Tawanan Cinta Pria Impoten

“Tidak apa kalau menstruasi, sayang. Toh besok juga selesai,” ucap Keen membuat Oliv sedikit terkejut sebenarnya. 

“Tujuh hari, Kak.. Bukan satu hari,” Bantah Oliv akan apa yang Keen katakan tadi. Tentu saja Keen terkejut setengah mati, bahkan bola matanya hampir mau keluar sekarang. 

“Tujuh hari? Astaga, kenapa selama itu?” tanya Keen dengan ke terkejutnya, ia tidak menyangka kalau yang namanya pra menstruasi itu akan selama ini. 

“Bahkan ada yang 10 hari malah,” ucap Oliv lagi membuat Keen semakin lemas. Pria itu duduk tidak berdaya disofa, ia harus berpuasa selama satu minggu lagi setidaknya. 

Oliv tidak tahu mau tertawa atau apa sekarang, ekspresi Keen sangatlah lucu. Seakan lemas tidak berdaya hanya karna mendapatkan kenyataan bahwa harus puasa selama tujuh hari. 

“Kak, kau baik-baik saja?” tanya Oliv sambil duduk di samping Keen. 

“Siapa yang baik-baik saja kalau harus berpuasa selama satu minggu, Oliv?” tanya Keen balik, ia menatap kesal dan bingung ke arah sang istri. 

“Bagaimana lagi, Kak.. Aku juga tidak mau sebenarnya, tuhkan.. Suruh siapa coba kemarin merajuk, nilah yang Kakak dapatkan,” Malah Oliv menyalahkan Keen sekarang. 

“Coba aja kalau seminggu kemarin Kakak nggak marah, pasti bakal dapat jatah puaskan?” Apa yang dikatakan Oliv itu benar, tapi bagaimana lagi andai tidak marah pun memang Keen harus pergi ke Amerika. 

“Jadi, aku berpuasa selama 2 minggu?” tanya Keen, Oliv menjawab dengan anggukan mantap. 

Sudah pasti Keen semakin tidak berdaya, hanya duduk pasrah dengan segala keadaan saja. Kediaman Keen membuat Oliv menjadi berpikir, ia tidak punya pembalut sedikitpun. 

“Kak, belikan pembalut dong..” pinta Oliv yang mana membuat Keen hampir tersedak ludahnya sendiri. Keen yang awal mulanya lemas, kini kembali segar bahkan. 

“Apa? Aku? Tidak deh, sayang. Aku tidak pernah beli benda seperti itu,” Keen menolak karna merasa sangat memalukan. Lagian tidak pernah beli, Keen tidak tahu bentuk pembalut seperti apa. 

“Yakin tidak mau belikan aku pembalut?” tanya Oliv yang terdengar mematikan di telinga Keen, ia menoleh kearah Oliv yang menatapnya tajam. 

Susah payah Keen menelan salivanya sendiri, sungguh tidak menyangka kalau kemarahan Oliv lah yang telah membuat sosok Keenan Pradipta takut. Bahkan berhasil membuat Keen patuh, pria gagah itu bangkit dari duduknya. 

“Baiklah, akan ku beli. Tunggu disini ya,” ucap Keen sembari mengecup kening setelah itu mengusap gemas pucuk kepala Oliv. 

“Kak, tunggu..” Langkah Keen menjadi terhenti, pria itu berbalik badan untuk melihat kearah Oliv. “Sekalian cokelat yang banyak ya, sama strawberry..”

“Oke, Bos!” Keen bahkan hormat kepada Oliv, membuat wanita itu tertawa. Keen masih melihat kearah Oliv yang terlihat bahagia sekali, Keen sangat suka dengan fakta itu. 

~

Apartemen Sky Budi

Raga masuk kedalam mobil Keen yang sudah menunggu di basement sedari tadi, jangan tanya ekspresi Raga saat ini. Kusut bagaikan pakaian yang belum disetrika, mungkin Raga sudah tertidur pulas tadi. 

“Tuan, kau menganggu jam tidurku,” Protes Raga kepada Keen yang memang kebiasaannya selalu seperti itu. 

“Lebih menganggu mana dengan kau yang telah membongkar aibku?” tanya Keen, membuat ekspresi kesal dari Raga tadi menjadi menghilang. 

Raga menoleh kearah Keen yang menatapnya tajam. “Nona mengadu padamu, Tuan.. Kalau aku yang mengatakan semuanya,” Raga menjadi panik. 

“Iya!”

“Astaga, sungguh tidak bisa diajak kerja sama..” gumam Raga didalam hati. Sifat Oliv ini sangat mengingatkan Raga akan orang yang sangat menyebalkan. 

“Tapi, tenang saja.. Kedatanganku kali ini bukan untuk marah, melainkan untuk mengajakku membeli sesuatu..” ucapan Keen membuat Raga bingung. 

“Ha, beli apa, Tuan?”

Di Minimarket.. 

Raga terpelongo akan jejeran bungkusan dihadapannya, sungguh Raga merasa jika lebih baik Keen marah-marah saja dari pada melakukan ini. Raga menoleh kearah Keen yang sepertinya bingung berhadapan dengan bungkusan pembalut itu. 

“Tuan, kenapa kau mengajakku ke bungkusan pembalut ini?” tanya Raga, ia histeris bahkan. 

Keen berdecak sebal. “Jangan cerewet! Oliv menyuruhku membeli pembalut, aku tidak tahu makannya aku mengajak kau, bodoh!” jelas Keen. 

“Sudah jangan banyak protes, cepat pilih bantu aku. Atau mau gajimu tidak aku keluarkan sedikitpun bulan ini?” Ancam Keen. 

Raga merasa sangat sial dari siang menghadapi Oliv yang tantrum dan sekarang harus berhadapan dengan pembalut. 

“Sabarkan aku, Tuhan..” Raga membuang napas secara pelan-pelan, karna tidak mau membuat Keen marah nantinya. 

Pandangan mata Raga dan Keen sama-sama kearah Rak yang mana tersusun rapi berbagai merek pembalut. Malah Raga mengajak Keen menuju rak pempers bayi. 

“Bukankah ini bisa juga, Tuan?” tanya Raga tanpa merasa bersalah sama sekali. 

Keen menghela napas panjang saja, mengambil satu bungkus besar pempers tersebut. Lalu memukul Raga dengan bungkus itu. “Oliv memang kecil tapi dia bukan bayi, Raga!” Keen jadi kesal sendiri. 

Seketika Raga tersadar, ia terkekeh saja. Dan kini kedua pria tampan dan gagah itu kembali mengarah pada rak pembalut, banyak sekali bungkus dan ukuran membuat mereka bingung. 

“Ini ukurannya panjang, tapi mengapa ada tulisan 420ML. Apa maksudnya sebanyak itu.. Emm, kau tahulah,” Sekalipun Keen tidak jelas mengatakan apa maksudnya tapi Raga sudah mengerti. 

“Mungkin saja iya, Tuan. Itula yang membuat wanita mudah marah kalau sudah datang bulan, karna mengeluarkan darah sebanyak ini,” jelas Raga, cukup masuk akal bagi Keen. 

Kepala Keen malah semakin sakit sekarang, ia menjadi mengambil satu persatu berbagai merek dan juga ukuran. Tidak lupa mengambil cokelat sebanyak-banyaknya untuk Oliv, kalau Keen lupa maka akan mendapatkan masalah yang sangat besar dari sang istri. 

“Kau sangat tidak membantu, Raga..” ucap Keen kepada Raga yang mana sedang membawa keranjang berisikan berbagai merek pembalut. 

“Bagaimana bisa kau bandingkan keahlianku dalam bidang ini dengan perusahaan, Tuan?”

“Ah kau ini serius sekali, kurang kasih ranjang ya?” Keen malah mengejek Raga sekarang, padahal sudah jelas kalau Keenlah yang menganggu aktivitas Raga dengan sang kekasih tadi. 

“Huh.. Sabar aja deh ya, sabar!” Sekalipun sudah ingin Raga menampuk Keen dengan pukulan maut atau apapun lah yang bisa melampiaskan rasa kesal. 

•

Keen sudah sangat tidak sabar menunjukkan semua ini kepada Oliv, dan ingin sekali melihat seperti apa cara Oliv memakai benda ini. “Apakah ditempelkan atau di..” Keen menghentikan ucapannya karna melihat Raga yang menatapnya tajam. 

“Please, Tuan.. Aku mengantuk,” ucap Raga yang mana membuat Keen tertawa kencang. Ntah mengapa Raga mudah sekali marah malam ini, apakah karna gagal mendapatkan madu dari sang kekasih?