"Jika kamu ingin melihat pelangi, kamu harus belajar melihat hujan."
Pernikahan Mario dan Karina sudah berjalan selama delapan tahun, dikaruniai buah hati tentulah hal yang didambakan oleh Mario dan Karina.
Didalam penantian itu, Mario datang dengan membawa seorang anak perempuan bernama Aluna, yang dia adopsi, Karina yang sudah lama mendambakan buah hati menyayangi Aluna dengan setulus hatinya.
Tapi semua harus berubah, saat Karina menyadari ada sikap berbeda dari Mario ke anak angkat mereka, sampai akhirnya Karina mengetahui bahwa Aluna adalah anak haram Mario dengan wanita lain, akankah pernikahan delapan tahun itu kandas karena hubungan gelap Mario dibelakang Karina?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Enam
Karina berdiri di dapur, menghirup aroma segar dari secangkir kopi yang terletak di sampingnya. Cahaya matahari pagi menembus jendela, menyinari area dapur yang sudah di dekor dengan warna pastel yang lembut. Dari jendela, dia bisa mendengar kicauan burung yang seakan menyambut pagi dengan bahagia. Hari ini, seperti biasa, dia berniat untuk membuat sarapan istimewa untuk suaminya, Mario, dan anak angkat mereka, Aluna.
Ketika akan membuka kulkas, dia melihat Aluna berjalan menghampiri. Bocah itu sudah rapi dan bersih. Sebelum ke dapur Karina sudah memandikannya.
"Aluna ...! Mau bantu Bunda di dapur?" tanya Karina sembari mengambil telur dari kulkas.
Aluna, yang baru berusia empat tahun, berlari kecil menghampiri Karina. "Bunda, emangnya aku boleh bantu?" tanya Aluna dengan semangat. Dengan mata bulatnya yang penuh rasa ingin tahu, Aluna menaiki kursi untuk mencapai tabel dapur.
"Tentu saja boleh, Sayang. Kita buat pancake hari ini, ya?" Karina tersenyum, merasa hangat melihat antusiasme putrinya.
“Pancake ...," ucap Aluna dengan riang. “Aku mau yang bentuk bintang!”
“Oke, bintang kita buat bintang yang cantik, ya!” jawab Karina sambil memecahkan telur ke dalam mangkuk besar. Dia lalu menambahkan susu, tepung, dan sedikit gula. Saat dia mengocok adonan, Aluna memperhatikan dengan seksama, sesekali bertanya, “Bunda, kenapa ini harus dikocok?”
"Agar semua bahan tercampur rata dan pancake-nya empuk," jelas Karina menatap Aluna yang kini menirukan gerakan mengaduk.
Tak jauh dari dapur, terdengar suara langkah kaki dan bunyi pintu yang dibuka. Mario, suaminya, muncul dengan senyum lebar. “Sayang, ada aroma apa ini? Sepertinya enak sekali!” Dia menggoda sambil mendekati Aluna dan mengecup pipi chubby anak itu.
“Pancake, Papi! Apa papi mau pancake bintang?” seru Aluna bersemangat.
"Tentu saja. Pasti pancake buatan putri papi sangat lezat," ucap Mario dengan memeluk tubuh Aluna.
Karina yang sedang mengaduk adonan ikut tersenyum walau hanya sedikit. Salahkah jika dia cemburu? Biasanya Mario akan memeluknya dan mengecup pipinya sebagai salam setiap pagi. Tapi, hari ini dia melewati semua itu dan langsung memeluk dan mencium Aluna.
Saat ini saja dia terus bercanda dengan bocah itu dan meninggalkan Karina seorang diri. Mereka berdua berjalan menuju ruang keluarga.
"Kenapa Mas Mario dan Aluna sepertinya sangat akrab? Apakah sebenarnya mereka telah lama kenal? Atau ...."
Karina mencoba membuang pikiran buruk tentang suaminya. Dia telah berjanji untuk saling percaya. Lagi pula selama ini suaminya selalu pulang, walau telat dan tak pernah menginap di tempat lain kecuali jika keluar kota.
Wanita itu lalu melanjutkan kegiatannya. Satu jam kemudian, pancake telah terhidang di meja. Setelah membuatkan kopi dan susu untuk suami dan anak angkatnya, barulah Karina berjalan menuju ruang keluarga tempat keduanya berada.
Berjalan memasuki ruangan itu, pandangan matanya langsung melihat keakraban keduanya. Aluna begitu manjanya dengan sang suami seperti ayah kandungnya.
"Asyik benar becandanya, sampai nggak sadar Bunda memanggil," ujar Karina. Dia memang telah memanggil Aluna dua kali, tapi bocah itu menggubrisnya.
Mario melepaskan pelukannya dengan Aluna. Dia memandangi istrinya dengan tersenyum.
"Aluna mungkin tak dengar karena suara kamu memanggilnya sangat pelan. Bukan dia saja yang tak dengar, tapi aku juga," jawab Mario. Sepertinya tak terima jika sang putri angkat disalahkan.
"Betul, Bunda. Nuna tak dengar," balas bocah itu.
Karina kembali tersenyum pada Aluna dan Mario. Tak mau memperpanjang perdebatan, dia mengalah dengan mangaku salah.
"Maaf, suara Bunda memang tadi sedikit kecil."
Mario yang menyadari jika suara istrinya sedikit berbeda saat mengucapkan maaf tersadar dari kesalahannya. Dia berdiri dan mendekati Karina. Memeluk pinggangnya dan merapatkan tubuh mereka.
Sebuah kecupan mendarat dibibir mungil wanita itu. Mario lalu mengecup dahi Karina.
"Selamat Pagi, kesayangan. Bagaimana tidurnya semalam?' tanya Mario dengan lembutnya.
"Seperti biasa, Mas. Nyenyak ...," jawab Karina dengan suara datar karena telah terlanjur kecewa pada sang suami.
Karina menarik napas dalam. Dia mencoba menetralkan degupan jantungnya yang berdetak kencang karena terbawa emosi.
"Apa kamu tak merasakan perbedaan?" tanya Mario. Berharap istrinya mengatakan sesuatu yang berbeda karena kehadiran buah hatinya Aluna.
"Perbedaan ...?" Bukannya menjawab pertanyaan suaminya, Karina justru balik bertanya.
Merasa terjebak dengan pertanyaannya sendiri, Mario mencoba mengalihkan obrolan. Dia bertanya hal lainnya.
"Pancake'nya sudah masak, Sayang?" tanya Mario mengalihkan obrolan.
Karina bukannya bodoh, dia menyadari jika sang suami sengaja bertanya yang lain. Namun, dia tak mau permasalahkan semuanya.
"Sekarang saatnya makan ...!" seru Karina berusaha mengembalikan suasana akrab yang tadi dia lihat.
"Aku sudah lapar, Bunda," ucap Aluna.
"Lapar ya, Sayang. Lain kali papi akan beli makanan saja. Biar kamu tak kelaparan!" seru Mario. Dia lalu meraih tubuh putrinya dan menggendongnya menuju ruang makan.
Ucapan Mario itu terasa menusuk jantung Karina. Sepertinya sang suami tak terima karena dirinya yang telat masak. Padahal dia merasa jam sarapan tetap, sama seperti biasanya.
Saat sarapan, Mario seakan tak melihatnya. Dia hanya becanda berdua dengan Aluna. Karina menarik napas dalam. Mencoba memahami sang suami.
"Mungkin Mas Mario memang sangat merindukan kehadiran seorang anak. Aku kenapa harus cemburu. Tak seharusnya aku begini."
"Karina, aku nanti pergi kerja dengan membawa Nuna," ucap Mario.
"Apa Nuna tak akan mengganggu, Mas? Biar dia di rumah saja denganku," jawab Karina.
"Nuna tak pernah mengganggu. Dia sudah biasa ke kantor," ucap Mario.
Karina terkejut mendengar ucapan suaminya itu. Berarti Aluna memang sering ke kantor sang suami. Hubungan mereka ternyata sudah sangat dekat.
Karina terkejut, matanya hingga terbuka lebar saat Mario mengucapkan kata-kata itu. "Apa maksudmu, Mas? Jadi Aluna sudah sering ke kantor kamu?" tanya Karina dengan , suaranya bergetar.
Mario terlihat sangat terkejut mendengar pertanyaan istrinya, tapi sedikit gugup. "Oh, yang aku maksudkan ... Aluna sering bertanya tentang pekerjaan aku kalau kami bertemu."
Karina memandang Mario dengan curiga. "Apa artinya kamu sudah sering bertemu Aluna?" Kembali wanita itu mengajukan pertanyaan.
Mario berusaha menyembunyikan kebenaran. "Aku ... aku salah mengucapkan. Maaf."
Karina merasa ada yang tidak beres. Dia memutuskan untuk menyelidiki lebih lanjut.
"Apa sebenarnya yang terjadi, Mas ...?" Karina bertanya, matanya seakan menembus jiwa Mario.
Mario berusaha tetap tenang. "Tidak ada apa-apa, Karina. Aku hanya salah mengucapkan."
"Tapi aku percaya jika kamu dan Aluna sering bertemu. Kalian terlihat sangat akrab. Seperti ayah dan anak kandung!' seru Karina dengan suara yang penuh penekanan.
Mario yang ingin menyuapi pancake, jadi menghentikan suapannya. Dia lalu memandangi wajah Karina dengan intens.
"Apa kamu berpikiran jika aku membohongi'mu?" tanya Mario.
Kamu harus mengatakan kebenaran ini ke Mario , biar bagaimana pun Mario harus tahu kebeneran ini
Dan semoga dgn kabar ini kan mempererat hubungan Karina dan Mario.
laaah lalu anak siapa ayah biologis dari Aluna. Berarti Mario korban dari Zoya