Setelah orang tua nya bercerai, Talita dan kedua adiknya tinggal bersama ibu mereka. Akan tetapi, semua itu hanya sebentar. Talita dan adik-adik nya kembali terusir dari rumah Ibu kandung nya. Ibu kandungnya lebih memilih Ayah tiri dan saudara tiri nya. Bukan itu saja, bahkan ayah kandung mereka pun menolak kedatangan mereka. Kemana Talita dan adik-adik nya harus pergi? Siapa yang akan menjaga mereka yang masih sangat kecil? Jawaban nya ada di sini. Selamat membaca. Ini novel kedua ku ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uul Dheaven, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Ternyata bisnis membuat kue lebih banyak membawa keuntungan pada Talita. Dengan bantuan Tania, ia bisa melanjutkan bisnis nya.
Jika ada yang ingin memesan catering , ia juga tidak menolak. Ia lakoni semua yang ia bisa. Fokus nya cuma satu saat ini. Mencari uang sebanyak-banyaknya untuk pendidikan Tania.
Sebentar lagi adik nya itu akan lulus dari sekolah dasar. Talita harus banyak menyiapkan semua nya. Bersyukur jika Tania mendapatkan beasiswa lagi. Jadi setidak nya ia takan fokus untuk biaya yang lain.
Rencana nya setelah uang terkumpul, ia akan menyewa rumah yang ada di depan jalan. Agar ia bisa mengembangkan bisnis nya di sana.
Rumah yang mereka tempati saat ini terlalu jauh jika ada pembeli yang datang atau ingin memesan kue.
"Kak, kita pakai aja uang tabungan Tania. Kita beli rak dan sewa rumah yang ada di depan sana. Lagian rumah ini, dapur nya sempit kak. Susah kalau kita tiba-tiba menerima banyak pesanan."
"Tapi,,"
"Kak, uang bisa di cari lagi nanti. Tania yakin. Atau kita pakai uang Tasya dulu. Nanti kita ganti, gimana?"
"Apa Tasya nggak sedih, dek. Jika uang nya kita pakai?"
"Tasya pasti senang kak. Karena uang tabungan nya di pakai untuk kebaikan."
"Baiklah kalau begitu. Ayo kita bongkar celeng itu."
Mereka berdua menghitung lembar demi lembar uang merah yang keluar dari celeng milik Tasya.
"Ini, nggak salah kak?"
"Iya dek. Uang nya bisa sebanyak ini."
"Ya nggak salah sih kak. Sejak kecil, kan uang THR Tasya yang paling banyak. Sekali dapat kadang sampe dua juta. Belum lagi dari nenek dan kakek."
Total isi celengan Tasya hampir mencapai tiga puluh juta rupiah. Selama hidup nya Tasya menabung uang pemberian dari keluarga nya.
Karena dulu keluarga mereka tidak pernah kekurangan apapun, jadi lah uang jajan nya selama ini di tabung. Bahkan, Nina sendiri tidak pernah tahu kalau Tasya memiliki uang sebanyak itu didalam celeng nya.
Naina berpikir pasti uang di dalam celeng itu hanyalah uang recehan semata. Tania lah satu-satunya yang tahu berapa jumlah uang yang ada di dalam nya.
"Kak, seperti nya rumah ini cocok untuk kita. Lagian kan dekat juga sama sekolah nya Tania. Nanti, kita sekalian jual jajanan anak-anak ya kak."
"Biar itu nanti kita pikirkan. Sekarang kita fokus satu-satu dulu ya dek."
"Gimana? Kalian jadi pindah ke sini?" Tanya bapak pemilik kontrakan itu pada mereka.
"Jadi pak. Terima kasih ya pak. Selama ini sudah sangat baik pada kami."
"Kamu kan teman nya nak Bagas. Jadi bapak pasti harus baik dengan mu."
"Bapak kenal bagas?"
"Kenal. Dia lah yang sudah membantu bapak sehingga bisa membangun rumah kontrakan ini."
"Wah, kita nggak nyangka loh pak. Kita ini sama-sama di bantu oleh Bagas."
"Jadi, kalian benar-benar yatim piatu?"
"Iya, Pak. Kami hanya tinggal berdua saja."
"Semoga rezeki kalian lancar ya. Kalau ada apa-apa, kasih tahu bapak."
"Iya pak, terima kasih banyak. Oh ya, ini ada sedikit kue. Bapak terima ya."
"Waduh, terima kasih sekali nak. Tahu saja jam segini rawan lapar. Bapak pamit dulu ya."
Setelah pemilik kontrakan pergi, mereka mulai mengatur semua barang-barang ke dalam rumah. Kali ini Talita akan membelikan tempat tidur dan meja belajar baru untuk Tania.
*****
Di rumah kediaman Naina dan Jaka, lagi-lagi nilai ulangan Andi menurun drastis. Entah ia tidak belajar atau memang pada dasar nya ia memang bo-doh.
"Dasar anak bo-doh. Itu saja kau tidak bisa."
Ctarr....
Jaka memu-kul Andi dengan tali pinggang nya.
"Ampun yah. Andi akan belajar lebih giat lagi mulai besok."
"setiap hari hanya itu saja yang bisa kamu ucapkan. Tapi sekarang, apa?"
Ctarr....
Andi menangis sambil memegang betis nya yang terkena tali pinggang. Badan nya bergetar karena belum makan sejak tadi.
"Sayang, apa yang kamu lakukan? Mengapa kau tega memu-kul anak mu sendiri."
"Dia ini anak yang bo-doh. Lihat saja nilai ulangan nya. Anak lain bisa mendapat nilai seratus. Dia hanya tujuh puluh saja. Aku kira, dengan kepergian Tania dia akan lebih rajin belajar."
"Mungkin Andi sedang tidak enak badan sayang. Jangan begini ya. Kasihan Andi. Lihatlah tubuh nya sudah bergetar."
Naina memeluk Andi penuh kasih. Ia tuntun langkah Andi masuk ke dalam kamar nya. Ia obati luka anak sambung nya itu.
"Ibu.. Ibu.."
Andi memanggil Ibu nya dalam keadaan mata tertutup. Entah Ibu mana yang ia maksud. Ibu kandung atau Ibu tiri nya yang bernama Naina.
Naina menjaga Andi di samping nya. Ia bahkan tidur sambil memeluk anak itu. Tanpa Naina sadari, tangan Andi masuk ke dalam baju nya.
Andi meraba-raba dua gundukan kembar yang membuat nya penasaran selama ini. Namun, saat ia lagi sibuk meraba, Naina terbangun karena merasa ada yang aneh.
"Andi, apa yang kamu lakukan?"
"Ibu, Andi penasaran. Seperti apa itu menyu-sui?"
"Kenapa kamu tiba-tiba bertanya hal seperti itu?"
"Kata nenek, Andi tidak menyu-sui dari bayi. Maka nya Andi penasaran. Bu, boleh ya Andi pegang sebentar."
Naina merasa kikuk. Walaupun ia sudah menganggap Andi anak nya, akan tetapi ada yang lain jika anak itu menyentuh nya.
Tanpa persetujuan dari Naina, Andi mulai menggerayangi nya. Naina merasa ada yang aneh saat Andi melakukan hal itu.
"Bu, boleh ya. Andi pengen tahu rasanya. Mungkin saja sakit Andi akan berkurang jika Andi menyu-sui."
"Dari mana Andi tahu hal itu?"
"Teman-teman Andi yang bilang. Adik mereka jatuh dan terluka, trus mama nya menyu-sui adik teman Andi itu. Lama-lama adik nya diam."
"Andi, tapi kan,,"
"Boleh ya bu."
"Kalau nanti Ayah lihat bagaimana?"
"Jangan sampai ketahuan Ayah dong, Bu. Ini kan rahasia kita."
Andi langsung membuka kancing piyama Naina. Ia langsung menarik gundukan itu dengan tangan nya begitu saja.
Bukan nya langsung menyu-su, ia malah memandang gundukan itu dengan dahi yang berkerut.
"Kenapa?"
"Kok nggak ada susu nya?"
"Karena Ibu tidak memiliki bayi."
Andi langsung menyu-su di gundukan milik Naina. Ada perasaan lain yang ia rasakan saat Andi melakukan hal itu.
"Andi! Apa yang kau lakukan?"
Tiba-tiba saja Jaka masuk ke kamar dan melihat adegan itu.
"Andi kan pengen kayak anak-anak yang lain yah."
"Kamu udah besar. Biasanya yang menyu-sui itu bayi yang masih kecil."
Setelah dijelaskan, baru lah Andi mengerti. Bahwasanya apa yang ia lakukan itu adalah salah.
Namun pandangan Jaka, terus melihat ke arah Naina. Ia seperti merasa sangat marah dengan istri nya itu. Seharusnya ia bisa lebih pintar dalam menjelaskan. Bukan nya malah mengikuti apa mau dari Andi.
"Kau menjijikkan, Naina."
"Dia masih kecil dan belum mengerti, Jaka. Harusnya kamu yang menjelaskan pada nya."
"Oh, shit. Bukankah kau pun menikmati nya?"
"Dia anakku, Jaka. Please! Stop berpikir buruk tentang kami."
"Entah lah. Aku merasa tidak yakin. Kau bahkan lebih menyayangi anak ku, daripada anak mu sendiri."
"Bukan kah kau yang menginginkan hal itu terjadi? Kau yang ingin aku mengusir mereka? Aku melakukan semua nya demi menyenangkan mu, Jaka."
"Ah, muak aku lama-lama bicara dengan mu."
Jaka langsung pergi begitu saja meninggalkan Naina sendirian di dalam kamarnya. Entah mengapa, semenjak kepergian anak-anak nya rumah nya menjadi begitu sepi.