Naya yang tak pernah mendapatkan kasih sayang dari keluarganya harus mengalami malam kelam bersama dokter Mahesa, dokter bedah syaraf sekaligus direktur rumah sakit tempatnya bekerja sebagai seorang perawat.
Naya yang sadar akan dirinya yang hanya orang dari kelas bawah selalu berusaha menolak ajakan dokter Hesa untuk menikah.
Namun apa jadinya jika benih dari dokter tampan itu tumbuh di rahimnya, apakah Naya akan tetap menolak?
Tapi kalau mereka menikah, Naya takut jika pernikahan hanya akan membawa derita karena pernikahan mereka tanpa di landasi dengan cinta.
Namun bagaimana jadinya jika dokter yang terlihat dingin di luar sana justru selalu memperlakukan Naya dengan manis setelah pernikahan mereka?
Apakah Naya akhirnya akan jatuh cinta pada suaminya itu?
Follow ig otor @ekaadhamasanti_santi.santi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Milik ku
Naya turun untuk sarapan bersamaan dengan Hesa. Sepasang pengantin baru itu tampak sudah rapi dan siap untuk berangkat ke rumah sakit.
"Loh, Naya berangkat kerja? Kamu nggak istirahat saja di rumah, kata Hesa tadi kamu sempat mual parah?"
Mama Ina terkejut karena melihat Naya yang sudah berpakaian seragam perawat rumah sakit.
"Naya sudah nggak papa kok Ma. Mualnya sudah hilang"
"Tapi kalau kamu kecapean gimana? Kamu ini Kak, bukannya di larang malah di biarkan kerja!" Ina menatap Hesa dengan tajam.
"Ma, Mas Hesa sebenarnya sudah melarang Naya, tapi Naya yang tetap ingin berangkat kerja Ma. Naya udah nggak papa kok Ma, Mama nggak usah khawatir" Naya mencoba menjelaskan pada Ibu mertuanya itu.
Naya sangat senang karena mendapatkan kasih sayang yang begitu tulus dari mertuanya. Kasih sayang yang tidak pernah ia dapatkan dari Ibunya sendiri.
"Nggak papa Ma. Nanti Kakak yang akan mengawasi Naya di rumah sakit. Lagipula dari dulu Naya ini terus bekerja tanpa henti, jadi sekarang pasti Naya bosan kalau di rumah terus" Hesa mencoba meyakinkan Mamanya.
"Ya sudah kalau begitu keputusannya, ayo sekarang duduk dulu. Tidak baik berdebat di depan makanan!" Pinta Gandhi yang datang dari arah taman belakang.
Mereka semua pun duduk di tempatnya masing-masing termasuk Gisel yang juga baru turun dari kamarnya.
Pagi ini, untuk pertama kalinya Naya duduk di meja yang sama bersama suami dan mertuanya karena tadi malam mereka semua makan secara terpisah. Sungguh tidak ada dalam bayangan Naya sama sekali kalau dia kini telah berkeluarga.
"Biar Naya yang ambilkan ya Mas? Mas mau sarapan apa?" Meski agak malu, tapi Naya melakukan apa yang baru saja Ibu mertuanya lakukan. Yaitu mengambilkan makanan untuk suaminya.
Ina dan Gandhi saling melirik, bahkan Gisel pun menahan senyumnya. Mereka senang karena mereka pikir Hesa telah mendapatkan wanita yang sangat tepat meski pernikahan yang Hesa lakukan terjadi karena keadaan.
"Biasanya Kak Hesa cuma sarapan telur rebus sama buah potong aja Sa" Sahut Gisel.
"Ya udah Naya ambilkan itu aja ya Mas?"
"Tunggu!" Cegah Hesa.
"Kanapa Mas?"
"Kamu mau sarapan apa?" Hesa justru balik bertanya pada Naya.
Naya melihat ke meja makan, melihat apa saja yang ada di sana.
"Naya mau soto aja Mas"
"Ya udah kalau gitu Mas juga mau soto"
"Cie cieeee. Mentang-mentang udah nikah, makan aja harus samaan" Cibir Gisel.
"Gisel, jangan ganggu Kakak mu!"
Gisel langsung terdiam karena peringatan dari Mamanya.
"Ini Mas"
"Makasih Nay"
"Sama-sama Mas"
"Kok kamu nggak ambil juga Naya?" Tanya Ina karena Naya kembali duduk tak mengambil soto yang katanya dia inginkan.
"Emm, Naya..." Naya melirik Hesa yang kini telah menyantap sotonya. Naya pun kembali menelan ludahnya dengan kesusahan.
"Kamu mau soto punya Mas?" Tawar Hesa yang menyadari tatapan Naya.
"E-mang boleh Mas?"
"Boleh dong" Hesa menggeser sotonya hingga berada di hadapan Naya.
"Apa-apaan sih Kak. Masa istrinya di kasih sisa punya kamu! Kamu ambil sendiri aja Naya!" Protes Ina.
"Tukeran lagi?" Heran Gisel.
"Tukeran?" Gandhi ikut bingung.
"Jadi, Naya ini merasa kalau makanan yang sudah Hesa makan ini lebih enak daripada punyanya sendiri Ma. Jadi kami sering tukeran makanan karena Naya jadi nggak selera sama makanannya sendiri kalau makan di depan Hesa"
"Kamu benar-benar mirip sama Mama dulu Naya. Waktu Mama hamil Hesa, Mama juga selalu makan makanan punya Papa. Di mata Mama, makanan punya Papa itu lebih enak walaupun udah mau habis" Mata Ina berbinar menceritakan saat kehamilan Hesa dulu.
"Benarkah Ma?"
"Iya, tanya aja sama Papa Nay" Jawab Ina.
"Nggak salah lagi, cucu kita kini memang duplikat Hesa Ma" Gandhi terkekeh mengingat saat itu.
"Oh jadi itu alasan kenapa waktu di kantin kalian tukeran makanan. Naya udah mulai ngidam saat itu?" Gisel baru paham kenapa sekarang.
"Mungkin aja, tapi saat itu Kakak belum tau kalau Naya hamil karena Naya sengaja menyembunyikannya dari Kakak"
"Maaf" Naya merasa bersalah.
"Nggak papa, yang penting sekarang kita sudah menikah. Ayo sekarang di makan" Pinta Hesa.
Mereka bertiga pun akhirnya berangkat ke rumah sakit bersama. Hari ini juga Gisel memilih berangkat bersama Kakaknya dan juga Naya.
"Eh mau apa kamu Nay?" Heran Gisel kala Naya membuka pintu belakang.
"Kamu itu duduk di depan sama Kak Hesa. Biar aku yang belakang!"
"Tapi.."
" Benar kata Gisel Nay, kamu depan sama Mas!" Sambung Hesa dari belakang Naya.
"Tuh kan, nanti suamimu marah kalau nggak nurut!"
"Jangan nakut-nakutin istriku Gisel!" Hardik Hesa pada adiknya.
"Iya iya Kak. Mentang-mentang udah nikah. Istriku-istriku terus sekarang yaa?!!"
Hesa hanya menggelengkan kepalanya menghadapi Gisel yang selalu menggodanya.
"Ayo masuk!" Pinta Hesa setelah membukakan pintu untuk Naya.
"I-ya Mas"
Naya merasa gugup duduk di samping Hesa meski di sana juga ada Gisel. Tapi dia masih belum terbiasa untuk menganggap dirinya sudah menjadi istri Hesa.
"Nanti kalau ada apa-apa langsung hubungi Mas ya Nay. Kalau kamu mual parah sampai lemas kaya tadi juga langsung istirahat"
"Iya Mas"
"Jadi tadi Naya sempat mual parah Kak?" Gisel. kut nimbrung.
"Iya makanya Kakak melarang Naya kerja dulu. Tapi Naya katanya bosan kalau di rumah jadinya tetap masuk kerja" Jelas Hesa sambil melirik Naya.
"Yang penting kamu jangan kecapekan Nay. Kalau benar-benar nggak kuat langsung istirahat aja, ke ruangan Kakak juga nggak papa"
"Iya Gisel"
"Tapi Mas, emm boleh nggak nanti kalau pulang Naya pulang sendiri aja. Motor Naya kan masih di sini, biar Naya bawa pulang dulu"
"Nggak boleh!!" Tolak Hesa dengan tegas.
"Mulai sekarang, kamu nggak boleh bawa motor lagi. Kalau mau bawa pulang motornya, nanti biar Mas suruh Mas Amin ambil ke sini!" Tegas Hesa. Naya pun tak bisa menolaknya lagi.
"Ya udah, tapi boleh kan kalau Naya nggak ikut Mas dan Gisel sampai rumah sakit? Naya turun di depan aja ya Mas?"
Mendengar permintaan Naya, Hesa hanya melirik Naya sekilas tanpa menjawab. Tapi Hesa justru terus membawa mobilnya hingga masuk ke area rumah sakit.
Gisel pun yang ada di belakang hanya diam karena dia tau apa maksud Kakaknya itu.
Hesa pun berhenti tepat di depan rumah sakit karena biasanya akan ada yang memarkirkan mobil Hesa ke basement.
"Mau kamu suka apa nggak suka, kamu tetap akan turun sama Mas di sini. Biar saja semua orang tau kalau kamu adalah milik ku!"
tapi pasti mamas dokter bisa bungkam mulut mereka.
👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻
Tapi itulaa n̈amanya pengikat kasih sayang ♥️♥️♥️♥️♥️