Mentari dijodohkan oleh ayahnya dengan pria lumpuh. ia terpaksa menerimanya karena ekonomi keluarga dan bakti dia kepada orangtuanya.
apa yang terjadi setelah mentari menikah?
apa akan tumbuh benih-benih cinta di antara keduanya?
apakah mentari bahagia? atau malah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ristha Aristha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pindahan
...Rumah Narti...
Gendis merasa resah. Baru saja dia tadi siang bergaduh dengan Mentari, perkara sepupunya itu mengaku sebagai pemilik rumah mewah sebelah rumahnya.
Kini dia semakin gelisah saat melihat story yang baru saja di buat oleh Mentari. Gendis menggelengkan kepala berulang kali untuk menepis kenyataan ini.
"Mana mungkin!" geramnya.
Kedua tangan Gendis meremas ponselnya yang beberapa bulan yang lalu di belikan oleh Reza. Ponsel dengan berlogo apel digigit, yang jelas dengan harga yang mahal.
"Sayang, kamu kenapa?" suara Reza yang baru saja memasuki kamar, mengejutkan Gendis.
"Ehh... Mas?", Gendis mengerutkan bibirnya.
"Kenapa?"' tanya Reza kembali, pasti istrinya sekarang sedang tak baik-baik saja saat ini.
"Aku lagi kesel, Mas!", ucap Gendis
Reza menaikkan sebelah alisnya. "Jangan kesel dong! Ingat kamu harus selalu happy. Mas, gak mau kamu stres, ibu hamil harus bahagia. Malam ini, mau makan di luar?" Reza menawarkan Gendis makan malam di luar.
"Aku gak nafsu makan, Mas. Aku sebel karena melihat postingan Mentari!" keluh Gendis.
"Postingan Mentari, memang dia memposting apa, sehingga membuatmu kesal?", tanya Reza.
"Kamu tahu, Mas. Aku tadi bertemu Mentari di rumah sebelah. Rumah mewah yang selama ini kita tidak tahu siapa pemiliknya. Mentari mengaku bahwa rumah mewah itu adalah miliknya yang di berikan oleh suaminya sebagai mahar pernikahannya!" pekik Gendis.
Reza tertawa mendengar apa yang telah dikatakan oleh istrinya.
"Kamu itu mudah sekali dibohongi sama, Mentari. Mana mungkin dia di beri mahar rumah yang semewah itu! Haha...!" Reza semakin tertawa meremehkan.
"Aku sebenarnya juga tidak ingin percaya, Mas. Sebab aku kira mentari dan orangtuanya akan melamar pekerjaan jadi pembantu di rumah mewah itu. Karena aku melihat banyak sekali pekerja di sana, sepertinya rumah itu akan di huni oleh pemiliknya". Ucap Gendis.
"Namun, Mentari justru memposting foto sedang berada dirumah mewah itu, aku semakin takut jika benar suaminya yang memberikan?" sambung Gendis semakin panik.
Begitulah Gendis yang memiliki sifat iri dan dengki. Dia tidak akan tenang jika ada yang lebih dari dirinya. Apalagi Mentari wanita yang selalu ia musuhi. Gendis selalu berusaha merusak impian Mentari, seperti merebut calon suaminya.
Dulu Gendis diam-diam mengirim pesan pada Reza, dan merayunya. Hingga akhirnya Reza luluh pada pesona Gendis.
Terlebih Gendis memiliki gelar seorang ASN, membuat dirinya semakin disukai oleh orangtuanya Reza. Mereka anggap sekufu.
"Tidak mungkin, Kumu jangan percaya sama Mentari. Dia sengaja ingin memanasi mu. Lebih baik kita makan malam diluar, kamu mau makan apa?" tanya Reza.
Gendis menggigit bibir bawahnya. Dia berpikir bisa gila jika terus memikirkan hal ini. Sedangkan perutnya sudah lapar dari tadi.
"baiklah, kita keluar malam ini, Mas", jawab Gendis setuju akan ajakan suaminya.
"Nah gitu dong! Kamu jangan marah lagi, karena apa kamu pikirkan itu tidaklah benar", Reza mencoba menenangkan Gendis.
****************
...Rumah Bagas...
Mentari mendorong kursi roda suaminya. Mereka baru saja selesai makan malam bersama, dan Dirga juga masih belum banyak bicara pada Mentari.
Tadi sore Mentari sempat mendengar obrolan Dirga dan Beni. Mentari sangat ingin sekali membuat Dirga kembali bersemangat untuk terapi lagi. Terbesit rasa kasihan, karena mengetahui bahwa Dirga sudah putus asa.
Mentari tidak tahu, luka apa yang telah membuat Dirga tak mempunyai semangat lagi.
"Mas, kamu butuh sesuatu?" tanya Mentari saat membantu Dirga duduk di atas ranjang.
"Tidak ada!" jawabnya singkat.
Mentari tersenyum. Ia berusaha lebih dekat lagi dengan Dirga, meskipun sikap Dirga padanya begitu dingin.
"Mau aku buatkan teh hangat?"
"Aku bilang tidak! Kamu dengar kan?" Ucap Dirga.
Mentari mengangguk mengerti. Ia harus memiliki banyak stok sabar untuk suaminya.
Dirga menunduk. Karena ia menjadikan Mentari pelampiasan kemarahannya.
Sebelum kecelakaan itu terjadi. Dirga memiliki tunangan. Namun wanita itu meninggalkannya saat kondisi Dirga lumpuh.
Dirga merasakan patah hati yang teramat sakit. Di campakkan dan tak diinginkan, sungguh melukai harga dirinya. Hingga saat ini Dirga belum bisa melupakan mantan tunangannya. Apalagi menerima Mentari dan mencintainya, Dirga belum bisa melakukan itu.
----------------
Mentari membiarkan Dirga berada di kamar sendiri. Karena tampak suaminya butuh waktu, tidak ingin berbicara dulu dengannya.
Mentari memilih membantu ibunya.
Besok mereka akan pindah rumah baru. Jadi banyak pekerjaan yang harus dilakukan seperti mengemasi pakaian, membawa barang mereka yang tidak terlalu banyak.
Karena di rumah sederhana itu tidaklah banyak memiliki barang berharga. Hanya ada TV, kulkas dan perkakas dapur.
Sedangkan disana sudah lengkap semua barang elektronik. Namun, Mentari dan ibunya ingin membersihkan rumah mereka. Namun, sebenarnya Laras berat hati meninggalkan rumahnya yang penuh dengan kenangan.
Tapi ini semua demi kebaikan keluarga mereka, karena rumah itu butuh renovasi. Selama ini orangtua Mentari tidak memiliki dana untuk merenovasinya.
Mentari muali membantu ibunya membereskan dapur. Menyimpan piring-piring kedalam baskom, lalu di bungkus menggunakan kain berbentuk segi empat lalu di satukan dengan ujung-ujungnya , serta diikat dengan kencang.
"Dirga tidak mau dibuatkan, minum?, tanya Laras ditengah aktivitas mereka.
"Tidak Bu. Tadi Mas Dirga bilang, ingin istirahat saja", jawab Mentari.
Laras melanjutkan menyusun perkakas yang lain.
****************
Siang harinya Mentari dan keluarganya diantar menggunakan mobil menuju rumah mewah itu .
Denok yang saat itu sedang mengendarai sepeda motor. Membelokkan kendaraan roda duanya ke halaman rumah sang kakak yaitu Narti.
" Pasti itu pemiliknya dan akan tinggal disana", ucap Denok buru-buru ia memarkirkan sepeda motornya.
Berita tentang Mentari yang datang kerumah mewah itu, sudah sampai ke telinga Denok. Tentu saja kabar itu ia dapatkan dari sang kakak.
Mereka sangat penasaran. Apakah Mentari dan keluarganya akan menepati rumah itu
"Mbak...! Mbah Narti...!", suara Denok menggema di dalam rumah Narti, saat ia berteriak memanggil kakaknya .
Narti sedang santai menonton televisi, langsung mengalihkan pandanganya. Ia segera bangkit dan buru-buru menghampiri Denok.
"Ada apa, kamu teriak-teriak?" tanya Narti panik.
"Itu Mbak! Sepertinya rumah sebelah akan di tempati. Barusan aku melihat ada mobil masuk kesana!" seru Denok memberitahu.
"Ayo kita lihat kesana sekarang. Untuk melihat siapa sebenarnya pemilik rumah itu!" ajak Narti antusias.
Dia tidak boleh melewatkan momen ini.
Dus orang itu tergesa-gesa menuju rumah mewah itu. Namun, mereka kecewa karena gerbang tinggi tersebut telah tertutup. Sehingga keduanya tidak bisa masuk.
"Aduh! Kenapa di tutup segala. Kemarin di buka saja. Jadi sekarang kita tidak bisa melihat siapa penghuni sebenarnya" gerutu Narti
Bagitu pun dengan Denok.
"Gimana kalau kita panjat saja gerbangnya untuk mengintip!" usul Narti.
"Siapa yang panjat?" tanya Denok.
"Ya kamu, Nok! Masak Mbak?" sahut Narti.
Denok nampak berpikir. Namun, akal sehatnya kalah dengan rasa penasarannya.
"Pegangin, Mbak!" perintah Denok.
Narti nampaknya bingung, karena tubuh Denok cukup berisi.
Denok buru-buru mencoba untuk memanjat.
"Brukkk...!!" Baru saja menaikkan kakinya, Denok sudah terpleset dan terhenyak.
"Aaaaaa.....!" teriak Denok kesakitan.
aku mampir yah, kayanya ceritanya menarik.
sukses selalu