KESHI SANCHEZ tidak pernah tahu apa pekerjaan yang ayahnya lakukan. Sejak kecil hidupnya sudah bergelimang harta sampai waktunya di mana ia mendapatkan kehidupan yang buruk. Tiba-tiba saja sang ayah menyuruhnya untuk tinggal di sebuah rumah kecil yang di sekelilingnya di tumbuhi hutan belukar dengan hanya satu orang bodyguard saja yang menjaganya.
Pria yang menjadi bodyguardnya bernama LUCA LUCIANO, dan Keshi seperti merasa familiar dengan pria itu, seperti pernah bertemu tetapi ia tidak ingat apa pun.
Jadi siapakah pria itu?
Apakah Keshi akan bisa bertahan hidup berduaan saja bersama Luca di rumah kecil tersebut?
***
“Kamu menyakitiku, Luca! Pergi! Aku membencimu!” Keshi berteriak nyaring sambil terus berlari memasuki sebuah hutan yang terlihat menyeramkan.
“Maafkan aku. Tolong jangan tinggalkan aku.” Luca terus mengejar gadis itu sampai dapat, tidak akan pernah melepaskan Keshi.
Hai, ini karya pertamaku. Semoga kalian suka dan jangan lupa untuk selalu tinggalkan jejak🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fasyhamor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Pernah Berkencan
“Paman, apa yang kamu lakukan?”
Dante baru saja turun ke ruang bawah tanah dan masuk ke dalam jeruji besi yang berisi ruangan temaram. Matanya mendapati sosok pamannya sedang membungkuk berhadapan dengan salah satu pria berkepala plontos itu yang masih terikat kuat di atas kursi kayu.
“Mencoba peruntungan dengan bertanya kembali pada dua bajingan ini.” jawab Rio, menegapkan tubuhnya dan mengeluarkan pematik besi bergambar naga.
“Apa itu?“ Dante bertanya kala melihat pematik itu di tangan Rio.
“Ini pematik.”
Dante berdecak kesal. “Aku tahu itu pematik, tetapi pematikmu seharusnya bukan seperti itu.”
Rio menatap pematik di tangannya lalu menatap wajah keponakannya. “Aku mendapatkannya dari brankas di depan yang kamu gunakan untuk menyita barang-barang mereka berdua, ini pastinya milik salah satu dari mereka.”
Dante bersedekap dada, matanya menatap lekat pada wajah kedua pria kepala plontos itu yang semakin terlihat mengenaskan.
“Pematik bergambar naga dan tato bergambar naga.” Dante bermonolog.
Rio ikut menatap kedua musuh tersebut. “Ini membuktikan bahwa mereka bukan hanya orang biasa saja yang di bayar untuk mencelakaimu dan putriku, ini pastinya milik sebuah organisasi yang membenci kita.” pria paruh baya itu menyimpulkan.
Dante berdecak puas, matanya terpancarkan banyak hal yang akan ia lakukan kepada para musuhnya.
“Ini akan semakin seru.”
...\~\~\~...
Luca membukakan pintu mobil untuk Keshi saat keduanya sudah berada di depan kampus. Hari ini adalah hari pertama Keshi untuk menempuh masa kuliahnya setelah selesai mengikuti masa ospek.
“Hari ini aku hanya punya satu mata kuliah, kamu bisa menunggu atau pulang saja.” ucap Keshi kearah Luca yang kini berdiri di sebelahnya.
“Aku akan menunggumu.” jawab Luca, kepalanya menunduk, tubuhnya tinggi sedangkan Keshi pendek, jadi pria itu harus menunduk untuk menatap wajah Keshi.
“Baiklah, terserah kamu saja.” Keshi melangkah pergi sambil melambai pada bodyguardnya.
Luca memperhatikan gadis itu yang sekarang sudah berbelok, ia memasukkan satu tangan ke dalam saku celananya sambil masuk ke dalam mobil. Kacamata hitam yang tadinya bertengger di kedua matanya, kini ia lepas dan di taruh di atas dasbor.
Drrtt!
Bunyi dering telepon membuat Luca meraih ponselnya dan menempelkannya di satu telinganya.
“Ada apa?”
“Kamu tidak ingin melapor lagi?” suara pria itu terdengar tegas.
Luca menatap depan, melihat para mahasiswa masuk bersamaan ke dalam kampus.
“Belum ada lagi yang harus aku laporkan kepadamu.”
“Ada, Luc.” si penelepon menyela.
Luca mengerutkan dahinya bingung. “Apa?”
“Seperti mengatakan bagaimana sosok putri dari Rio Sanchez yang bernama Keshi Sanchez?”
Luca bergeming diam, ia tidak bisa melaporkan sesuatu secara sembarangan. Sejujurnya memang sejak awal Luca ingin melaporkan banyak hal tentang Keshi kepada pria di seberang teleponnya, tetapi ia memikirkan ulang untuk mengatakan hal tersebut. Semakin dirinya dekat dengan Keshi, ia merasa tidak bisa melakukan kewajibannya untuk melapor.
“Luc?” pria itu memanggil Luca.
Luca sadar dari lamunannya dan menjawab, “memang apa yang ingin kamu tahu tentang dia?”
“Laporkan tentang jam berapa gadis itu pergi keluar, tentang makanan dan minumannya, kebiasan dan hal semacam itu. Kita bisa memanfaatkan putrinya untuk menyerbu Rio Sanchez.”
Luca mengetatkan rahangnya, ia ingin melaporkan semua itu. Luca adalah bodyguard terdekat dengan Keshi, tetapi ia merasa berat hati untuk membiarkan Keshi berada di suatu hal yang berbahaya.
“Kamu tidak ingin mengatakannya pada kami? Jangan bilang kamu sudah jatuh cinta dengan gadis itu?” pria itu menuduhnya.
“Jatuh cinta?”
“Kamu tidak pernah melaporkan tentang gadis itu, dengan posisimu yang menjadi bodyguard yang dekat dengannya, kamu bisa saja jatuh cinta pada gadis itu.”
“Aku tidak jatuh cinta dengan gadis itu.” selak Luca dengan nada tajam.
“Baguslah kalau begitu, kamu memang tidak boleh jatuh cinta kepadanya. Berikan aku laporan tentang gadis itu nanti malam.”
Tut!
Panggilan tertutup, Luca melempar ponselnya ke kursi sebelah dengan perasaan kesal. Kesal akan perasaannya sendiri dan kesal akan logikanya. Mereka banyak menuntut terhadap Luca dan ia jadi semakin benci kepada oknum-oknum itu.
Satu hal yang membuat Luca masih terus menuruti titah mereka adalah untuk menguak penjelasan tentang lima tahun silam, peristiwa di mana adiknya mati terbunuh.
...\~\~\~...
Keshi keluar dari gedung kampus dan menemukan sosok Luca menggunakan jas hitam lengkap dengan kacamata hitam. Pria itu berdiri tegap di sebelah mobil sedan hitam.
“Apa kamu menunggu sedari tadi?” Keshi bertanya kala dirinya sudah berdiri di hadapan bodyguardnya.
Luca mengangguk dan membukakan pintu bagian kursi penumpang depan.
“Aku kuliah selama dua jam, Luca. Kamu menunggu selama itu?” Keshi menatap Luca dengan tidak percaya.
Dua jam itu tidak sebentar, seharusnya Luca bisa pulang terlebih dahulu.
“Itu tidak lama, aku masih bisa menunggumu.” jawab Luca, masih setiap memegang pintu mobil untuk mempersilahkan Keshi masuk ke dalam.
Keshi memanyunkan bibirnya sembari masuk ke dalam dan duduk di kursi penumpang.
“Sebelum pulang lebih baik kita makan dulu di restoran ayam di depan sana.” Keshi menunjuk sebuah restoran berukuran sedang yang dekat gedung kampusnya.
Luca mengikuti arah tunjuk gadis itu, tangannya memutar setir dan melajukan mobilnya dengan kecepatan rendah menuju restoran tersebut.
Keduanya berjalan keluar dari mobil. Padahal Luca berniat ingin membukakan pintu disebelah Keshi, tetapi gadis itu lebih dulu mendorong pintunya sendiri.
“Aku akan menunggumu di sini.” ucap Luca.
“Tidak, Luca. Kamu juga ikut makan bersamaku di dalam.” selak Keshi dengan tatapan tajam kearah Luca.
“Tapi…”
“Tidak ada tapi.” Keshi menarik tangan Luca untuk mengikuti langkahnya masuk ke dalam restoran.
“Saya mau pesan dua ayam berukuran sedang dengan minumannya.” Keshi berucap kepada kasir di hadapannya, tangannya pun masih menggenggam tangan Luca. Seakan takut pria itu kabur dan tidak makan bersamanya.
“Baik, kalian bisa mencari meja makannya.” kasir itu tersenyum dan mengangguk.
Setelah melakukan pembayaran terlebih dahulu, Keshi berjalan di depan dan Luca di belakangnya. Lagi dan lagi perasaan Luca terasa aneh saat menatap tangannya di genggam kuat oleh tangan hangat Keshi.
Apa dirinya benar-benar jatuh cinta dengan Keshi? Sungguh? Usianya sudah 30 tahun, selama 30 tahun itu Luca tidak pernah jatuh cinta dan berkencan, ini pertama kalinya ia merasa terganggu akan perasaan aneh ini.
Bertahun-tahun sebelumnya hanya ia habiskan untuk mengurus adiknya, mencari uang dengan cara bagaimanapun untuk menghidupi dirinya dan adiknya.
“Luca!” Keshi memanggilnya dengan nada tinggi. “kenapa kamu melamun?”
Luca melirik meja di hadapannya lalu menatap wajah Keshi yang berada dekat di depan wajahnya. Pria itu berdeham, menghilangkan kegugupannya.
“Tidak apa-apa.”
Keshi mengangguk saja, ia memainkan ponselnya sambil menunggu pesanan makanan mereka datang.
Luca duduk di hadapan gadis itu dengan canggung, matanya sesekali menatap gadis itu, kemudian membuang muka dan memperhatikan jalanan di luar sana lewat jendela di sebelahnya.