Panggilan Emran, sang papa yang meminta Ghani kembali ke Indonesia sebulan yang lalu ternyata untuk membicarakan perihal pernikahan yang sudah direncanakan Emran sejak lama. Ancaman Emran membuat Ghani tak bisa berkutik.
Ghani terpaksa menyembunyikan status pernikahannya dari sang kekasih.
Bagi Khalisa bukan sebuah keberuntungan bertemu dengan Ghani kembali setelah tak pernah bertukar kabar selama tujuh belas tahun.
Bisakah Khalisa bertahan dengan pernikahan tanpa cinta ini, sedang suaminya masih mencintai perempuan lain.
***
"Kamu sendiri yang membuatmu terjebak." Ghani sudah berdiri di depannya, menyalahkan semua yang terjadi pada Khalisa. "Kalau kamu tidak menyetujui lamaran Papa tidak akan terjebak seperti ini." Sangat jelas kekesalan lelaki itu ditujukan padanya.
"Kalau kamu bisa menahan Papamu untuk tidak melamarku semua ini tidak akan terjadi Gha, kamu memanfaatkanku agar masih bisa menikmati kekayaan yang Papamu berikan."
"Benar, aku akan menyiksamu dengan menjadi istriku, Kha." Suara tawa yang menyeramkan keluar dari mulut lelaki itu. Membuat Khalisa bergidik ngeri, berlari ke ranjang menyelimuti seluruh tubuh. Ghani kemudian pergi meninggalkan kamar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susilawati_2393, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
03
Dalam kamar president suite itu Khalisa gelisah menunggu Ghani yang belum juga kembali. Sudah jam sebelas suaminya itu belum juga pulang. Apa Ghani meninggalkannya pulang? Ghani gak mungkin berangkat kerjakan? Atau lagi nguras kolam hotel karena gak mampu bayar.
Ah itu pikiran yang gila, mana mungkin terjadi. Khalisa tertawa kecil dengan pikirannya yang mulai konslet seperti kabel listrik yang habis digigit tikus kelaparan.
Khalisa mengalihkan pikiran dengan mengambil air wudhu lalu sholat sunnah dhuha kemudian membaca Al-Qur'an dari aplikasi handphone. Itu lebih menenangkannya dibanding mondar mandir yang membuat kakinya pegal.
Dia sibuk mengaji untuk meredakan kegelisahan yang mengganggu relung jiwa. Ghani sudah membuatnya jadi tidak waras. Khalisa tidak mendengar suaminya masuk kamar dan menikmati suara merdunya saat membaca Al-Qur'an.
Setelah lebih tenang Khalisa mengakhiri bacaan dan melepas mukena. Menatap ke arah sofa, di sana sudah ada suaminya. Bergegas dia mengalihkan pandangan pura-pura melipat mukena.
"Ini buatmu." Ujar lelaki misterius yang tinggal sekamar dengannya. Misterius karena tidak dapat ditebak kapan dia mau datang dan kapan mau pergi.
Setelah mengambilnya Khalisa mengucapkan terimakasih, sangat formal. Tidak seperti dirinya saat bersama tiga emak-emak rempong itu. Dia jaim di depan suaminya sendiri. Sikapnya yang seperti ini saja Ghani tidak mau mendekat apalagi kalau tau kelakuan aslinya pasti akan sangat ilfeel.
Membuka perlahan tiga buah paper bag dari Ghani yang berisi tiga lembar gamis dan khimar juga pakaian dalam berenda. Hatinya tersenyum mengingat suaminya mau membelikan semua itu. Wajah lelaki itu masih saja datar, tiga hari diam-diaman seperti ini bisa membuat lidahnya kaku.
"Aku mau istirahat, jangan diganggu."
"Iya, aku tidak akan mengganggumu. Aku boleh keluar biar kamu tidak terganggu"
"Terserahmu."
"Terimakasih."
Khalisa berganti pakaian ke kamar mandi, setelah rapi meninggalkan suaminya yang tidak ingin diganggu.
Gerimis hati eneng bang kalau setiap hari begini, mana gak ada uang. Hanya datang dengan gaun pengantin ke sini, semua barang ada di mobil Ayah termasuk dompet dan ATM.
Semua serba digital mudah saja meskipun tidak membawa uang cash, kenapa terlalu oon gara-gara meratapi nasib Kha, cercanya pada diri sendiri.
Azan dzuhur berkumandang Khalisa mampir di mushola sekitar hotel untuk sholat. Setelah selesai kembali berkeliling dengan jalan kaki, seperti anak orang yang hilang sedang mencari orang tuanya.
Dia masih menggunakan sendal hotel, benar-benar menyedihkan. Menantu seorang pengusaha tapi nasibnya seperti gembel jalanan, gembel elit. Khalisa tersenyum perih, belum pernah mengalami hal seperti ini. Ayah ibu selalu memanjakan terlebih saat mengetahui kondisinya. Mereka tak membiarkannya kelelahan sedikitpun.
Sekarang dia tidak boleh bergantung pada Ghani, harus bisa melakukan semuanya sendiri. Khalisa kembali ke kamar sebelum waktu ashar, suaminya sedang santai duduk di sofa. Kamar hotel itu bisa digunakan sebagai lapangan futsal saking luasnya. Tak ada pertanyaan dari Ghani yang menanyakan dia dari mana.
Bunyi perut Khalisa memecah keheningan, cacing-cacing itu memberontak lagi. Tadi pagi saja makan belum kenyang, seporsi nasi goreng yang sangat sedikit mana cukup dibagi pada semua cacing di perut. Baru ingat kalau dia belum makan siang, bisa-bisa asam lambungnya kambuh kalau tiga hari puasa seperti ini.
"Sudah makan?"
"Belum."
"Kenapa tidak makan di luar?" Ghani berdiri tepat di hadapannya. Wajah itu seperti menahan marah, membuat Khalisa takut. Salah apa lagi Khalisa pada Ghani. Lebih baik dijadikan babu sekalian. Jelas statusnya tidak akan berharap, daripada disiksa seperti ini.
"Aku tidak punya uang, tidak punya apa-apa di sini selain kamu." Ucap Khalisa pelan, tidak ingin membuat suaminya naik pitam.
"Kalau kamu tidak mau berbaik hati denganku, aku bisa masuk rumah sakit karena asam lambungku kumat." Kenapa Khalisa jadi mengemis seperti ini pada suami sendiri. Sudah seharusnya suaminya itu bertanggung jawab atas semua ini.
"Kenapa tidak bilang?"
"Kamu aja gak mau aku ganggu." Jawab Khalisa pasrah. Sakit-sakit sekalian biar Ghani puas mentertawakan kemudian menceraikan lalu menikah dengan kekasihnya. Benarkah itu yang dia inginkan perpisahan dengan Ghani?
Seperti itukah cerita-cerita halu di televisi biasanya, istri sah yang selalu tersakiti kalah oleh selingkuhan suami. Mengerikan sekali, Khalisa bergidik membayangkan.
Ghani mengambil ponselnya menelpon seseorang, sepuluh menit kemudian pintu kamar diketuk. Dia membuka pintu sedang Khalisa masih berdiri mematung menatap ibu kota yang terlihat indah dari atas sini. Lagi dan lagi Khalisa mengasihani diri sendiri.
Ghani menarik tangannya sampai duduk di meja makan, di sana sudah ada makanan dengan porsi jumbo juga segelas susu tidak ketinggalan.
"Makanlah, aku gak mau kamu masuk rumah sakit."
Benarkah? Khalisa berbinar-binar, walau tidak diungkapkannya rasa senang itu.
"Bikin repot aku jagain aja ntar."
Aahh sial, lagi-lagi Ghani mengibuli dengan menggantung kalimatnya agar Khalisa berharap kemudian terjatuh. Baiklah, dia tidak akan berharap apapun pada Ghani. Selain diberi makan setiap hari untuk bertahan hidup selama tiga hari di sini.
"Terimakasih." Ucapnya tanpa embel-embel seperti sayang, cinta, honey karena itu tidak mungkin. Pernikahan dengannya bukan atas nama cinta seperti lagu Rossa. Tapi perjodohan seperti kisah Siti Nurbaya. Beruntungnya Khalisa tidak menikah dengan aki-aki yang lemah tak berdaya. Ghani justru sangat tampan dan mempesona, jika lelaki itu mau tersenyum sedikit saja untuk istrinya.
Khalisa menyantap makanan dengan lahap. Tidak menyia-nyiakan sambel, juga paha ayam bagian atas, nila bakar, sepiring nasi. Alhamdulillah kenyaang... semua cacingnya di perut sudah bahagia.
"Terimakasih sudah menyelamatkan lambungku." Sekali lagi Khalisa mengucapkannya. Meski juga ingin hati ini diselamatkannya oleh Ghani. Kha, kamu kebanyakan berharap, haha.
"Sama-sama, mandi sana, lalu sholat. Aku mau keluar." Seulas senyum tipis muncul dibibir Ghani kemudian hilang kembali. Lelaki itu memang penuh misteri, membuat seorang Khalisa semakin penasaran.
"Gha, apa kamu akan meninggalkanku sampai malam sendirian di sini?"
"Kalau kamu sibuk antar aku pulang ke rumah aja." Lanjutnya, setelah tidak mendapatkan jawaban.
"Kalau kamu gak bisa antar biar aku pesan taksi online aja sendiri."
Juga tidak ada jawaban, lelaki itu sibuk main ponselnya.
"Aku bisa gila kesepian sendirian di sini Gha, boleh aku pulang?"
Tidak ada satu ucapan Khalisa pun yang dijawab Ghani, ya sudah tidak apa sendirian. Membantah suamikan dosa juga, meskipun di dalam kamar ini tidak dapat pahala setidaknya tidak menambah dosa. Khalisa membantin sambil beranjak ke kamar mandi.
Saat Khalisa keluar dari kamar mandi, Ghani sudah tidak ada di kamar. Mengabaikan pikiran tentang Ghani, Khalisa lebih memilih menunaikan sholat ashar. Berusaha ikhlas dengan keadaan sekarang.