Elea Inglebert putri semata wayang Delia Djiwandono dan Jarvas Inglebert yang memiliki segalanya namun kurang beruntung dalam hal percintaan. Cintanya habis pada cinta pertamanya yang bernama Alan Taraka. Alan Taraka merupakan seorang CEO Perusahaan Taraka Group yang didalamnya berkecimpung dalam bidang pangan, hotel dan perbankan. Tak hanya itu, Alan Taraka juga berkecimpung dalam dunia bawah yang dimana ia memperjual-belikan senjata api serta bom rakitan dan menjualnya kepada negara-negara yang membutuhkannya. Hanya orang-orang tertentu saja yang mengetahui Alan di dunia bawahnya, dan ia lebih dikenal di dunia bawah dengan sebutan “TUAN AL”. Akankah Elea Inglebert bersatu dengan cinta pertamanya yang merupakan seorang CEO sekaligus MAFIA terkejam di Negeri ini? Lets read!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Endah Sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20
“Kak…. Al…an….” Elea bergumam lemah memanggil nama Alan.
Sarah yang sedari tadi menggosok minyak angin di kaki Elea langsung menghubungi ponsel El.
“Sadar? Ya!!” El berlari menuju kamar Alan diikuti yang lainnya. Alan mendahului langkah El dan segera memeluk Elea.
“Alhamdulillah kau sadar juga…”, Alan begitu khawatir dengannya.
“Kak… Al…an…”, ucap Elea masih lemah.
“Ya, aku disini. Maafkan aku Elea”, Alan tak melepaskan pelukannya.
“Lee..pa..s.. Se…sa..k…” ucap Elea dan yang lain terpaksa menahan tawanya.
“Istirahatlah disini untuk malam ini. Aku tak ingin Vati dan Muttimu khawatir. Biar El yang menghubungi Vatimu. Dan kau harus patuh!”, ucap Alan sambil mengelus pipi Elea dengan lembut.
“ALAN!!”, tegur El yang tak sepakat dengan keputusan Alan.
“Izinkanlah El, benar kata Alan. Aku setuju! Bagaimana pun kondisi Elea sangat lemah dan berikanlah waktu untuk keduanya” kata Adi.
“Baiklah dengan satu syarat! Aku akan disini juga!” Ucap El.
“Aku juga!!”, Denis ikut menyahut.
“TIDAK!”, ucap Alan tegas.
“Keluarlah kalian semua dari sini termasuk kau juga Sarah. Tidak ada bantahan dari siapapun!! Besok jam 6 pagi kau boleh kemari menemani Elea lagi dan kalian juga!”, Alan tetap ingin berdua saja dengan Elea agar lebih leluasa berbicara dengan Elea.
“Baiklah, aku permisi! Besok pagi sebelum berangkat ke rumah sakit aku akan kemari mengecek kondisinya! Bye..” Dokter Adi lebih mengawali pergi sebelum di usir lagi.
“Saya permisi Tuan, Nona. Jika terjadi sesuatu tolong hubungi saya segera!”, Sarah lebih memilih patuh dan segera pergi.
Sedangkan El dan Denis masih bersidekap dada pada Alan. Ia akan berpamitan pada Elea seperti biasa layaknya kakak adik.
Setelah berpamitan, El dan Denis memutuskan untuk pergi ke rumah Tn. Jarvas untuk mengabari Elea. Ia akan beralasan bahwa Elea menginap di penthousenya dan sedang mengadakan pesta bbq.
“Kaak…”, ucap Elea yang sudah terasa lebih baik.
“Aku disini… Apa ada yang sakit?” Tanya Alan sambil memeriksa kening Elea.
“Tidak ada, aku lapar” Elea mengelus perut ratanya dan membuat Alan tertawa sambil mencubit gemas pipinya.
“Akan ku siapkan. Kebetulan tadi Bude disini memasak bubur manado, apakah kau suka?”, tanya Alan.
“Apapun. Aku tak memilih-milih makanan yang penting perutku kenyang!!”, Kata Elea tersenyum pucat.
Alan terkekeh gemas mendengar omongan Elea.
Setelah selesai mengisi perut, Elea meminum vitaminnya. Kini Elea merebahkan dirinya di sofa sambil menonton n*tfl*x.
“Apa kau tidak apa? Istirahatlah.”, titah Alan.
“Aku sudah tidak apa setelah mengisi perutku,” Elea tersenyum sambil menonton film kesukaannya.
“Kalau begitu, apakah aku boleh melanjutkan hal tadi?”, Alan duduk disamping Elea sambil memutar tubuh Elea agar saling berhadapan.
“A…ku… Ak…u…”, Elea bingung harus menjawab apa. Padahal ia tadi ingin melupakan perkataan Alan. Namun Alan tetap ingin membahasnya. Sejujurnya Elea pun ingin mengungkapkan seluruh isi hatinya dari pertama kali ia menyukainya hingga saat ini namun saat ini ia belum siap.
“Ku mohon…” pinta Alan memegang kedua pipi Elea.
“B…baik… Tapi tolong jangan ada kebohongan sedikit pun dan tolong jangan memaksakan jawaban seperti tadi! Satu lagi, jangan memotong ucapan saat menjelaskan!”, kata Elea. Bagaimana pun Elea harus melewati ini semua agar ke depannya saat ia melangkah mungkin akan terasa lebih ringan.
“Maaf” ucap keduanya kompak.
“Aku saja terlebih dahulu biar Kakak bisa mengetahui alurnya dari awal!”, pinta Elea cepat dan dibalas dengan anggukan oleh Alan.
“Sejak aku sering belajar bersama dengan adik kembarmu itu, aku sangat menyukaimu. Karna aku tak pernah merasakan bagaimana rasanya memiliki seorang kakak jadi aku menganggapmu sebagai kakakku juga persis seperti omonganmu yang memintaku menganggapmu kakak juga. Kak Q memang menganggapku adik perempuannya dan aku juga senang dengan pengakuan itu. Secara tidak langsung aku memiliki kakak perempuan. Keluarga Tn. Taraka memang menganggapku sama seperti kalian dan aku merasa nyaman akan hal itu. Tapi kenyamanan itu ternyata berubah menjadi perasaan yang tak biasa kepadamu. Aku memang tak pernah belajar bersama lagi dengan si kembar karna faktor sekolahku yang cepat. Walau begitu, si kembar tetap memintaku mengajarinya walau sudah mempunyai guru les privat….
….Dulu perhatianmu pada si kembar dan padaku juga membuatku semakin aneh dengan diriku sendiri. Semakin aku menepisnya semakin aku tersiksa. Lalu waktu terus berjalan aku menyadari bahwa ini adalah perasaan suka namun tenang saja, saat ini aku telah menguburnya! Jadi jangan cemaskan hal itu! Selama ini aku selalu menjadi stalkermu. Walau banyak yang mendekat aku tak pernah menanggapi, hatiku hanya satu dan tidak bisa terbagi….
….Namun saat berjumpa lagi denganmu dengan seorang wanita, aku tersadar. Aku ini siapa, aku tak mempunyai hak apapun, lagi pula aku juga tak sebanding denganmu dari segi apapun! Apalagi aku adalah teman dari si kembar, rasa-rasanya aneh bukan?! Rasanya benar-benar sangat mustahil hingga aku memutuskan untuk mengakhiri perasaanku ini. Kak El dan Kak Denis sangat berjasa padaku. Mereka membuatku tertawa dan tertawa hingga bisa melupakan perasaan ini walau sedikit….
….Pernikahan Kak Q, saat itu kau membuatku semakin sakit! Semua perlakuanmu itu Kak, membuatku benar-benar sakit dan Maladewa lah obatku! Tapi ternyata sejauh apapun aku pergi sepertinya selalu ada kakak. Dan saat ini, di hari pertamaku bekerja sudah dihadapkan denganmu juga. Disaat aku ingin benar-benar menjauh, Tuhan seolah memberi jalan untuk kita bertemu. Tapi tenang saja kak, aku benar-benar menguburnya dan sejauh ini mungkin sudah 60%.” Elea menjelaskan panjang lebar dengan air mata yang membasahi pipinya.
Alan memeluk dan menciumi puncak kepala Elea. Seluruh perkataannya dan anggota yang ia perintahkan mencari tahu Elea benar 100% namun entah mengapa ketika mendengarnya langsung dari Elea membuatnya terasa sakit dan merasa menjadi seorang lelaki terbodoh.
“Maafkan aku Elea….” Air mata Alan untuk pertama kalinya jatuh juga dihadapan Elea.
“Kau menanamnya dan kau juga yang mematahkannya tanpa menunggu waktunya berbuah”, ucap Alan menunggu reaksi Elea.
“Lanjutkanlah, bukankah tadi ku bilang kalau tidak boleh memotong omongan!” Titah Elea, walau ia penasaran namun di awal sudah disepakati bahwa tidak boleh ada yang memotong ucapan.
Alan menghela nafas panjangnya lalu kembali berbicara….
“Aku mengenalmu memang sedari kau kecil, kau adalah teman sekaligus guru bagi adik kembarku. Lama-lama aku juga menyayangimu sama seperti adikku. Sikapmu yang apa adanya dan tak kenal menyerah yang sangat aku sukai. Semakin lama semakin berubah perasaan itu. Selama ini aku berusaha menepis perasaan itu. Aku takut Elea!! Aku takut kalau perasaan ini hanya aku saja yang memilikinya. Aku pernah meminta Kak Q untuk mencari tahu tentangmu apakah kau sedang dekat dengan seseorang, aku ingin meminta pada Tn. Jarvas agar kau hanya untukku. Namun jawaban Kak Q membuatku sakit hingga aku lebih memilih melupakan perasaan ini….
….Setelah sekian lama aku memendam perasaan sakit ini karenamu, tiba-tiba kita bertemu lagi dan itu membuatku ingin marah padamu! Namun aku bisa apa hingga aku tak sanggup menahan sakit ini, aku menyuruh seseorang untuk mencari tahu segalanya dan memantaumu dari jarak yang sangat jauh. Dan saat kau di Maladewa, tanpa berpikir panjang aku langsung menyusulmu kesana. Aku sudah tak sanggup lagi!! Benar-benar tak sanggup menahan perasaan ini Elea! Aku…. Aku menyukaimu Elea, bisakah kita bersama selamanya?” Mata Alan kian memerah.
“A…ap…a…?”, Elea tak percaya dengan apa yang Alan katakan. Sejenak ia mematung entah apa yang ada didalam pikirannya. Ternyata selama ini Alan juga memiliki perasaan lebih namun tidak bisa Elea baca karna sikap dan sifat Alan yang sangat tidak ramah.
“Maukah kau menjadi milikku selamanya, Elea?”, tanya Alan sekali lagi.
“Ka…k…”, Elea mengerjapkan matanya berkali-kali.
“Sadarlah… Apakah kau benar-benar sudah menghapus perasaan itu?”, Alan mulai lesu.
“Aku membencimu!!! Hiks… Hiks… Hiks…” Elea kembali terisak dan Alan langsung memeluknya.
“Maafkan aku Elea…”, hanya kata itu yang mampu Alan ucapkan. Sakit sekali rasanya melihat Elea menangis.
“Kau jahat sekali padaku Kak. Aku menyukai sejak lama namun mengapa kau bersikap dingin, tidak ada keramahan sedikit pun! Bagaimana aku bisa terus bertahan jika yang aku hadapi tembok masjid hah!”, Elea melampiaskan pada Alan.
Alan terkekeh ditengah situasi saat ini akibat ucapan Elea yang terakhir.
“Maaf… Jika ada hal lain yang bisa menggantikan kata maafku, maka akan ku lakukan!”, Alan semakin mengeratkan pelukannya.
“Aku sangat membencimu! Tapi aku juga sangat menyukaimu…. Hiks… Hiks…” Elea meneruskan tangisnya.
“APA!!!!”, Alan tentu terkejut mendengarnya.
“Benci!”, ucap Elea singkat.
“Bukan! Ucapan terakhir yang kau bilang! Ulangi!”, Alan ingin mendengarnya sekali lagi.
“Benci hanya itu!” Elea segera berlari menuju kamar Alan.
Alan mengejar Elea untuk memastikan hal tadi.
“Tunggu, hei Elea!!” Alan berlari menaiki tangga.