari kelihatannya," gumamnya sambil tersenyum kecil. "Tapi hei, aku bisa mencoba. Siapa tahu, aku memang ditakdirkan jadi pahlawan legendaris yang lucu."
Sementara itu, di kamar sebelah, Aluna juga kesulitan memejamkan mata. Meski dia sudah terbiasa menghadapi tekanan sebagai seorang putri, ada sesuatu tentang situasi kali ini yang berbeda. Dia bukan hanya melarikan diri dari perjodohan yang dipaksakan, tetapi juga dari kehidupan yang selama ini mengurungnya di balik dinding istana. Ini bukan sekadar kabur dari tanggung jawab; ini adalah usahanya untuk menemukan kebebasan sejati.
Namun, apa yang membuatnya semakin gelisah adalah kenyataan bahwa sekarang dia tidak lagi sendiri. Raka, dengan segala kekonyolan dan sifat kekanak-kanakannya, tiba-tiba menjadi bagian penting dari hidupnya—dan meskipun awalnya dia merasa terganggu dengan keberadaan Raka, sekarang Aluna mulai menyadari bahwa ada kenyamanan dalam kehadirannya.
"Kenapa dia harus begitu konyol... tapi juga tulus?" gumam Aluna pelan, memikirkan semua momen yang mereka lalui bersama sejak mereka bertemu. Dia tahu Raka bukan orang yang cerdas atau terlatih untuk situasi berbahaya seperti ini, tapi dia selalu ada di sana, bersedia menolongnya tanpa berpikir dua kali.
Tiba-tiba, suara gemerisik terdengar dari luar jendela. Aluna terlonjak kaget, pikirannya langsung kembali ke kenyataan. Matanya menyipit saat dia mencoba mendengarkan lebih jelas. Apakah itu hanya angin atau... sesuatu yang lain?
Tanpa berpikir panjang, dia bangkit dari tempat tidur dan berjalan pelan ke arah jendela. Tangan Aluna membuka sedikit tirai yang menghalangi pandangannya ke luar. Hanya ada kegelapan dan bayangan pepohonan yang bergoyang pelan di bawah sinar bulan.
Namun, insting Aluna mengatakan bahwa ada sesuatu di luar sana—sesuatu yang tidak terlihat tapi terasa sangat nyata.
Tanpa menunggu lebih lama, Aluna berjalan keluar kamar dan mengetuk pintu kamar Raka dengan hati-hati. “Raka?” bisiknya, mencoba tidak menimbulkan suara yang terlalu keras.
Dari dalam, terdengar suara Raka yang terbangun dari tidurnya. “Aluna? Apa yang terjadi?” Suaranya terdengar bingung dan masih mengantuk.
“Cepat keluar. Aku merasa ada sesuatu di luar.”
Pintu terbuka, dan Raka muncul dengan wajah bingung serta rambut yang semakin berantakan. “Sesuatu? Maksudmu... monster? Atau prajurit?” Dia terlihat sedikit panik, meski berusaha keras untuk tetap tenang.
“Belum jelas, tapi lebih baik kita periksa sekarang daripada menunggu sesuatu yang buruk terjadi,” kata Aluna tegas. Dia sudah memegang jubah tebal di tangannya dan mengenakannya dengan cepat.
Raka mengerjapkan matanya beberapa kali. “Jadi, kita pergi ke luar sekarang? Di tengah malam? Oke, oke... aku siap. Mungkin.” Dia meraih jaketnya dan mengikuti Aluna keluar dari rumah Melina dengan langkah hati-hati.
Ketika mereka keluar dari rumah, suasana malam tampak tenang—terlalu tenang. Tidak ada suara serangga malam atau burung yang biasanya mengisi malam dengan kicauan. Hanya ada kesunyian yang mencekam.
Mereka berdua berjalan perlahan di halaman depan rumah, mata Aluna waspada, sementara Raka mencoba menyesuaikan diri dengan kegelapan.
“Kau yakin ada sesuatu di sini?” bisik Raka, suaranya sedikit bergetar. “Maksudku... kita bisa saja langsung kembali tidur, kan?”
Aluna tidak menjawab, hanya terus melangkah dengan hati-hati. Namun, tiba-tiba, mereka mendengar suara gemerisik lagi—kali ini lebih jelas, datang dari arah semak-semak di samping rumah.
“Kau dengar itu?” Aluna bertanya sambil menoleh cepat ke arah Raka.
“Ya... dan aku tidak suka suaranya,” jawab Raka dengan wajah tegang.
Aluna merogoh kantong jubahnya, mengambil sebatang tongkat sihir kecil yang selalu ia bawa. “Bersiaplah. Jika itu prajurit atau sesuatu yang lebih buruk, kita harus bertindak cepat.”
Raka, yang tidak memiliki senjata atau sihir, menelan ludah. “Bersiap... Ya, tentu. Aku selalu siap.”
Namun sebelum mereka bisa bergerak lebih jauh, dari balik semak-semak muncul seekor makhluk kecil dengan bulu tebal berwarna biru tua, mata besar berkilauan, dan taring yang tampak lebih lucu daripada menakutkan. Makhluk itu menatap mereka dengan rasa ingin tahu, lalu membuka mulutnya, mengeluarkan suara yang... sama sekali tidak sesuai dengan penampilannya.
“Grroooowl!”
Raka langsung melompat mundur, hampir terjatuh. “Apa-apaan itu?! Makhluk peliharaan dari neraka?”
Aluna, yang awalnya terlihat waspada, kini menahan tawa. “Raka, tenang... itu hanya seekor Fluffernox. Mereka tidak berbahaya.”
“Fluffer-apa?” Raka mengerutkan kening, masih menatap makhluk kecil itu dengan ngeri.
“Fluffernox,” jawab Aluna, sambil menurunkan tongkat sihirnya dan melangkah mendekat. “Mereka makhluk magis kecil yang biasanya hidup di hutan. Mereka hanya suka penasaran dengan manusia, tidak lebih.”
Makhluk itu, yang tampaknya merasa aman setelah melihat Aluna mendekat, melompat keluar dari semak-semak dan berlari-lari kecil di sekitar kaki mereka. Taring kecilnya terlihat lucu ketika ia mencoba menggigit ranting yang terjatuh di tanah, meski jelas-jelas tidak berbahaya.
Raka menatap makhluk itu dengan mulut terbuka lebar. “Kau bercanda, kan? Makhluk ini terlihat seperti salah satu monster dalam mimpi buruk, tapi kau bilang dia tidak berbahaya?”
Aluna tertawa kecil. “Ya, benar. Dia mungkin terlihat menakutkan, tapi sebenarnya mereka sangat lembut dan ramah. Mereka hanya berisik.”
Raka menatap Fluffernox itu dengan tatapan ragu. “Aku tidak percaya. Ini pasti jebakan. Makhluk ini mungkin punya teman-teman yang lebih besar dan mereka akan muncul sebentar lagi.”
Namun, Fluffernox itu hanya terus berlari-lari di sekitar mereka, tampak tidak peduli dengan kekhawatiran Raka. Makhluk itu kemudian melompat ke arah Raka dan duduk di atas sepatunya, seolah-olah ingin bermain.
Raka menghela napas panjang. “Oke, baiklah... mungkin aku salah.” Dia menunduk dan mencoba menyentuh bulu makhluk itu dengan hati-hati. Ternyata, bulunya sangat lembut, seperti kapas.
“Tapi jangan berpikir aku sepenuhnya percaya padamu, ya,” katanya pada Fluffernox itu, yang sekarang mengeluarkan suara mendengkur kecil seperti kucing.
Aluna tersenyum sambil menggelengkan kepala. “Ayo, kita kembali ke rumah. Sepertinya tidak ada bahaya yang lebih besar dari ini.”
Mereka berdua berjalan kembali ke rumah Melina, diikuti oleh Fluffernox kecil yang terus mendengkur pelan di belakang mereka. Meski Raka awalnya merasa ketakutan, dia mulai sedikit menikmati keberadaan makhluk aneh itu.
“Setidaknya, jika kita dikejar prajurit, kita bisa lempar makhluk ini ke arah mereka,” gumam Raka, setengah bercanda.
Aluna tertawa kecil. “Ya, tentu saja. Fluffernox mungkin akan membuat mereka ketakutan... atau malah tertawa.”
Malam itu, meski sempat diganggu oleh makhluk magis yang aneh, suasana di desa tetap damai.