Karena tidak ingin menyakiti hati sang mama, Garren terpaksa menikahi gadis pilihan mamanya.
Namun baru 24 jam setelah menikah Garren mengajukan perceraian pada istrinya.
Tapi perceraian mereka ada sedikit kendala dan baru bisa diproses 30 hari kedepan.
Bagaimanakah kisahnya? Apakah mereka akan jadi bercerai atau malah sebaliknya?
Penasaran? Baca yuk! Mungkin bisa menghibur.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pa'tam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode dua tiga.
Setelah merasa sedikit tenang, Garren melepaskan pelukannya pada Septy. Kemudian menghapus airmata nya.
Septy tersenyum walau wajahnya sembab. Ia akan berusaha tegar walau apapun keadaannya.
"Apa alasanmu menerima pernikahan ini?" tanya Garren. Garren masih penasaran karena belum mendapatkan jawaban dari Septy.
"Mas benar-benar ingin tahu?"
Garren mengangguk, ia hanya ingin memastikan perasaan Septy terhadapnya. Apa karena materi atau yang lainnya?
"Jika aku bilang hanya balas budi, apa Mas percaya?"
Garren mengernyitkan keningnya. "Balas budi? Atas dasar apa?"
"Saat mama datang memintaku untuk menikah denganmu, aku ingin menolak. Tapi bila mengingat kebaikan yang sudah mama berikan. Dengan aku bekerja di perusahaan Mas, kebutuhan panti sedikit terbantu. Jadi aku ...."
"Sudah, cukup. Aku mengerti sekarang. Dan mulai sekarang, ada aku untuk menjagamu. Jangan merasa sendiri lagi. Pergunakan uang dalam kartu itu sesukamu," ucap Garren memotong perkataan Septy.
"Terima kasih Mas, aku akhirnya lega dan bersyukur menemukan keluarga yang baik."
Garren mengecup kening Septy dengan lembut. "Aku mencintaimu," bisiknya.
Septy tidak menjawab, jujur ia belum punya perasaan cinta pada Garren. Namun ia merasa nyaman bila bersama Garren.
Garren kembali menjalankan mobilnya dan melaju kencang dijalan raya. Hingga akhirnya merekapun tiba di rumah.
Garren dan Septy keluar dari mobil setelah memarkirkan mobilnya didepan rumah. Septy langsung ke kamarnya untuk menyimpan tas miliknya.
Dan saat membuka lemari pakaian ternyata sudah kosong. Garren masuk dan memberitahu jika pakaiannya sudah dipindahkan ke kamarnya.
Septy pun akhirnya menurut dan masuk kekamar Garren. Ia melihat semua perlengkapan nya sudah tertata rapi dikamar itu.
"Mulai sekarang, kita tidak perlu tidur terpisah," ucap Garren.
"Hah, bukannya kamu yang menginginkan kita tidur terpisah? Sekarang malah tidak rela." Dan kata-kata itu hanya Septy ucapkan dalam hati.
Ia pun menyimpan belanjaan nya. Setelah itu ia langsung membersihkan diri karena sudah merasa tidak nyaman.
Setelah beberapa menit Septy kembali keluar dengan berpakaian lengkap. Ia melihat Garren sedang sibuk dengan laptopnya, entah apa yang ia kerjakan?
"Mas, mas mau makan apa?" tanyanya.
Garren mendongak lalu tersenyum. Bukannya menjawab, Garren malah berdiri dan memeluk Septy.
Garren mencium aroma wangi tubuh Septy. "Mau makan kamu," bisiknya.
Septy tersipu. "Sayangnya belum bisa Mas."
Garren tidak menjawab, ia hanya mengecup kening kemudian bibir istrinya dengan lembut. Septy terkejut saat bibirnya di kecup.
"Apa saja yang penting kamu yang masak."
Septy mengangguk, kemudian melepaskan diri dari Garren. Septy tidak mau menyiksa suami dengan memancing hasratnya.
Sementara dirinya masih belum bisa melayani suaminya sepenuhnya. "Maafkan aku Mas."
Garren menggeleng dan kembali menarik tangan Septy dan kembali memeluknya. Septy diam saja dengan perlakuan suaminya.
Setelah beberapa saat, Septy pun keluar dari kamar mereka. Kemudian Garren kembali ke laptopnya.
Malam harinya, mereka makan malam bersama setelah tadi Garren sholat sendiri. Garren tidak henti-hentinya menatap wajah istrinya.
"Kamu semakin cantik sayang. Kenapa aku baru menyadarinya?"
"Mas, di meja makan jangan menggombal."
Garren tertawa pelan, ia bukan menggombal, tapi memang kalimat itu lolos begitu saja. Kemudian ia melanjutkan makannya.
Setelah selesai makan, keduanya langsung istirahat ke kamar. Karena besok mereka harus memulai bekerja kembali.
Garren meminta istrinya untuk resign, namun Septy menolak. Ia tidak ingin bergantung sepenuhnya kepada suaminya.
Terkecuali jika dirinya sudah tidak mampu untuk bekerja. Seperti hamil misalnya, yang mengharuskan dirinya untuk tidak bekerja.
"Sayang, aku lihat tas yang kamu pakai itu-itu saja. Kenapa?"
"Aku bingung Mas, yang aku pakai juga masih bagus kok. Mas 'kan tahu bagaimana aku?"
Akhirnya Garren menyerah dengan jawaban istrinya. Dan mengatakan terserah istrinya saja. Kemudian Garren mengajaknya untuk tidur.
Pagi menjelang, keduanya sudah siap berangkat ke perusahaan. Setelah selesai sarapan, keduanya pun berangkat.
Kali ini mereka hanya menggunakan satu mobil saja. Tidak seperti sebelumnya yang menggunakan mobil masing-masing.
"Mas, bagaimana dengan Anin kemarin? Maksudku perusahaan orang tuanya?"
"Sudah, gak usah dibahas lagi. Aku ingin lihat beberapa hari kedepan. Apakah dia masih bisa menyombongkan diri? Aku tidak suka dengan orang sombong seperti itu. Menyombongkan harta dan menghina orang lain."
Septy terdiam mendengar suaminya berbicara panjang lebar. Biasanya hanya singkat jelas dan padat.
Namun ia senang jika suaminya banyak bicara kepadanya. Tapi pada orang lain bersikap dingin.
"Apa memang Septy itu sikap pria dari keluarga Henderson?" gumam Septy dalam hati.
Garren menoleh ke Septy yang sedang memperhatikan nya. Kemudian Septy menoleh kearah lain karena ketahuan.
"Sial, bibirnya bikin aku candu. Terlihat seksi walau sedikit tebal bagian bawah bibirnya," batin Garren.
Akhirnya merekapun tiba di perusahaan, pintu gerbang sudah terbuka lebar karena ini bukan hari libur.
Garren menggandeng tangan Septy setelah keluar dari mobil. Para karyawan yang masih berada di lobby perusahaan menunduk hormat.
Septy menelisik segala arah seolah-olah mencari sesuatu. Namun ia tidak menemukannya.
Hingga akhirnya Septy masuk kedalam lift bersama suaminya. Saat tiba dilantai yang dituju, Garren mengajak Septy ke ruang kerjanya.
Karena ada yang ingin mereka perbincangkan nantinya. Setelah beberapa menit Tomi masuk setelah mengetuk pintu.
"Langsung saja!" pinta Garren yang tidak ingin basa-basi.
"Tuan, dari sepuluh karyawan terbaik yang sudah saya seleksi. Dan nona Sierra yang layak untuk posisi supervisor. Itu menurut pengamatan saya Tuan. Dan saya belum berani membuat keputusan sebelum Tuan sendiri yang mensurvei nya."
Tomi menyerahkan hasil dari kesepuluh karyawan itu. Dan benar saja, hasil pekerjaan Sierra lebih untuk satu persen dari yang lainnya.
"Bagus, aku juga sependapat. Nanti kamu umumkan dan sekaligus menempatkan dia di posisi itu."
"Baik Tuan!" Kemudian Tomi pun keluar dari ruangan Garren.
Garren mendekati Septy yang sejak tadi diam mendengarkan pembicaraan suaminya dengan asistennya.
"Bagaimana menurutmu sayang?" tanya Garren.
"Aku setuju saja Mas, ehh Tuan."
Garren tertawa, entah mengapa jika melihat tingkah Septy, dirinya merasa lucu. Padahal tidak ada yang lucu.
Septy kemudian pamit untuk melanjutkan pekerjaannya yang tertunda kemarin. Namun ia ditahan oleh Garren.
"Tuan, saya mau lanjut kerja. Nanti kena potong gaji oleh bos," ucap Septy.
"Kamu lucu sayang, aku bos nya dan kamu istri bos."
"Justru itu, saya terlambat waktu itu pun hampir dipotong gaji. Beruntung aku menggunakan cara licik."
"Bekerjalah," Garren mengecup kening Septy.
Septy pun keluar dari ruangan Garren. Sementara Garren kembali duduk di kursi kebesarannya.
Ia membuka laptopnya untuk mengerjakan dokumen yang menumpuk di meja kerjanya. Tidak berapa lama pintu ruangan nya kembali diketuk.
Ternyata Tomi melaporkan jika Sierra sudah ditempatkan diposisi supervisor. Garren hanya manggut-manggut saja. Dan meminta Tomi segera keluar.
semngat thor..
itu sih yg aq tau dari ceramah nya UAS