Seorang gadis cantik, jenius dan berbakat yang bernama Kara Danvers bekerja sebagai agen ganda harus mati di karena dikhianati oleh rekannya.
Namun, alih-alih ke alam baka. Kara malah bertransmigrasi ke tubuh bocah perempuan cantik dan imut berusia 3 tahun, dimana keluarga bocah itu sedang di landa kehancuran karena kedatangan orang ketiga bersama dengan putrinya.
"Aku bertransmigrasi ke raga bocil?" Kara Danvers terkejut bukan main.
"Wah! Ada pelakor nih! Sepertinya bagus di beri pelajaran!" ucap Kara Danvers menyeringai dalam tubuh bocah cilik itu.
Apa yang yang akan dilakukan sang agen ganda saat di tubuh gadis cilik itu dan menggemaskan itu. Yuk mari baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tuan Dan Nyonya Prameswari Terkejut
Pintu mobil terbuka Vara dibantu turun oleh sang ibu, Diikuti tuan Anggara Prameswari dan nyonya Ambar Prameswari. Beberapa pengawal berjejer rapi. Mereka menunduk hormat saat melihat sang tuan telah kembali.
"Selamat datang Nona Selvira dan Nona muda!" seru para pengawal itu.
Saat bocah itu melangkah keluar dari mobil, matanya yang tajam langsung menyapu area sekitarnya.
Vara tidak hanya melihat kebesaran mansion atau orang-orang yang berdiri di sekitarnya, tetapi juga memperhatikan detail kecil gerakan samar di balik pohon besar di sebelah kanan, bayangan yang terlihat di balkon lantai dua, dan suara langkah halus yang hampir tidak terdengar di belakang pagar. Semua ini sudah dia sadari dalam beberapa detik pertama.
Rumah mafia emang beda fibesnya sama rumah biasa! batin Vara.
"Selamat datang di kediaman Prameswari, Vara sayang," ujar tuan Anggara tegas namun lembut.
Vara mengangguk polos. "Mancion Glandpa cangat becal," jawab Vara.
"Kenapa Papa harus menyambut kami seperti ini? Ini terlalu berlebihan," sahut Selvira.
Nyonya Ambar tersenyum. "Tidak apa-apa Vira, ini untuk Vara juga," jawabnya, lalu menatap sang cucu. "Vara ini rumahmu sekarang, Vara jangan takut ya sama paman-paman yang ada disini yah," sahutnya.
Vara tersenyum polos. "Telima kacih Glandma! Tapi Vala tidak takut kok," jawab Vara.
Jawaban bocah itu membuat nyonya Ambar dan tuan Anggara terkejut sejenak. Anak-anak seusianya biasanya menunjukkan sedikit rasa gugup atau malu di depan orang asing, tetapi gadis kecil ini berbicara dengan kepercayaan diri yang tidak biasa.
Matanya, meskipun penuh dengan kepolosan masa kecil, menyimpan ketenangan dan kewaspadaan yang jarang terlihat.
Ketika mereka mulai melangkah masuk, bocah perempuan itu tiba-tiba berhenti, matanya menatap sudut atas gerbang masuk mansion. Kakek dan neneknya memperhatikan gerakannya.
Tuan Anggara sedikit heran, bertanya dengan nada serius, "Ada apa, Sayang? Sesuatu yang menarik perhatianmu?"
Vara dengan tenang menunjuk ke arah bayangan di sudut gerbang. "Ada ceceolang di cana. Dia cedang belcembunyi. Aku tidak bica melihat wajahnya, tapi dia memegang cenjata."
Tuan Anggara terdiam, menatap tajam ke arah yang ditunjuk sang cucu. "Bagaimana Vara bisa tahu?" tanyanya.
Bocah perempuan itu mengangkat bahu kecilnya, berbicara dengan nada santai, "Gelakannya hampil tidak tellihat, tapi aku bica melacakannya, Glandpa. Dia beldili di cana cejak aku tulun dali mobil."
Tuan, nyonya bahkan sang ibu, Selvira terkejut mendengar ucapan gadis kecil itu. Bahkan, Selvira tidak tahu hal itu.
Tuan Anggara langsung melambaikan tangannya, memberi isyarat kepada salah satu pengawal yang berdiri tidak jauh.
Dengan cepat, pria itu bergerak menuju area yang ditunjukkan oleh bocah tersebut. Tidak lama kemudian, mereka kembali dengan seorang pria yang mencoba menyembunyikan senjata di balik jaketnya.
Pria itu adalah salah satu pengawal bayang yang ditugaskan untuk berjaga di sekitar mansion, tetapi tidak ada yang pernah menyadarinya sebelumnya.
Bahkan para tamu yang datang ke mansion biasanya tidak menyadari keberadaan pengawal seperti itu.
Tuan Anggara dengan suara dalam, memandang sang cucu dengan rasa takjub. "Kamu benar-benar melihatnya? Dia adalah salah satu pengawal terbaik Grandpa. Tidak banyak orang yang bisa menyadari keberadaannya."
Vara tersenyum kecil, menatap kakeknya dengan tenang. "Dia tidak cukup hati-hati, Glandpa. Gelakannya tellalu kaku caat mengubah pocici."
Anjay! Pocici gak tuh! ucap Vara dalam hati terkekeh.
Mata nyonya Ambar terbuka lebar, dia menatap sang suami yang juga menatapnya. Sepertinya mereka satu pikiran, mereka benar-benar kagum dengan sang cucu.
"Ayo sayang. Kita masuk ke dalam," ajak nyonya Ambar tersenyum lembut.
Mereka melanjutkan perjalanan masuk ke dalam mansion. Di sepanjang lorong, bocah itu kembali menunjukkan pengamatannya yang tajam.
Vara menunjukkan lokasi dua pengawal bayang lainnya yang tersembunyi di balik dinding dekoratif, serta satu yang bersembunyi di langit-langit tinggi aula utama.
Setiap pengamatan yang Vara katakan terbukti benar. Bahkan para pengawal bayang itu, yang dikenal karena kemampuan mereka yang luar biasa dalam menyembunyikan diri, tampak terkejut ketika bocah kecil itu bisa menemukan mereka dengan mudah.
Di ruang utama mansion, keluarga itu duduk di ruang tamu besar. Tuan dan nyonya Prameswari saling berpandangan, masih berusaha memahami kemampuan luar biasa cucu mereka.
Pria parubaya memandang sang cuc dengan serius. "Vara sayang, bagaimana kau bisa tahu semua itu? Tidak mungkin seorang anak seusiamu bisa memiliki pengamatan seperti ini?!" tanya tuan Anggara.
Vara tersenyum kecil, menatap kakeknya dengan tatapan tenang. "Vala hanya tahu, Glandpa. Vala bica melacakan meleka. Meleka tidak cehalusnya tellalu dekat dengan kita, kan?"
Gadis kecil itu menatap polos sang kakek, nyonya Ambar memegangi tangan sang cucu satu-satunya.
"Vara sayang! Kamu terlalu istimewa. Apa ada hal lain lagi yang bisa, Vara ceritakan?" tanya nyonya Ambar mengetes.
Selvira menatap sang putri dengan pandangan yang rumit. Dia tak menyangka darah sang ayah benar-benar menurun pada putrinya.
"Tempat ini aman, Glandma. Tapi pengawal-pengawal itu halus lebih hati-hati. Meleka tellalu banyak belgelak, jadi mudah ditemukan."
Mereka meremehkan kemampuan agenku! batin Vara menyeringai.
Jawaban Vara membuat para pengawal yang bersembunyi merasa syok. Jika bisa, mereka bahkan bisa memuntahkan seteguk darah.
Mereka adalah orang-orang terlatih, dan sekarang seorang bocah perempuan mengatakan jika mereka terlalu banyak bergerak. Hingga, mudah diketahui, benar-benar di luar BMKG.
Tuan dan nyonya Prameswari semakin kagum dengan kemampuan cucu mereka. Sedangkan Selvira merasa khawatir, dia tak ingin sang putri terjun dalam bahaya.
Selvira tahu, papanya, seorang mafia besar yang sudah terbiasa dengan dunia penuh tipu daya dan bahaya.
Tuan Anggara merasa bahwa cucunya ini adalah kekuatan besar yang akan mengubah segalanya.
" Vara sayang, kamu benar-benar anugerah bagi keluarga ini. Grandpa tidak pernah menyangka bahwa cucuku akan memiliki kemampuan seperti ini," ujar tuan Anggara merasa bangga.
Vara dengan suara lembut, namun penuh keyakinan. "Vala hanya ingin melindungi kelualga kita, Glandpa. Kita halus celalu waspada."
"Papa benar-benar bangga, Vira. Kau melahirkan anak yang jenius, Nak." tuan Anggara menatap sang putri dengan penuh kasih sayang.
Malam itu setelah makan malam bersama, keluarga itu menghabiskan waktu bersama di ruang tamu mansion membicarakan banyak hal.
Namun, di dalam hati kakek dan nenek Vara, mereka merasa bahwa bocah ini adalah masa depan keluarga mereka.
Dengan kecerdasannya yang luar biasa dan kemampuannya untuk melihat apa yang tersembunyi, dia adalah kekuatan yang tidak bisa dianggap remeh.
Vara tahu bahwa hidupnya di mansion ini akan penuh dengan tantangan, tetapi dia siap menghadapinya.
Jiwa seorang agen ganda yang terlatih telah membawanya ke sini, dan dia tahu bahwa ini adalah awal dari sesuatu yang besar.