Asmaralda, seorang gadis buta yang penuh harapan menikah dengan seorang dokter. Suaminya berjanji kembali setelah bertemu dengan orang tua, tapi tidak kunjung datang. Penantian panjang membuat Asmaralda menghadapi kesulitan hidup, kekecewaan dan keraguan akan cinta sejati. Akankah Asmaralda menemukan kebahagiaan atau terjebak dalam kesepian ???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meindah88, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.8
Seorang pria dengan telaten menyuapi sang istri. Matanya bersinar dengan penuh kehangatan saat memperhatikan gadis buta itu. Senyum lembut terukir di bibirnya menyiratkan kekaguman akan kekuatan dan keindahan yang dimiliki gadis itu meski dalam keterbatasan. Suara lembutnya seperti melodi menyentuh hati.
" Minum dulu!" titahnya seraya tangannya memberi segelas air.
" Makasih mas,"sahut Ralda.
Setelah menunggu beberapa menit, Abrisam memberikan obat lambung untuk istrinya.
" Bagaimana seandainya saya tidak pulang? Apa yang akan terjadi padamu?" ucapnya kembali mencerca istrinya.
Dengan kepala sedikit tertunduk, gadis itu merasa terpukul oleh cercaan suaminya. Meskipun buta, ekspresi wajah tidak bisa disembunyikan dari kekecewaan yang dalam.
" Maaf," hanya kata itu yang terdengar dari mulutnya.
" Jangan diulangi!" ucapnya.
Ralda semakin tertunduk makin merasa bersalah lantaran merepotkan pria ini. Abrisam bukanlah bapaknya yang selalu setia menemani di setiap saat dan tidak akan pernah memahaminya.
Pria itu beringsut dari tempatnya menyimpan piring bekas itu.
Hari semakin sore, sinar senja perlahan memudar. Angin sepoi-sepoi bertiup membawa aroma asin dari laut yang mengelilingi pulau tersebut, hingga rambut gadis itu ikut tergerai lembut sedang berdiri di depan jendela. Entah kenapa tiba-tiba tangan pria itu dengan lembut menyelingkar di tubuh ramping istrinya seperti hujan merangkul bumi. Sentuhan hangat dan penuh kasih menyentuh tubuhnya. Ralda terkesiap, dengan cepat mengibas lengan itu.
" Kenapa?" sahut Abrisam mendapat penolakan ke-dua kalinya dari gadis ini.
" Justru Ralda yang bertanya, kenapa mas melakukan ini padaku?" sahutnya dengan suara bergetar.
Abrisam menatapnya dengan lembut, sayang sekali wanita itu tak melihat tatapan itu.
" Kamu adalah istriku yang sah, saya berhak memilikimu kapan pun menginginkanmu.
" Kalau mas Abrisam hanya ingin melampiaskan hasr4tmu semata, maaf Ralda menolak." ucap Ralda kemudian berjalan ke tempat lain.
Abrisam mengikuti langkah gadis berparas itu, tangan menyenggol sesuatu sehingga mengenai kakinya dan terluka.
" Saya selalu mengingatkanmu hati-hati!" Abrisam kesal lantaran Ralda tak bisa menjaga dirinya sendiri. Inilah yang membuat pria itu tidak pulang menemui sang mama. Hatinya sangat mencemaskan Ralda.
" Mas tidak usah peduli," sahutnya.
" Kamu adalah istriku, dan tentu saja persoalan kecil apapun akan menjadi tanggung jawabku.
Tangan kekar dengan lembut itu mengangkat tubuh istrinya ke tempat tidur untuk memeriksa lukanya.
" Coba kuperiksa kakikmu!"
Ralda tidak bergerak dan menuruti perintah suaminya. Justru dengan pelan meraih selimut menutupi seluruh tubuhnya.
Abrisam mendekati istrinya dan menyingkap selimut itu, menyingkap pelan kain lalu memberinya salep. Namun hatinya terasa tidak tenang, pikirannya melayang begitu jauh sembari mengusap lembut kaki mulus itu.
" Sudah selesai kan mas?" sahut Ralda mengh4ncvrkan angan-angan pria itu.
" Iya," singkatnya.
Pria itu ikut merebahkan tubuh di samping istrinya.
Mencoba memutar tubuh istrinya menghadapnya. Jantung keduanya berdegup kencang merasakan setiap nafas satu sama lain. Pria itu mencoba menyentuh b1b1r r4nvm itu dan merasakannya. Entah kenapa saat itu, Ralda dengan mudahnya luluh dan menerima sentvhan demi sentvhan su4minya. Kedua pasutri itu nampak terlena dan menikmati kehang4tan dengan hawa dingin yang semakin mendera dalam tubuh. Terbuai dari setiap permainan suaminya hingga tak mampu menolak lagi.
Dalam keheningan senja, percikan cinta yang tulus tercermin dalam kelembutan disetiap kehangatan yang menyatu.
" Terimakasih," ucapnya setelah usai memberi kehangatan, kemudian mengecup kening istrinya.
Apakah ada rasa penyesalan pada gadis buta itu? Tidak ada yang tahu kecuali dia sendiri dan Tuhan-Nya.
Hanya saja, setelah hari ini apakah ia memiliki kesempatan untuk bersama pria yang berstatus suaminya? Ataukah mas Abrisam akan meninggalkannya dan pergi ke kota selamanya?"
" Mikirin apa?" tanyanya lembut sembari menatap wajah itu.
Ralda menggeleng dan tersenyum tipis, Abrisam meraih tubvh itu ke dalam dekapannya.
***
Dalam ketenangan malam yang gelap gulita, angin sepoi-sepoi menerpa jendela. Rasa dingin menusuk tulang, membuat Ralda terbangun. Cahaya pagi yang redup mulai menyelinap, masuk mengusir kegelapan. Suara burung- burung kecil mulai berkicau dengan riang, menyambut datangnya pagi yang indah.
" Mas, ponselnya berbunyi," serunya ketika menyiapkan makanan untuk suaminya. Sementara Abrisam saat ini ada di kamar mandi. Ralda bingung, lantaran hp suaminya sejak tadi berdering. Ralda berpikir bahwa panggilan tersebut sangatlah penting sehingga dia berinisiatif mengangkat telepon tersebut.
Tidak lama kemudian, tangan mungilnya menyentuh benda yang sejak tadi berbunyi memenuhi ruangan itu. Ralda menekan asal-asalan tombol tersebut sehingga ia mendengarkan suara lembut seseorang dari seberang.
" Mas Abi, kenapa baru diangkat? Sejak tadi aku nelpon tapi mas abaikan. Hana kesal sama mas.
"Deg..deg," dengan gemetar Ralda menggenggam ponsel suaminya. Suara lembut dari ujung telepon membuat detak jantung Ralda berdebar kencang. Setiap kata yang keluar dari mulut wanita itu penuh makna, hingga menusuk ke dalam lubuk hatinya.
" Mas Abrisam, kenapa tidak bicara sih? Oh ya mas, orang tua kita sudah sepakat bahwa pernikahan akan dilangsungkan secepat mungkin sebelum waktu yang kita sepakati dulu.
Ralda terdiam, tubuh membeku seperti terpaku. Setiap kata yang terucap membuatnya teriris. Bayangan wajah wanita lain ingin dinikahi suaminya seperti berita yang menusuk hatinya.
Ralda terdiam, terhempas dalam kehampaan dan ketakutan yang belum pernah dirasakan sebelumnya.
" Jadi mas Abrisam akan menikah lagi bersama kekasihnya." batinnya seraya meletakkan ponsel itu kembali.
Setetes air mata mengalir di pipi Ralda memecah keheningan ruangan itu, rasa sakit menusuk hati dan kehilangan yang tak terlukiskan terpancar dari matanya. Dalam kehampaan yang mendalam, Ralda merasakan dunianya telah runtuh.
" Kamu kenapa?" tanya suaminya yang tiba-tiba datang dari belakang.
Ralda terdiam membisu, masih syok dengan apa yang didengar dari ponsel suaminya. "Kenapa mas Abrisam tidak pernah jujur padaku? Dan soal kekasihnya, mas Abrisam tidak pernah bercerita apa pun mengenai wanita itu.
" Ada apa?" sahutnya kembali kala melihat istrinya masih bergeming.
" Tidak ada kok mas, Ralda baik-baik saja." ucapnya menahan getaran suaranya.
Saat ini, bukanlah waktu yang tepat membicarakan persoalan besar itu pada suaminya. Dia akan mencari waktu yang tepat untuk menyelesaikan semuanya.
Ralda memberikan kopi hangat itu untuk suaminya, sungguh nikmat luar biasa seperti malam yang sudah dilewatkan bersama dengan istrinya.
" Kamu sangat pandai buat kopi ya. Buatanmu sanga cocok di lidahku." ucapnya memuji sang istri.
Di balik senyum Ralda, tersimpan luka yang paling dalam dan dia menyimpannya sendiri.
" Terimakasih mas, " sahut Ralda berusaha menyembunyikan keresahan hatinya.
Abrisam tersenyum lembut saat melihat gadis buta itu. Kecantikan hatinya melebihi kelemahan fisiknya. Setiap gerakan dan kata-kata penuh dengan keanggunan. Pandangannya penuh keagungan dan kehangatan terpancar dari dari mata Abrisam.
" Kecantikan sejati tidak hanya terpancar dari luar tapi juga dari dalam." ucapnya dalam hati. Tak henti-hentinya dia memuji dan mengagumi wanita ini yang tak lain adalah istrinya sendiri.
" Nanti mas akan masuk siang, jangan seperti kemarin yang mengabaikan jam makanmu. Kalau mas belum datang, makan saja tanpa menungguku." ucapnya mengingatkan istrinya.
Nadanya tidak seketus dan sesinis kemarin, sepertinya setelah kejadian kemarin sore hingga malam, sikap pria itu terlihat melunak.
Namun sayang sekali, dia melukai hati istrinya tanpa disadari.
.