FOLLOW IG AUTHOR 👉@author Three ono
Sebuah kecelakaan menewaskan seluruh keluarga Arin. Dia hidup sebatang kara dengan harta berlimpah peninggalan orangtuanya. Tapi meski begitu dia hidup dalam kesepian. Beruntungnya ada keluarga sekretaris ayahnya yang selalu ada untuknya.
"Nikahi Aku, Kak!"
"Ambillah semua milikku, lalu nikahi aku! Aku ingin jadi istrimu bukan adikmu."
Bagaimana cara Arin mendapatkan hati Nathan, laki-laki yang tidak menyukai Arin karena menganggap gadis itu merepotkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Three Ono, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Di mobil.
Arin tampak diam dan tidak berani bertanya apapun pada Nathan, padahal saat datang ke bandara tadi dia sudah merencanakan apa saja yang ingin ia katakan pada laki-laki itu. Tapi tampaknya wajah Nathan saat ini sedang tidak bersahabat, maka dari itu Arin lebih memilih untuk diam. Terlebih di mobil itu juga ada orang lain yang entah siapa, Arin juga tidak kenal.
Arin sesekali melirik Nathan yang lebih memilih duduk di belakang bersama wanita itu. Laki-laki itu memandang keluar jendela tapi saat Arin melihatnya tak sengaja Nathan juga melihat ke arah spion sehingga pandangan mereka saling bertemu. Arin sadar dan segera membuang pandangannya ke depan dan fokus pada jalanan.
"Perhatian jalanmu!" titah Nathan. Dia tidak tau kalau gadis yang ia tinggalkan selama sebulan ini sudah banyak berubah. Sudah berani berbicara pada orang lain dan sudah bisa membawa mobil sendiri.
Arin sadar kalau ucapan Nathan tertuju padanya, dia pun tidak berani lagi mencuri pandang.
"Nathan, dia siapa? Apa dia sekretarismu? Lalu dimana assisten Jodi." Wanita yang sejak tadi di diamkan itupun tidak sabar ingin bertanya.
"Dia? Dia adikku."
"Ohh ... kenapa kau tidak bilang dari tadi. Aku belum berkenalan dengannya," kata wanita itu dengan senyum lega mendengar kalau Arin adalah adik dari laki-laki yang ia incar. Hampir saja ia mengira kalau Arin itu seseorang yang Nathan sukai karena laki-laki itu tampak kesal saat melihat Arin berbicara dengan pria lain.
Sementara Arin tersenyum getir, lagi-lagi ia hanya dianggap adik. Tidak bisakah pria itu memperkenalkannya pada orang lain dengan status yang lain. Kekasih misalnya atau wanita yang dekat dengannya. Dan wanita itu kenapa terlihat begitu senang saat Nathan memperkenalkan Arin sebagai adik, Arin tebak pasti wanita itu mungkin salah satu penggemar Nathan atau mungkin kekasihnya. Mengingat begitu banyak wanita yang mengejar pria itu, dan Nathan juga kerap kali bergonta-ganti pasangan. Tidak sampai sebulan mungkin dia sudah putus dengan para pacarnya.
"Hai, aku Jihan. Salam kenal," ujarnya pada Arin yang sedang menyetir.
"Salam kenal juga kak, aku Arin." Arin tersenyum ramah pada wanita bernama Jihan itu.
"Apa kau masih sekolah, wahh hebat sekali sudah boleh membawa mobil sendiri."
"Aku sudah kuliah kak," sahut Arin. Lagi-lagi orang yang tidak mengenalnya pasti mengira dia anak sekolahan. Padahal dia sudah bisa dikatakan dewasa.
"Ohh ... ya ampun, maaf. Tadi aku kira kamu masih SMA kelas satu. Kamu masih menggemaskan."
Arin hanya tersenyum tipis menanggapinya. Dengan perasaan yang sedikit dongkol tentunya.
"Kenapa kau tidak pernah cerita kalau punya adik secantik ini. Apa kau kesal karena adikmu tadi berbicara dengan pria. Come on Nathan, adikmu sudah bukan anak kecil lagi. Dia bisa saja berinteraksi dengan lawan jenis dan menjalin hubungan. Menurut ku kamu tidak perlu terlalu mengekangnya," ujar Jihan sok tau.
Sementara Arin yang mendengar hal itu justru merasa aneh. Ya dulu mungkin memang Nathan sering melarangnya dekat-dekat dengan orang asing, tapi ia pikir karena dulu Arin belum dewasa dan belum tau mana orang yang baik dan tidak. Tapi tadi kenapa pria itu harus marah dan kesal bukannya justru bagus kalau Arin bisa menunjukkan kemajuannya. Sudah tidak terlalu pemalu dan penakut seperti dulu. Tapi entahlah, pria berwajah dingin itu tidak mudah ditebak.
"Oh iya Rin, apa kamu ada waktu besok. Aku sudah lama tidak pulang ke Indonesia, jadi aku merasa asing dengan tempat ini. Bisakah kau menemaniku berkeliling?" tanya Jihan. Dia ingin menggunakan kesempatan untuk mengambil hati adik Nathan. Dengan begitu mungkin saja si pria dingin itu bisa ia taklukkan.
"Emm ... i--itu ...," ragu Arin. Sebenarnya ingin menolak tapi ia tidak enak.
"Jangan mengganggunya saat sedang menyetir. Dia baru saja mendapatkan SIM, apa kau tidak takut celaka?!" Nathan memperingati Jihan dengan suara dinginnya.
"Akh maaf, aku tidak tau. Kalau begitu kau menyetir saja dengan hati-hati Arin."
Arin mengangguk lalu fokus pada jalanan lagi. Memang benar apa yang Nathan katakan tapi bukan berarti Arin begitu buruk kemampuannya. Dia mendapatkan SIM murni karena berhasil melewati ujian bukan karena sogokan. Terbukti bukan kalau dia sudah pandai, meski tidak sebanding dengan kemampuan sopir mereka.
Arin hanya menelinga apa yang Nathan dan Jihan itu bicarakan. Mereka seperti membicarakan bisnis tapi kadang-kadang diselipkan candaan atau rayuan dari masing-masing. Membuat Arin berpikir kapan Nathan bisa bersikap seperti itu padanya.
Sesuai perintah Nathan, mereka mengantarkan Jihan ke apartemennya terlebih dahulu. Tepat di depan gedung bertingkat itu Arin menghentikan mobilnya.
"Terimakasih kalian sudah mengantarkan ku. Maaf aku sudah merepotkan," ujar Jihan yang sudah turun dari mobil.
"Sama-sama kak," jawab Arin.
"Oh iya, Nathan besok kita akan bertemu lagi di kantor. Langsung pulang dan beristirahatlah, kau pasti kelelahan dengan banyaknya urusan di luar negeri yang harus kau urus."
"Hmm ... kau juga."
"Iya, aku juga akan langsung beristirahat di apartemen."
Arin sungguh merasa seperti obat nyamuk di antara mereka. Tidak bisakah mereka berhenti.
"Terimakasih sekali lagi Arin, kapan-kapan aku harap bisa berjalan-jalan denganmu," ujar Jihan.
"Iya kak." Padahal Arin ingin sekali berteriak dan mengatakan kalau dia bukanlah adiknya Nathan. Jadi wanita itu tidak perlu repot-repot mengambil hatinya karena itu percuma. Dan itu bukan hanya kali ini, tapi sudah sering. Para mantan kekasih Nathan pasti sering membuat Arin kewalahan.
Ya mungkin memang tidak banyak yang tau siapa Arin yang sebenarnya padahal dia adalah pewaris perusahaan nomor satu di Indonesia. Itu karena dulu ayahnya tidak pernah mengenalkannya ke publik dengan alasan keamanan. Tapi dulu tentu wajah Arin sempat terekspos media saat kematian keluarganya, hanya sekali itu setelahnya Mike tidak membiarkan hal itu terjadi lagi. Sampai sekarang pun media maupun para pebisnis bertanya-tanya tentang pewaris perusahaan itu. Arin sendiri sama sekali tidak pernah memamerkan apa yang ia punya bahkan saat teman-temannya membanggakan apa yang mereka punya pun Arin tetap tidak terpengaruh.
Mobil yang mereka tumpangi sudah meninggal kawasan apartemen elit itu. Kini di mobil itu benar-benar terasa mencekam bagi Arin. Dia hanya fokus menatap jalanan tanpa berani melihat ke kiri dan ke kanan apalagi ke belakang.
"Berhenti!"
"Hah? Kenapa kak? Apa kak Nathan butuh sesuatu?" tanya Arin sedikit terkejut.
"Aku bilang berhenti! Apa kau tidak dengar?" tegas Nathan dengan nada penuh penekanan.
Arin pun menepikan mobilnya tanpa bertanya lagi. ia tau kalau sudah seperti itu berarti Nathan tidak ingin dibantah. Arin pikir pria itu sudah tidak ingin berdua di mobil yang sama dengannya atau pria itu ingin pergi kemana saat mendengar suara pintu terbuka dan Nathan turun dari mobil.
Sampai sedetik kemudian dia terperanjat saat ...