"Aku bersedia menikahinya, tapi dengan satu syarat. Kakek harus merestui hubungan aku dan Jessica"
Bagaimana jadinya jika seorang pria bersedia menikah, tapi meminta restu dengan pasangan lain?
Akankah pernikahan itu bertahan lama? Atau justru berakhir dengan saling menyakiti?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dj'Milano, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps16. Negosiasi Viona.
Sementara di ruangan periksa, Viona telah melakukan cek darah dan hasilnya positif, Viona siap mendonorkan darahnya untuk Alex.
"Hasilnya sudah keluar, Kak. Golongan darah Kakak cocok dengan pasien kami." jelas suster ramah.
Senyum bahagia terpancar jelas dari bibirnya "Kita tensi dulu ya, kak. Sebelum melakukan pengambilan darah" Suster menyiapkan peralatan tensinya.
Viona mengangguk menanggapi ucapan suster, gadis itu menurut apapun yang dilakukan suster padanya.
"Oh ya, Kak. Sebelumnya maaf, tapi saya hanya ingin membagi info." Suster mengatur kata-katanya sebaik mungkin. "Keluarga yang akan Kakak tolong ini berasal dari keluar yang sangat kaya raya, jika Kakak ingin meminta imbalan sebelum mendonorkan darah, saya rasa mereka tidak akan keberatan" jelas suster, melihat dari penampilan Viona, suster tersebut yakin Viona berasal dari keluarga sederhana, hingga spontan ia mengeluarkan kata-kata seperti itu.
Viona berusaha mencernah ucapan suster itu 'Meminta imbalan?' Pikirannya pun tertuju pada ucapan dokter tiga hari lalu.
.
"Mbak Viona, penyakit gagal ginjal nenek Anda sudah memasuki stadium lima. Sebaiknya segera dilakukan tindakan operasi transplantasi ginjal"
Viona berbincang panjang dengan dokter mengenai persiapan operasi. Mata gadis itu terbelalak, tenggorokannya terasa kering saat dokter menunjukan rincian biaya operasi. Tiga puluh enak juga? Dari mana ia bisa mendapatkan uang sebanyak itu?
Viona larut dalam lamunannya.
.
"Sus! Bagaimana hasilnya?" tanya Dokter Irwan ketika masuk ke ruang pemeriksaan.
Viona yang tersadar dari lamunanku pun langsung membenarkan posisi duduknya.
"Sudah, Dok. Hasilnya positif dan kondisi tubuhnya pun siap untuk mendonorkan darah." jelas suster.
"Oke, beritahukan pada Dokter Hendra untuk segera siapkan ruangan operasi" Dokter Irwan bernapas legah, ia sendiri yang akan mengambil darah Viona.
"Baik, Dok" Suster pun bergegas melakukan perintah Dokter Irwan.
"Anda siap, Nona?" tanya Dokter Irwan
"Ya" sahur Viona singkat.
"Baik, kita akan lakukannya sekarang" Dokter Irwan mulai mengeluarkan peralatannya.
Pelan namun pasti, Dokter Irwan mengikat Torniquet pada lengan Viona. Dokter tampan itu pun mulai mengambil jarum, mencari nadi dan hendak menyuntikannya pada lengan Viona.
"Tunggu sebentar," ucap Viona. Menghentikan pergerakan tangan Dokter Irwan,
Irwan menatap Viona penuh tanya.
"Aku minta imbalan" ucap Viona cepat.
"Maksud, Anda?" tanya Dokter Irwan, tak paham maksud Viona.
"Aku akan mendonorkan darahku asal aku dibayar" Viona berucap dengan tidak tahu malunya.
Tidak peduli harga diri, selama semuanya demi sang nenek, Viona rela melakukan apapun, termasuk menjual daranya sendiri.
Dokter Irwan menatap minus pada Viona, tadinya ia pikir, Viona adalah dewi penolong yang baik hati dan rajin menabung amal. Tapi ternyata Dokter Irwan salah, Viona hanyalah gadis mata duitan yang suka mengambil kesempatan dalam kesempitan.
"Katakan berapa banyak yang Anda minta?" Nada bicara Dokter Irwan mulai berbeda dari sebelumnya.
"Seratus juta" sahut Viona mantap.
Gadis itu telah memperhitungkan semuanya. Viona berencana akan mengantarkan Nenek Utari pada kerabat jauhnya di kampung.
Sisa uang dari operasi, Viona akan berikan pada sang nenek sebagai bekal di kampung dan Viona sendiri akan kembali ke kota untuk bekerja agar bisa memberikan uang pada sang nenek tiap bulannya.
"Jangankan seratus juga, satu pulau pun bisa Anda dapatkan, Nona. Sekarang biarkan saya mengambil darah Anda."
"Tidak bisa, saya mau melakukannya setelah transferan masuk kerekening ke saya"
"Apakah Anda sedang mempermainkan pasien saya? Tahukah Anda dengan siapa Anda berurusan saat ini?" Dokter Irwan mulai tersulut emosi dengan tingkah Viona.
"Saya tidak peduli, mau ditransfer sekarang atau tidak ada pendonoran darah sama sekali?" ucap Viona tegas.
Viona idak takut sedikitpun dengan ucapan Dokter Irwan. Pikir Viona, orang kaya pada umumnya sombong dan tidak peduli, bagaimana jika setelah mendonorkan darah, dirinya tidak mendapatkan bayaran sepeserpun.
Dokter Irwan menarik napas dalam dan membuangnya pelan, berusaha mengontrol emosinya.
"Baiklah, tunggu disini sebentar" ucap Dokter Irwan dengan rahang mengeras. Pria itu berjalan keluar ruangan, sambil mengeluarkan ponsel dari saku celananya.
banyak kerananya