Sebelum meninggalkan Kenanga untuk selamanya, Angga menikahkan Kenanga dengan sahabatnya yang hanya seorang manager di sebuah bank swasta.
Dunia Kenanga runtuh saat itu juga, dia sudah tak punya siapa-siapa lagi di dunia ini selain Angga, dan kini Kakaknya itu pergi untuk selama-lamanya.
"Dit, gue titip adik gue. Tolong jaga dia dan sayangi dia seperti gue menyayanginya selama ini" ~Angga ~
"Gue bakalan jaga dia, Ngga. Gue janji" ~ Aditya ~
Apa Kenanga yang masih berada di semester akhir kuliahnya bisa menjadi istri yang baik untuk Aditya??
Bagaimana jika masa lalu Aditya datang saat Kenanga mulai jatuh cinta pada Aditya karena sikap lembutnya??
Bagaimana juga ketika teman-teman Aditya selalu mengatakan jika Kenanga hanya istri titipan??
Lalu, bagaimana jika Aditya ternyata menyembunyikan latar belakang keluarganya yang sebenarnya dari semua orang??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menerima dengan ikhlas
"Bersih-bersih dulu ya Dek, habis itu sholat, baru makan"
"Iya Mas"
Aditya melepas jaket serta sepatunya. Terlihat sekali jika Adit adalah pria yang rapi. Anga sejak tadi hanya memperhatikan Aditya yang langsung mengembalikan sepatu di raknya, juga menggantung jaketnya di kamar.
Anga masih asing dengan keadaan seperti ini. Dulu dia tidak pernah melakukan hal kecil seperti yang Aditya lalukan. Semua baju, sepatu dan yang lainnya ada asisten rumah tangga yang membereskannya.
Anga yang mulai tau diri juga ingin mencoba meniru kebiasaan Aditya, tapi Anga bingung harus mulai dari mana. Dia sungguh tidak tau apa-apa mengenai rumah tangga dan pekerjaannya.
Ternyata selama ini otaknya hanya di gunakan untuk belajar saja, tapi untuk hal kecil seperti itu, otak Anga kosong.
Anga tersadar dari lamunannya saat pintu kamar mandi tertutup. Ternyata suaminya telah lebih dulu membersihkan diri.
Wanita dengan rambut sebatas pinggang yang di beri warna dark brown itu memilih masuk ke dalam kamar.
Kini Anga merasa risih sendiri melihat keadaan kamar Aditya. Kamar yang tadi malam ia masuki begitu rapih tapi saat ini justru berbeda jauh.
Bantal tak pada tempatnya, selimut belum di lipat, juga baju ganti milik Anga yang tadi pagi masih berada di atas ranjang. Handuk basahnya juga masih tergeletak tak berdaya di sana.
Anga benar-benar di tampar kenyataan saat ini. Dia seperti berbanding terbalik dengan Aditya, malu rasanya karena Aditya tadi sempat masuk ke dalam kamar. Pria itu pasti sudah melihat keadaan kamarnya yang lebih parah dari kapal pecah.
Anga cepat-cepat membersihkan kamar i##tu sebelum Aditya keluar dari kamar mandi. Memasukkan semua bajunya ke dalam koper yang masih terbuka dengan bajunya yang berhamburan.b
Anga juga melipat selimut dan merapikan bantalnya lagi. Anga memang belum pernah membereskan ranjangnya sendiri. Tapi bukan berarti dia tidak bisa. Walau tak serapi Aditya tapi Anga sudah berusaha.
Anga selesai membereskan semuanya tepat saat pintu kamar Anga terbuka. Menampakkan Aditya dengan rambut basahnya juga handuk yang melilit tubuhnya yang, hemmm... Membuat kaum hawa menelan ludahnya.
Belum lagi wangi sampo dan sabuh yang menyeruak, Aditya seperti memakai sampo satu botol karena wanginya terlalu menusuk hidung Anga.
"Hemm" Anga berdehem lalu buru-buru memalingkan wajahnya. Matanya yang polos harus di hadapkan dengan tubuh indah suaminya.
Jika tadi Anga hanya bisa merasakan kerasnya perut suaminya itu saat memeluknya di atas motor yang masih di lapisi jaket. Sekarang Anga bisa melihat bentuk di dalamnya bagaimana.
Sementara Aditya tersenyum kecil dengan tingkah istri kecilnya itu. Dia juga melihat ke sekitar kamarnya yang sudah rapi lagi tak seperti tadi.
Aditya tau kalau Anga masih perlu beradaptasi dengan kehidupan barunya itu. Jadi Aditya tidak mempermasalahkannya. Bahkan tadi Aditya berencana untuk membereskan kamarnya setelah selesai mandi, tapi ternyata Anga sudah lebih dulu melakukannya.
"Mandi dulu Dek, keburu habis waktu sholatnya. Apa kamu mau nungguin Mas ganti baju?"
"Hah??" Anga menoleh ke arah Aditya dengan cepat. Tapi dia tidak tau kalau Aditya ternyata sudah ada di sebelahnya.
"Hemm??" Aditya menaikkan satu alisnya dengan senyum jahilnya.
"I-ini Anga mau mandi Mas" Secepat kilat Anga menyambar handuknya dan melesat ke kamar mandi. Dia tidak mau di buat serangan jantung di usia muda kalau terus berada di dekat Aditya dalam kondisi seperti itu.
Tak butuh waktu lama bagi Anga untuk mandi karena dia tidak mau sholat magribnya terlewat.
Ketika Anga masuk ke dalam kamar lagi, Aditya telah menunggunya duduk di tepi ranjang sudah mengenakan sarung dan juga baju koko berwarna cream.
"Masyaallah" Tanpa bisa dikendalikan, Anga memuji pria yang menjadi suaminya itu di dalam hati.
"Kita jamaah ya Dek??"
Anga langsung tersadar dari lamunannya karena suara Aditya.
"Iya Mas"
Anga mulai gugup karena ini pertama kalinya dia sholat berjamaah dengan suaminya.
Tapi ketika Aditya mulai mendengar suara Aditya yang menjadi imam sholatnya, hati Anga mendadak berubah tenang. Bahkan sangat menangkan hingga sholatnya begitu khusuk.
"Assalamualaikum warahmatullaah.."
Aditya berbalik ke belakang setelah selesai mengucap salam. Mengulurkan tangannya lagi untuk istrinya.
Kali ini Anga tak merasa bingung sama sekali. Dia sudah paham apa yang di maksud Aditya. Anga bergerak maju lalu meraih tangan Aditya.
Anga menunduk mendekatkan bibirnya pada punggung tangan Aditya. Dikecupnya dengan lembut tangan pria yang akan menuntunnya menuju ke surga itu.
Anga juga merasakan usapan kecil di pucuk kepalanya. Rasanya begitu hangat menurut Anga, bahkan Anga sampai memejamkan matanya sebentar untuk merasakan telapak tangan itu membelai kepalanya.
"Dek??"
Anga mengangkat kepalanya, panggilan itu sering kali Anga dengar dari Angga, tapi kenapa saat Aditya memanggilnya, rasanya beda.
"Iya Mas??"
"Boleh mas lanjutkan obrolan kita yang tadi pagi??"
"Boleh Mas"
Kini keduanya duduk berhadapan, masih di atas sajadah dan juga mukena yang Anga pakai.
"Maaf kalau Mas sudah banyak meminta sama kamu di saat pernikahan kita baru berjalan dua hari. Tapi Mas melakukan ini untuk hubungan kita agar lebih baik"
Sesekali Anga menatap mata Aditya, namun Anga langsung menurunkan pandangannya lagi karena tak kuat menatap mata yang meneduhkan itu.
"Mukai sekarang, Mas mau kita saling terbuka dan saling berbagi dengan semua yang kita rasakan. Termasuk kamu yang masih begitu sedih karena kepergian Kakak kamu. Mas juga mau, kamu tidak usah sungkan atau takut sama Mas. Apapun yang kamu pikirkan dan kamu ingin tau tentang Mas, katakan saja. Karena kunci keberhasilan rumah tangga adalah komunikasi. Kalau kita nggak mau saling terbuka, mana Mas tau apa yang kamu rasakan. Untuk yang ini kamu bisa kan Dek??"
"Insyaallah Mas"
"Dan untuk yang lainnya, seperti biaya kuliah, kamu tidak usah khawatir, itu urusan Mas. Kamu hanya perlu belajar dengan rajin supaya Kakak kamu bangga karena adiknya bisa jadi sarjana dengan nilai yang bagus"
"......" Setiap kali mengungkit tentang Angga, pasti Anga selalu ingin menangis.
"Ada lagi" Aditya membuka laci di dekatnya, mengambil sesuatu dari sana.
"Di dalam sini, ada uang untuk kamu pegang. Tapi ini hanya untuk uang saku kamu, uang kuliah, uang belanja dan juga buat makan sehari-hari. Kalau bayar listrik, air dan lingkungan, itu urusan Mas" Aditya menyerahkan sebuah kartu debit dengan Bank yang menjadi tempat kerjanya.
"Tapi Mas, kenapa semua kebutuhan ku menjadi tanggungan Mas Adit. Ini terlalu ber..."
"Anga, apa kamu lupa kalau kamu itu istri Mas??"
"Enggak Mas" Anga menunduk sambil menggeleng.
"Jadi sudah kewajiban Mas kan untuk menafkahi kamu??"
Anga kembali tersentuh dengan semua kebaikan Aditya kepadanya. Padahal dulu mereka bukan siapa-siapa. Mereka juga menikah bukan karena cinta.
Tak seharunya Aditya memperlakukan Anga seperti itu. Harusnya wanita yang dicintai Aditya yang menerima semua perhatian dan kebaikan Aditya.
"Makasih banyak Mas, maaf karena Kak Angga melimpahkan tanggung jawabnya sama Mas Adit"
"Tidak perlu minta maaf. Mas menerimanya dengan ikhlas"
Tes...
Siapa yang tak terharu jika di perlakukan seperti itu??
"Jangan nangis lagi. Kamu boleh sedih, tapi jangan berlarut-larut. Hemm??"
Pipi Anga langsung memanas saat tangan Adit menempel di sana. Membersihkan air matanya tanpa risih.
"Iya Mas"
"Dan satu lagi"
Anga mendongak menatap Aditya dengan matanya yang basah.
"Mulai malam ini, Mas akan tidur di sini. Tidak ada yang namanya tidur terpisah sebagai suami istri"
Deg...
Inilah yang Anga takutkan, dia belum siap untuk semua itu.
"Kamu tenang saja Dek, Mas tidak akan memaksa kamu untuk melayani Mas seperti sebagaimana mestinya. Mas hanya ingin kita terbiasa dan bisa lebih dekat lagi. Mas tidak akan buru-buru, kecuali..." Adit menggantung ucapannya lalu berbisik pada Anga.
"Kamu sudah siap"
Blusshh....
"Ayo makan dulu, Mas sudah lapar"
Aditya malah tidak tanggungjawab, pria itu keluar dari kamar setelah membuat Anga panas dingin.