Valerie terpaksa menikah dengan Davin karena permintaan terakhir papanya sebelum meninggal. Awalnya, Valerie tidak tahu-menahu tentang rencana pernikahan tersebut. Namun, ia akhirnya menerima perjodohan itu setelah mengetahui bahwa laki laki yang akan dijodohkan dengannya adalah kakak dari Jean, pria yang diam-diam ia kagumi sejak SMA dulu, meskipun Jean pernah menolaknya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xxkntng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. clingy
Setelah rapat selesai, peserta satu per satu meninggalkan ruangan. Ceza merapikan berkas-berkas miliknya yang ada di atas meja, sambil berjalan menghampiri Davin.
"Rapat yang bagus, Pak. Semua berjalan sesuai rencana yang sudah kita susun," ucap Ceza.
"Bapak benaran keren banget tadi."
"Saya gak nyangka kalau bapak bakalan banyak ngucapin kata kata spontan kayak tadi."
"Bapak setelah ini mau makan?" tawar Ceza.
"Lanjutkan pekerjaan kamu, saya harus pergi." ucap Davin.
"Saya temenin ya pak? "
"Gak perlu. " jawab Davin terus terang.
"Tapi Pak..."
"Jangan ngebantah perintah saya" ucap Davin, lalu pergi meninggalkan Ceza yang masih berdiri terpaku.
Davin melangkah keluar dari ruang rapat. Ia berjalan melewati beberapa karyawan yang tengah sibuk dengan pekerjaan masing masing, hingga sorot matanya tertuju pada istrinya, Valerie yang tengah duduk bersama dengan Jean dan jena disana.
-
"Lihat deh muka suami lo," bisik Jena pada Valerie.
Valerie mengalihkan pandangan, menatap Davin yang baru saja melangkah masuk ke dalam ruangan.
"Belum dibelai, ya, kok jutek gitu mukanya?"
"Wajahnya Pak Davin udah kayak mau nerkam orang," ucap Jena.
"Semua orang juga bakalan takut kalau raut wajah Pak Davin kayak gitu."
"Belai dulu sana, biar wajahnya gak serem," goda Jena.
"Buruan gak."
"Sebelum keduluan Ceza."
"Ayo samperin Pak Davin," paksa Jena.
"Kerjaan gue banyak," ucap Valerie sambil pura-pura sibuk dengan laptopnya.
"Itu kerjaan gue semua. Jangan sok sibuk, buruan bikin mood Pak Davin balik lagi," desak Jena.
"Buruan Masuk sebelum Ceza datang," gerutu Jena kesal.
Valerie memutar bola matanya malas. Akhirnya, dengan raut wajah kesal, ia bangkit dan berjalan ke ruangan Davin.
Di dalam ruangan, Valerie tidak menemukan siapa pun, padahal ia tadi melihat Davin masuk. Valerie menoleh ke pintu, memastikan tidak ada orang lain yang masuk, sebelum memutuskan menuju ruang khusus di dalam ruang kerja suaminya itu.
Ia menutup pintu kamar rapat, lalu terkejut ketika melihat Davin keluar dari kamar mandi dengan celana pendek dan tanpa atasan.
"Sialan, lo ngapain hah?!" Valerie menatap kesal.
"Ngapain kamu di sini?" Davin menaikkan alis.
"Kok pintunya gak dikunci kalau mandi? Kalau yang masuk tadi Ceza, gimana?"
"Memang kenapa kalau yang masuk Ceza?"
"Y-ya gak apa-apa."
"Kamu ngapain ke sini?"
"Gue cuma mau tanya, kenapa kemarin malam gak pulang?"
"Tumben kamu tanya kenapa saya gak pulang?"
"Kalau ditanya itu dijawab, bukan malah nanya balik, Davin," ucap Valerie kesal.
Davin menarik tangan Valerie, membawanya duduk di ranjang.
"Apa?" Valerie menatap suaminya serius.
"Sekali ini aja," pinta Davin dengan nada memohon.
Valerie menghela napas panjang, lalu melepas sepatu dan naik ke ranjang untuk tidur di samping Davin. Ia melingkarkan tangannya di perut Valerie, menaruh kepalanya di leher istrinya sambil menghirup aroma tubuh Valerie.
"Lo kenapa sih?" Valerie menatap suaminya serius. Tidak seperti biasanya, Davin bersikap manja seperti ini.
"Vin..."
"Lo gak mau pakai baju dulu?" tanya Valerie ragu-ragu.
Davin menggeleng. "Masih sakit gak, sayang?" tanyanya dengan nada serak.
"Udah mendingan, gak sesakit hari pertama."
"Lo belum jawab pertanyaan gue."
"Apa?"
"Kenapa kemarin malam gak pulang?"
"Ngelakuin adegan yang sama kayak gini sama Ceza ya?" tebak Valerie.
"Jangan ngaco."
"Aku ketiduran kemarin di kantor, kerjaan benar-benar banyak."
"Aku kemarin cuma tidur tiga jam, habis itu langsung siap-siap buat meeting."
"Kepalaku benar-benar pusing."
"Makanya kalau tidur teratur, jangan bandel."
"Kamu ini aneh, kalau di rumah kamu gak mau tidur sekamar sama saya, giliran di sini, kamu saya peluk kayak gini gak marah."
"Apa kita pindah tidur di sini aja, biar kamu mau dipeluk kayak gini setiap hari?" Davin menaikkan alisnya menggoda Valerie.
"Apaansi lo."
"Gue gebuk ya."
"Gue sebenarnya juga gak mau kalau lo peluk kayak gini, tapi kan..."
"Apa?"
"Tapi kan gue butuh duit lo. Lo kerja capek-capek buat gue, kalau gue gak manjain lo nanti lo bisa mati muda."
"Sekali-kali kita honeymoon, kamu mau?"
"Gak."
"Ke Maldives, pulau-pulaunya bagus. Saya yakin kamu suka."
"Gue memang suka traveling, tapi gue takut sama kegiatan honeymoon-nya."
"Memang apa yang ada di otak kamu waktu dengar kata honeymoon?"
"Honeymoon itu asik, apalagi kalau kamu nikmati setiap momennya sama saya."
"Mau kan?"
"Gak."
"Gak asik sekali kamu."