Semua cintanya sudah habis untuk Leo. Pria tampan yang menjadi pujaan banyak wanita. Bagi Reca tidak ada lagi yang pantas dibanggakan dalam hidupnya kecuali Leo. Namun bagi Leo, Reca terlalu biasa dibanding dengan teman-teman yang ditemui di luar rumah.
"Kamu hoby kan ngumpulin cermin? Ngaca! Tata rambutmu, pakaianmu, sendalmu. Aku malu," ucap Leo yang berhasil membuat Reca menganga beberapa saat.
Leo yang dicintai dan dibanggakan ternyata malu memilikinya. Sejak saat itu, Reca berjanji akan bersikap seperti cermin.
"Akan aku balas semua ucapanmu, Mas." bisik Reca sambil mengepalkan tangannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sri Rusmiati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mertua Idaman
Untuk membahagiakan Reca sebenarnya tidak sulit. Hal sederhana pun bisa membuat Reca bahagia. Tapi kadang, sifat Leo yang dingin kurang peka akan hal-hal romantis. Paling tidak, sekarang Leo banyak belajar. Tidak terlalu seperti kulkas dua pintu.
"Mas, aku harus ngapain ya biar gak kesepian kalau Mas kerja? Mau punya anak kan lama ya, masih satu tahun lagi. Menurut Mas kalau aku buka warung gimana? Nanti kan jadi rame banyak yang ke sini," ucap Reca disela-sela menikmati martabak coklatnya.
"Jangan ah. Nanti kamu capek. Kamu kan bisa main sama dua besti mu itu," ucap Leo.
"Mas, mereka kan kuliah. Waktu buat main sama aku jadi terbatas," ucap Reca.
"Apa kamu mau kuliah juga?" tanya Leo.
Kuliah? Bukan cuma mau, itu mimpinya. Menjadi wanita dengan gelar sarjana tentu akan terlihat keren. Tapi kuliah apa yang selesai satu tahun? Tahun depan kan Reca sudah masuk promil. Mana bisa kuliah dengan keadaan hamil muda. Apalagi hamil tua. Ah, sungguh tidak terbayangkan.
Lagipula, setelah menikah dengan Leo cita-citanya sudah sedikit berubah haluan. Reca hanya ingin menjadi ibu dan istri yang baik. Mempunyai keluarga yang utuh dan bahagia seperti orangtuanya.
"Yakin?" tanya Leo saat Reca menolak tawarannya.
"Yakin, Mas. Mas juga gak malu kan punya istri yang gak sarjana?" Reca balik bertanya.
"Eh, kok nanyanya gitu sih? Mas nikah sama kamu karena menerima kamu seutuhnya. Tidak melihat latar belakang pendidikanmu. Yang penting, kamu banyak belajar jadi ibu yang baik aja. Banyak kok di youtube. Ada tuh dokter Aisyah Dahlan. Bagus itu," ucap Leo.
Reca tersenyum. Ia senang mendengar ucapan suaminya. Bukan hanya tentang menerima dirinya yang hanya tamatan SMA. Tapi Leo juga tahu tentang Dokter Aisyah Dahlan. Artinya, meskipun belum punya anak tapi Leo sudah mempersiapkan diri. Bahkan ternyata perubahan sikapnya yang perlahan berubah ternyata karena sering menonton youtube.
Sejak deep talk dengan Dini kemarin, Reca semakin membuka pola pikirnya. Selalu berusaha untuk positif thinking terhadap suaminya. Ia juga mulai bergaul dengan ibu-ibu yang berada di sekitar rumah kontrakannya.
"Tumben Dek Reca beli sayur di sini," ucap salah satu ibu-ibu.
"Iya," jawab Reca dengan senyum yang penuh dengan keterpaksaan.
Sesampainya di rumah, Reca menelepon Dini. Kembali ia menceritakan kekesalannya. Beruntung Reca mendapat sahabat yang selalu memberikan saran positif. Dini mengingatkan Reca untuk bersabar dan belajar lagi untuk bergaul dengan ibu-ibu di sekitar rumah kontrakan.
Berkat saran dari Dini, Reca semakin hari tumbuh semakin kuat. Ia semakin kebal dengan julidnya ibu-ibu. Terbiasa dengan pertanyaan a, b, c hingga z yang kadang memojokannya.
"Masih muda padahal ya! Tapi kok belum punya anak. Makannya gak sehat ya? Makanya gak subur," celetukan ibu-ibu pagi itu.
Hal yang membuat Reca harus menghela napas panjang. Awalnya ia hanya diam dan tersenyum. Tapi semakin lama, kesabarannya yang setipis tissue itu makin terkikis. Akhirnya keberaniannya muncul dan mengimbangi kejulidan ibu-ibu.
"Bukan gak subur bu. Saya lagi belajar dulu jadi ibu yang baik. Kan gak lucu nanti saya udah punya anak tapi jadi emak-emak yang julid. Kasian nanti anak saya malu punya ibu kayak saya," jawab Reca.
Senyum puas tersungging di bibirnya saat melihat ibu-ibu julid nampak kesal dengan jawabannya. Sementara di sisi lain, ia melihat salah satu tetangga mengacungkan jempolnya. Sepertinya ibu itu senang dengan jawabannya.
Selidik punya selidik ternyata ibu-ibu julid itu memang begitu. Tidak hanya kepada Reca, tapi ke semua tetangga yang lain. Reca semakin semangat saat ada tetangga yang mendukungnya.
"Anak itu bukan untuk lomba. Kalau belum siap ya memang lebih baik di program dulu. Saya juga nikah delapan tahun baru punya anak," ucap salah satu tetangganya.
"Oh ya? Berarti saya belum ada apa-apanya ya? Saya baru nikah jalan enam bulan, ucap Reca.
"Aduh, masih pengantin baru. Nikmati dulu masa pacarannya. Masalah Bu Siti, sudah jangan diambil hati. Pokoknya masuk telinga kanan keluar telinga kiri," ucap Tika salah satu tetangganya yang baik.
"Iya Mbak Tika, makasih ya!" ucap Reca.
Setelah kembali ke rumah, Reca menyimpan sayuran hasil belanjanya. Ia meraih cermin yang tergeletak di meja.
Haii, aku udah jadi ibu-ibu loh sekarang. Aku baru pulang belanja sayur. Temanku yang lain pasti lagi dandan cantik mau kuliah atau berangkat ke tempat kerja. Sabar ya. Aku janji buat belajar gak ngeluh terus sama kamu.
"Ca," panggil seseorang dari luar.
Reca tahu betul suara itu. Bu Lena, mertua yang sangat menyayanginya. Dengan senyum lebar, Bu Lena meletakkan barang bawaannya. Dari mulai beras hingga daging lengkap dengan kerupuknya. Segera ia memeluk Reca dan mengusap-usap punggungnya.
"Sehat, Nak?" tanya Bu Lena.
"Sehat, Bu. Ibu juga sehat, kan? Bapak mana?" tanya Reca.
"Bapak lagi ada kerjaan. Ibu udah kangen banget sama kamu. Makanya ke sini. Gak apa-apa kan?" ucap Bu Lena.
"Ya gak apa-apa dong. Aku malah seneng ibu ke sini. Ibu ngapain bawa beras sama itu sih bu," ucap Reca sambil menunjuk barang bawaan mertuanya.
Bu Lena segera membawa kembali barang bawaannya dan mengikuti Reca ke dapur. Bahkan membantu Reca merapikan barang bawaannya ke dalam kulkas.
"Ini ayam udah ibu kasih bumbu. Nanti kamu tinggal goreng. Ikan juga ada. Ini kerupuk juga kamu masukin toples ya," ucap Bu Lena.
Bukan kali pertama, Bu Lena juga beberapa kali mengirim makanan untuk Reca. Namun kadang ia menggunakan jasa gojek dan tidak ikut menemui menantunya. Hal itu karena Bu Lena sibuk mengurus tokonya.
"Kamu belanja?" tanya Bu Lena saat melihat sayuran di kantong kresek.
"Iya, Bu. Tadi ada tukang sayur," jawab Reca.
"Bisa masak sayur?" tanya Bu Lena.
"Belajar Bu. Tapi gak enak kayak buatan Ibu," jawab Reca malu.
"Ya ampun. Maafin anak ibu ya, Nak. Kasihan kamu jadi capek masak. Maafin anak ibu kalau belum bisa bikin kamu bahagia," ucap Bu Lena sambil mengelus kepala Reca.
Reca terharu. Bu Lena adalah mertua idaman. Di saat mertua yang lain sibuk membela anaknya mati-matian, Bu Lena sibuk membuat menantunya bahagia. Tidak banyak menuntut.
Kebanyakan mertua menganggap anak laki-laki adalah milik orang tuanya sampai kapanpun, namun bagi Bu Lena anak laki-laki adalah tanggung jawab orang tuanya. Beberapa kali Bu Lena meminta maaf karena belum bisa membuatkan rumah untuk Reca.
Bu Lena sendiri tidak mengajak Reca untuk tinggal bersamanya. Bukan karena tidak mau ada Reca di rumahnya, namun ia tidak mau Reca merasa canggung. Bu Lena ingin anak menantunya bebas. Rumah tangga itu tidak baik jika ada campur tangan orang tua.
"Bu, terima kasih banyak ya. Maaf kalau Reca belum bisa membahagiakan Ibu. Terima kasih juga sudah melahirkan dan mendidik Mas Leo menjadi suami yang baik." Reca memeluk erat Bu Lena.
maaf ya
semangat