Ana, istri yang ditinggal merantau oleh suaminya. Namun, baru beberapa bulan ditinggal, Ana mendapatkan kabar jika suaminya hilang tanpa jejak.
Hingga hampir delapan belas tahun, Ana tidak sengaja bertemu kembali suaminya.
Bagaimana reaksi suaminya dan juga Ana?
Yuk, ikuti kisahnya dalam novel berjudul AKU YANG DITINGGALKAN
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keputusan Dalam Diam
Jauh dari lubuk hati Arkan mulai tersentuh dengan pengakuan Kinan. Jika benar apa yang Kinan katakan adalah kejujuran, maka dia tidak bisa menyalahkan takdir dari hidupnya.
Arkan termenung, haruskah dia mencari tahu tentang siapa yang mencoba membunuh ayahnya? Tapi bagaimana?
Jalan satu-satunya adalah Kinan. Haruskah dia bertanya pada Kinan tentang pelaku itu?
Arkan kembali memasuki kamarnya. Kue yang sebelumnya di letakkan di teras oleh Kinan di ambilnya. Beruntung, disana Kinan meninggalkan secarik kertas berisikan nomor ponselnya.
"Kapan ada waktu? Ada hal yang ingin aku tanyakan." Arkan memutuskan mengirim pesan pada Kinan.
"Nanti sore? Datang lah, kerumah ku." balas Kinan cepat.
Dian yang tidak sabaran keluar dari rumah, apalagi dia yang melihat Rima berulang kali memeluk Ana.
"Dimana Sahil sekarang? Mbak akan menemuinya." ujar Rima tanpa memperhatikan Dian yang berada tepat disampingnya.
"Maksudnya? Sahil adik kita?" tanya Dian membekap mulutnya.
"Dimana dia Ana? Cepat katakan!" bentak Dian.
"Bukankah, jika Sahil masih hidup. Otomatis harta warisan untuk Ana akan lebih besar?" batin Dian.
"Dian, udah ..." balas Rima.
Ana pun menyerahkan alamat yang sebelumnya sudah di minta sama Arkan. Kemudian, karena melihat Dian yang seperti masih membencinya, Ana pun izin pamit pada Rima.
"Sini mbak ..." pinta Dian menarik kertas yang berada di tangan Rima.
"Aku harus kesana ..." gumam Dian.
"Jangan berani kamu kesana sendirian Dian, kamu jangan berani-berani buat masalah. Adik kita lupa ingatan." peringat Rima.
"Wah, benarkah? Bukan kah, ini lebih seru." batin Dian.
Beruntung, Rima kembali menarik kertas yang belum di lihat oleh Dian. Dan buru-buru memasukannya ke saku daster.
Dian mencibir ke arah Rima. Padahal, beberapa rencana sudah tersusun rapi di otaknya.
"Sepertinya mbak Rima merupakan penghalang terberat ku." gumam Dian jengkel.
Sorenya, Arkan izin pamit pada Ana. Dia beralasan ingin mencari udara segar. Bahkan dia tidak memberitahukan kedatangan Kinan pada ibunya.
Tentang kue, dia mengatakan mengorder nya karena pingin.
Sampai ke rumah Kinan. Disana, terlihat Sahil dan Kinan sedang duduk di teras. Dan terlihat juga gadis kecil dengan wajah pucat, bermain rumah-rumahan barbie.
"Nak, kemari lah ..." Kinan tersenyum menyambut kedatangan Arkan.
Begitu juga dengan Sahil. Walaupun terasa asing, tapi dia merasakan sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dihatinya.
"Ini anak kami, namanya Kinara. Kami biasa memanggilnya Nara." ujar Kinan pada Arkan yang sedang memindai Nara.
"Nara, salim sama abang dulu." ujar Kinan.
Gadis kecil itupun, bangun malu-malu dan menyalami Arkan.
"Aku kesini ingin membicarakan tentang orang yang mencoba membunuh ..." Arkan melirik Sahil. Bahkan mulutnya terasa berat mengatakan ayah.
"Aku tidak tahu jelas orang itu, dan lagi saat itu sangat gelap. Jadi, aku tidak memiliki petunjuk apapun.
"Apa anda tahu motif mereka?" tanya Arkan lagi.
Kinan menggeleng lemah. "Oya, aku ingat ... Seseorang dari mereka memiliki jari tangan kanan sebanyak enam. Itupun, lebihnya dari kelingking." ujar Kinan membuat Arkan membeku.
"Jadi?" Arkan mengepal tangannya.
Malamnya, Firman dan Jefri datang ke rumah Ana. Keduanya berniat ingin meminta alamat lengkap Sahil. Bukan apa, mereka hanya ingin memastikan apakah, yang dikatakan itu benar? Atau Sahil, pura-pura lupa ingatan.
"Untuk apa?" tanya Dian.
Saat ini mereka duduk lesehan di ruangan rumah Dian. Disana, juga ada Kayla dan Arkan.
"Kami sebagai abang-abang mu ingin memberinya pelajaran. Kami sakit Dian, kami sakit hati melihat betapa dalamnya luka yang ditorehkan lelaki bajingan itu." sahut Firman.
"Memberinya pelajaran seperti apa?" tanya Ana.
"Bila perlu aku akan membunuhnya. Kamu adik perempuan kami satu-satunya. Kami merasa gagal menjagamu, sehingga kamu merasakan sakit yang begitu dalam." balas Jefri.
"Dan kembali membuat anaknya menjadi yatim seperti kami? Wak udah tahukan? Betapa susah hidup kami tanpa sosok ayah. Jadi, jangan membuat ulah dengan menjadi anaknya yang lain merasakan apa yang kami rasakan. Kami sudah terbiasa tanpa kehadirannya. Jadi, biarkan dia bersama keluarganya yang baru." ujar Arkan membuat Ana menatapnya. Entah dia harus bangga ataupun kecewa dengan keputusan anaknya.
"Kamu membela ayahmu? Lelaki itu telah melukai ibumu Arkan." bentak Jefri.
"Terus jika uwak membunuhnya apa yang akan kami dapat? Atau jika kalian menyeretnya kesini, apakah bisa menjamin jika ia kembali sama kami? Tidak wak! Apalagi dia lupa ingatan, bahkan jangankan kami, dia aja tidak ingat sama ibu." terang Arkan, membuat kedua lelaki dewasa didepannya mengepal tangan.
Kayla menatap abangnya kecewa, tapi apa yang kakaknya jelaskan juga benar adanya. Bukankah, mereka udah terbiasa tanpa sosoknya? Jadi, apa yang perlu ditakutkan.
"Aku bisa menjaga ibu dan adikku wak, tanpa adanya ayah di sisiku." ungkap Arkan kemudian melenggang pergi.
"Oya satu lagi, aku akan jadi satu-satunya orang yang akan melindungi dari orang-orang yang berniat membunuhnya kembali." lanjut Arkan kemudian keluar dari rumahnya.
Firman dan Jefri menatap kepergian Arkan dengan perasaan kecewa juga takut. Takut, jika Arkan telah mengetahui kebusukan mereka berdua.
"Maafkan Arkan bang, mungkin dia seorang anak yang kembali takut kehilangan ayahnya. Lagipula, apa yang dikatakan Arkan benar." bela Ana.
"Tapi kami hanya ingin membalas sakit hatimu Ana. Kami gak rela ..." Jefri berdalih.
"Tolong jangan apa-apa dia bang, aku juga takut jika kalian berdua akan menanggung akibatnya." balas Ana.
"Yasudah, kami pamit dulu." ujar Firman mengajak Jefri keluar.
"Bagaimana ini? Apa Arkan menyindir kita?" tanya Jefri.
"Gak mungkin, karena gak ada yang tahu tentang itu selain kita berdua. Kecuali ..." Firman menatap Jefri.
"Sahil yang memberitahukan pada Arkan?" Jefri menebak. Dan Firman mengangguk setuju.
Arkan yang sejak tadi berada di samping rumah tersenyum kecut dengan hp di tangannya. Karena dia tidak berhasil menemukan bukti apapun, apalagi perkataan yang tidak menjerumus dari kedua pelaku tersebut.
"Akan aku cari bukti kalo kalian lah, yang mencoba membunuh Ayahku."
Kayla langsung merengkuh tubuh Ibunya. Dia hanya bisa membisu. Tidak ada sepatah kata pun keluar dari mulutnya.
"Jangan pernah membenci ayahmu Kayla. Karena ini bukanlah, kesengajaan ataupun kesadarannya." peringat Ana.
"Apa ibu akan menerima ayah kembali?" tanya Kayla. Karena jujur pertanyaan itu sudah dipikirkan semenjak kemarin.
Ana menghela napas. "Biarkan ayahmu bahagia dengan keluarga barunya." sahut Ana ambigu.
"Ibu, tetaplah, seperti ini ... Jangan pernah ada lelaki asing diantara kita. Aku tidak mau ada lelaki bernama ayah di kehidupanku." Kayla mempererat pelukannya.
Dan Ana mencium pucuk kepala anak perempuannya.
ana yg tersakiti,Kinan yg menikmati
dan si Jefri dan firman perlu di ruqyah 😁😁