Aku menganggap mereka sebagai keluarga, mengorbankan seluruh hidup ku dan berusaha menjadi manusia yang mereka sukai, namun siapa sangka diam diam mereka menusukku dari belakang. Menjadikan ku sebagai alat untuk merebut kekuasaan.
Ini tentang balas dendam manusia yang tak pernah dianggap keberadaan nya. Membalaskan rasa sakit yang sebelumnya tak pernah dilihat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon laxiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesempatan Kedua
"Mbak..Mbak..." Diana berusaha menyadarkan Raina, gadis itu nampak mengantuk sampai sampai matanya terpejam cukup lama.
Setelah beberapa kali dipanggil, Raina baru membuka matanya, namun ia terkejut mendapati wajah adik tirinya bersama dengan Arya disampingnya.
"Apa yang terjadi, kenapa kalian bisa ada disini?" Tanya Rania kebingungan, bukankah dia sudah mati dan seharusnya dia saat ini berada di akhirat. Mengapa diakhirat ada dua orang yang sangat dikenalnya, apakah karena kebenciannya sampai sampai bayangan mereka berdua terbawa olehnya ke akhirat, atau mungkin itu hanya ilusi dirinya saja.
Diana tertawa mendapat pertanyaan random dari kakaknya, "Mbak mimpi apa?, sampai keliatan bingung gitu."
"Kalian ngapain ngikutin saya sampai ke akhirat?"
"Mbak kenapa sih, salah minum obat kah. Kok jadi aneh gini."
Rania menatap sekelilingnya, ia ingat tempat tersebut adalah kafe dimana dia pertama kalinya bertemu dengan Arya. Ia kemudian menyentuh seluruh badannya, bahkan dia mencubit pipinya sendiri dan itu terasa sakit.
Apa yang terjadi, bukankah dia sudah mati, jika ini mimpi kenapa terasa sangat nyata. Rania tak sengaja melihat telapak tangannya, disana terlihat tanggal kematian nya yang dihitung mundur.
Mungkinkah ini kesempatan kedua baginya, apakah Tuhan mengabulkan doa terakhirnya untuk membalas rasa sakit hatinya. Jika memang benar, Rania merasa sangat bahagia dan berterima kasih.
Rania kemudian menatap kedua wajah manusia yang tengah kebingungan melihatnya, ia refleks tersenyum, pasti keduanya mengira Rania orang aneh. "Maaf, tadi saya mimpi dikejar setan, jadi masih sedikit kaget."
Diana memukul lengan Rania, tidak pelan bahkan sedikit kencang dan terasa menyakitkan. "Ya ampun Mbak, bikin kita panik aja." Setelah itu Diana melanjutkan obrolan nya bersama Arya yang terlihat begitu menyenangkan, tanpa memedulikan Rania yang masih ada disamping mereka.
Jika dulu Rania akan tetap duduk sambil menyimak keduanya walau sama sekali tidak mengerti, kali ini Rania akan merubah sikapnya. Rania bangkit dari kursinya lalu mengambil tas, "Saya pamit pulang."
Mendengar hal tersebut, Diana nampak kaget. "Loh Mbak, buru buru amat. Kalian bahkan belum mengobrol sama sekali"
Rania memutar bola matanya malas, dia dari tadi tidak mengobrol karena Diana sama sekali tidak memberikan ruang untuk dirinya berbicara. Gadis itu terus saja berbicara seperti burung beo yang tengah berkicau.
"Bukankah kamu lebih tahu kepribadian ku, jadi kamu bisa sekalian memberitahu nya. Saya ada urusan mendesak, jadi harus segera pergi."
"Yah, sayang sekali padahal." Diana menunjukkan wajah cemberut, yang Rania tahu itu hanyalah akting belaka.
"Kalau gitu sebelum pergi, boleh saya minta nomor teleponnya." Kini Arya yang angkat bicara.
"Kamu bisa meminta padanya," Yang Rania maksud adalah Arya bisa meminta nomor pribadinya pada adik tirinya. "Kalau gitu saya permisi" Rania melenggang pergi meninggalkan mereka.
Rania tidak langsung pulang, ia pergi ke toilet terlebih dahulu untuk membasuh wajahnya. Berusaha menyadarkan dirinya bahwa itu semua bukanlah mimpi atau ilusi semata.
Rania kembali melihat telapak tangannya, disana waktu terus berkurang, apakah itu waktu untuk dirinya hidup, apakah jika waktunya sudah habis maka dia akan mengalami kematian kedua.
Karena masih belum yakin, akhirnya Rania memutuskan untuk bertanya pada orang yang berada disebelahnya, "Permisi, apakah anda bisa melihat sesuatu yang aneh di telapak tangan saya?" Rania menunjukkan telapak tangannya pada orang tersebut.
Orang tersebut menggelengkan kepalanya, kemudian ia pamit untuk keluar duluan dari toilet. Rania terdiam sejenak, berarti yang hanya bisa melihat hal itu adalah dirinya.
Rania keluar dari toilet dengan perasaan aneh, ia cukup senang karena bisa kembali hidup. Namun dirinya juga takut kalau itu hanya sebuah mimpi atau ilusi yang dialami olehnya.
Rania melangkahkan kakinya menuju parkiran, namun ia baru saja melihat seseorang yang sangat familiar baru keluar dari mobil. Rania memperhatikan orang tersebut baik baik, karena takut penglihatannya salah.
Namun setelah diperhatikan beberapa kali ternyata benar, dia adalah orang yang hendak Rania tolong sebelum dirinya mengalami kecelakaan. Rania diam diam mengikuti kemana orang tersebut pergi, hingga disebuah tikungan dia kehilangan orang tersebut.
Rania berusaha mencari nya namun dia tidak dapat menemukan orang itu, saat dirinya berbalik, siapa sangka kini orang yang tadi dicari olehnya kini berdiri gagah dihadapannya.
Rania nampak terkejut, ia sudah seperti maling yang tertangkap basah. Orang tersebut menatap Rania sangat intens, dia perlahan maju mengikis jarak dengannya. Dengan refleks Rania memundurkan langkahnya.
Kini Rania tidak dapat memundurkan langkahnya lagi, ia sudah terpentok pada tembok. Orang itu menaruh kedua telapak tangannya diantara tubuh Rania, seakan akan orang itu tengah mengurung dirinya.
Rania tidak dapat berlama lama menatap wajah tersebut, tatapan matanya sangat tajam, jika mata tersebut dilengkapi dengan laser, sudah dipastikan wajah Rania sudah banyak berlubang.
"Kamu mengikuti saya?" Tanya orang tersebut. Suara cukup manly, mampu menggerakkan hati wanita diluar sana.
"Sa..ya..." Rania gelagapan sendiri menjawabnya, ia bingung harus menjawab apa.
"Kamu disuruh siapa, apakah ayah saya?" Kali ini pengucapannya penuh dengan penekanan.
Rania susah payah meneguk ludah, mengambil nafas saja ia enggan. Dirinya kali itu benar benar terpojok, dia harus memikirkan cara untuk keluar dari situasi tersebut.
"Saya penggemar Tuan, Tuan tadi sangat tampan sehingga membuat saya penasaran. Makanya saya mencoba untuk mengikuti Tuan." Hanya ide itu yang terlintas di otak kecil Rania, ia berharap pria jangkung itu mempercayainya.
Pria itu kembali berdiri normal, tidak lagi mengurung Rania dengan kedua tangan kekarnya. Ia akui bahwa parasnya lumayan tampan, tapi itu kasus pertama baginya. "Apakah benar? atau mungkin anda sedang berbohong." Pria tersebut tahu, bahwa gadis yang ada dihadapannya tengah berbohong, bola mata gadis itu bergerak liar kesana kemari.
"Iya Tuan, kalau gitu saya permisi." Rania buru buru berlari, ternyata pria tersebut ketika hidup lebih menyeramkan dari pada ketika tidak sadarkan diri.
Pria itu hanya menatap punggung Rania yang kian menghilang dari pandangan, kemudian ia menghubungi seseorang. "Cari tahu gadis yang baru saja keluar dari parkiran, dress hitam dengan rambut terurai panjang." Pria tersebut kemudian melangkahkan kakinya, menuju tempat tujuannya semula.
Setelah keluar dari parkiran, Rania segera menyetop taksi. Selama didalam taksi ia memegang jantungnya yang berdetak kencang, baru kali itu dirinya berhadapan dengan pria yang membuat dirinya gugup setengah mati.
Rania segera pulang kerumahnya, ia rindu ingin segera bertemu dengan ayahnya. Terakhir kali dia tidak berhasil bertemu dengan pria itu.
Pria dengan stelan jas lengkap berdiri, sambil melihat orang orang yang tengah berbincang sambil tertawa.
Salah satu pria paruh baya menyadari kehadiran putranya, "Danu, cepat duduk." Titah sang ayah.
"Saya menolak pertunangan ini."
BERSAMBUNG.........