Ellen merencanakan misi besar untuk menghancurkan pernikahan Freya dan Draco.
Apa yang sebenarnya terjadi diantara mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DHEVIS JUWITA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PKM BAB 3 - 99 Kali Lagi
Dari kecil Draco juga tahu jika pendampingnya nanti adalah pemilik cincin Yvone. Dia tidak pernah peduli dengan calon istrinya karena menurut Draco tradisi keluarganya itu terlalu kuno.
Memimpin kerajaan mafia terbesar yang menguasai pasar gelap di benua, Draco tidak mau membuang waktunya untuk memikirkan tradisi tersebut.
Selama ini keberadaan Ellen tidak pernah Draco anggap sama sekali. Yang Draco tahu jika calon pengantinnya keturunan dari keluarga Hill. Sampai sebulan yang lalu orang kepercayaan mendiang orang tuanya berpesan jika Draco harus segera menjemput calon pengantinnya.
"Namanya Freya Hill," ucap Dante kala itu.
Dante adalah orang kepercayaan mendiang orang tuanya yang selama ini setia jadi Draco tidak pernah meragukan lelaki tua itu.
"Sepertinya memang aku tidak bisa menolaknya bukan?" tanggap Draco dengan wajah acuh. "Aku percayakan semua padamu!"
"Baik, King Draco." Dante membungkuk hormat dengan senyuman seringai yang Draco tidak sadari.
Dante kemudian membawa Freya ke kerajaan mafia De Servant dan memperkenalkan gadis itu pada Draco.
Karena Freya memiliki cincin Yvone, Draco mempercayai gadis itu sepenuhnya. Dan akhirnya pernikahan pun digelar yang membuat Freya menjadi ratu di kerajaan mafia De Servant sekarang.
Bagi Draco pernikahannya hanyalah sebatas formalitas jadi dia tidak mau sekamar dengan istrinya. Freya mempunyai kamar pribadi yang selama sebulan ini tidak pernah Draco kunjungi sama sekali.
"Kau benar-benar tidak mau menemui istrimu?" tanya Kerel untuk kesekian kalinya.
Saat ini keduanya berada di dalam mobil menuju ke apartemen Draco. Lelaki itu memutuskan tidur di apartemen untuk menghindari Freya. Seminggu ini Draco mulai tidak nyaman karena istrinya yang terus berusaha menggodanya.
"Sepertinya aku harus bersikap lebih tegas pada istriku!" geram Draco tidak suka.
Kerel hanya memutar bola matanya malas, dia tidak mau membuka suara lagi karena tahu jika suasana hati Draco tengah memburuk.
Saat mobil sampai di parkiran, Kerel bergegas untuk membuka pintu mobil. Draco keluar sembari membenahi jas yang dia pakai.
"Aku butuh waktu sendiri, siapkan misi kita, jangan sampai ada pengkhianat yang membocorkan informasi lagi," ucap Draco pada Kerel dengan nada perintah yang kental.
Kerel mengangguk patuh, kali ini dia harus lebih waspada karena banyak para pengkhianat yang ingin menghancurkan kingdom mafia De Servant.
Setelah kepergian Kerel, Draco masuk ke dalam lift untuk menuju ke unit apartemennya yang berada di lantai paling atas. Pada saat pintu lift akan tertutup, tiba-tiba ada tangan lentik menahan pintu lift tersebut yang membuatnya terbuka kembali.
Sesosok gadis cantik, tinggi, berkulit putih dan berambut pirang ikut masuk ke dalam lift.
Di dalam lift hanya ada Draco dan sang gadis yang tak lain adalah Ellen.
Beberapa hari ini, Ellen dan Enzo mengumpulkan informasi tentang Draco. Sampai akhirnya mereka mendapati jejak Draco yang seminggu ini tinggal di apartemen.
Ellen bahkan menjadi penguntit supaya dia bisa bersinggungan dengan lelaki itu. Beruntung malam ini, Draco hanya sendirian tanpa pengawalan seperti biasanya.
Jadi, Ellen harus menggunakan kesempatan itu. Malam ini Draco harus bisa menghabiskan malam panas bersamanya.
Sebenarnya Ellen begitu gugup karena ini untuk pertama kalinya dia bisa melihat Draco begitu dekat. Lelaki tinggi, berbadan kekar dengan wajah tegas, apalagi Draco mengenakan setelan jas yang pas di tubuh seolah pakaian itu diciptakan khusus untuk raga kekar itu.
"Awas kau Freya!" batin Ellen geram jika mengingat perempuan yang telah merebut posisinya. "Aku akan merebut Draco darimu malam ini!"
Ellen perlahan membuka tasnya untuk mengambil semprotan yang berisi cairan perangsang. Ellen menyemprotkan cairan itu dan memenuhi udara di dalam lift.
"Maaf," ucap Ellen malu-malu karena bau dari semprotan itu memang seperti orang buang gas.
Draco bergeming dari tempatnya, lelaki itu tidak mengubah ekspresi apapun. Dia sebenarnya tidak sudi menggunakan lift umum, sepertinya dia harus pindah ke mansion pribadi saja. Draco bisa membelinya dengan sekejap mata.
"Suasana jadi dingin, ya," tambah Ellen karena Draco yang tidak ada merespon sama sekali.
Saat lift terbuka, Draco menyeret kakinya perlahan untuk keluar. Tangan Draco membuka kancing atas kemejanya karena dia tiba-tiba merasa tubuhnya panas.
Draco sadar jika itu bukan panas biasa, dia pernah merasakan panas itu saat dijebak oleh kubu musuh dan Draco harus berakhir tidur dengan wanita malam kala itu.
"Sial!" Draco kemudian membalik badan dan memicingkan matanya pada Ellen. "Siapa kau?"
Draco mengeluarkan pistol dari balik jasnya dan menodongkannya langsung ke kepala Ellen.
"Apa yang kau lakukan, Tuan!" seru Ellen yang justru mendekati Draco.
"Selangkah lagi kau maju, maka kepalamu akan berlubang!" ancam Draco.
Peluh membanjiri kening Draco dan gejolak tubuhnya semakin menjadi-jadi. Efek dari semprotan itu rasanya lebih kuat dari pada yang pernah dia rasakan dulu.
"Sepertinya kau tidak akan melubangi kepalaku, Tuan. Karena kau membutuhkan lubang yang lain," ucap Ellen mulai menggoda. Gadis itu semakin maju kemudian menaikkan satu kakinya sampai lututnya menyentuh tonjolan di celana Draco. "One night stand?"
Draco menurunkan pistolnya lalu mencium Ellen di sana. Keduanya saling bertautan dalam ciuman dengan tubuh terus berjalan ke arah unit apartemen Draco.
...***...
Keesokan paginya, Draco membuka mata dan merasakan pusing luar biasa. Dia sudah mendapati tubuhnya tanpa busana.
"Damn!" umpatnya pada diri sendiri.
Draco mengambil celana pendeknya yang tergeletak di lantai dan memakainya.
Bersamaan dengan itu, Ellen yang sudah membersihkan diri masuk ke kamar Draco dengan segelas kopi.
"Kau sudah bangun, Tuan?" tanyanya sesantai mungkin.
Draco memicingkan matanya pada Ellen, lelaki itu berdiri dan membuka brankas yang ada di kamarnya. Draco mengambil segepok uang bernilai 100 Kan dan melempar uang itu ke tubuh Ellen.
"Pergi kau!" usir Draco.
Ellen justru terkekeh mendapat perlakuan seperti itu. "100 Kan, ya?"
"Selagi aku memberimu kesempatan hidup, lebih baik kau gunakan sebaik-baiknya!" Draco berkata dengan ancaman yang kental.
Tapi, Ellen tidak takut. Dia mengambil satu lembar uang kemudian mendekat dan berbisik di telinga Draco. "Aku akan mengambil satu lembar jadi kita masih punya kesempatan bertemu 99 kali lagi!"
_
Kan itu mata uang buatan author sendiri🤭