"Ayah, kenapa Ayah merahasiakan ini semua padaku Yah?" Tanya Alesha yang harus menelan pil pahit saat mengetahui kebenaran tentang dirinya, kebenaran bahwa Ia adalah anak hasil dari pemerkosaan yang di alami oleh ibunya.
"Nak, kamu anak Ayah, apapun yang terjadi, kamu tetap anak Ayah." Ucap Pak Damar dengan air mata yang mulai membasahi pipinya.
"Tidak Yah, aku benci Ayah. Aku benci pada diriku sendiri yah." Ucap Alesha sembari memukuli tubuhnya sendiri.
"Jangan lakukan itu Nak, kamu Anak Ayah, sampai kapanpun kamu anak Ayah." Ucap Damar sembari memegangi tangan Alesha agar tak memukuli tubuhnya lagi.
Melihat anak yang begitu Ia sayangi seperti ini membuat hati Damar begitu hancur.
"Atau jangan jangan Ibu terkena gangguan jiwa karena aku Yah, karena Ibu hamil anak dari para bajing*n itu Yah." Tebaknya karena semua orang bilang Ibunya gila semenjak melahirkannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma Banilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Transferan dari papah mertua
Setelah panggilan berakhir, Ajeng dan Damar bingung sendiri saat Pak Adhi meminta nomor rekeningnya, pasalnya baik Damar maupun Ajeng tidak memiliki buku rekening.
"Mas, apa kita numpang di rekeningnya Bu Diana saja? Kalau untuk bikin kan kita harus ke kota Mas, jauh. Jadi lebih baik kita pinjam saja Mas." Ucap Ajeng mencoba memberi solusi setelah keduanya lama berpikir.
"Ya sudah, kamu coba saja Tanya ke Bu Diana boleh tidak kalau mau numpang transfer ke rekeningnya." Timpal Damar yang merasa ide Ajeng cukup bagus karena dia tidak harus ke kota hanya demi membuat buku rekening.
"Iya Mas, aku akan coba Tanya ke Bu Diana sekarang." Jawab Ajeng lalu berusaha menemui Bu Diana yang rumahnya bersebelahan dengannya.
"Assalamualaikum." salam Ajeng sembari mengetuk pintu rumah Bu Diana.
"Wa'alaikumsalam, Ehh Nak Ajeng." Sahut Bu Diana yang segera menghampiri tamunya.
"Ada apa nak?" Tanya Bu Diana kemudian.
"Maaf Bu saya mengganggu, Saya mau minta tolong bisa Bu?" Ucap Ajeng lalu segera memberitahu tujuannya datang ke rumah Bu Diana.
"Minta tolong apa Nak?" Tanya Bu Diana dengan wajah penasaran.
"Begini Bu, Ayah mertua saya mau mengirim uang, tapi saya dan Mas Damar tidak memiliki buku rekening, kalau boleh kami mau menumpang ke Rekening Bu Diana, apa boleh?" Jawab Ajeng menundukan kepalanya karena sedikit malu.
"Ohh bagitu, tentu saja boleh Nak." Jawab Bu Diana dengan wajah sumringahnya.
"Terimakasih Bu, kalau begitu saya boleh minta nomor rekening Ibu, soalnya Papah mau mengirim uang hari ini juga Bu." Ucap Ajeng meminta nomor rekening pada Bu Diana.
"Oh, sebentar, saya ambilkan dulu." Ucap Bu Diana yang segera masuk ke kamarnya.
Tak lama kemudian Bu Diana kembali dengan membawa secarik kertas yang berisi Nomor rekening miliknya.
"Ini Bu, sudah saya tuliskan nomornya disini beserta nama saya dan juga nama Banknya." Ucap Bu Diana memberikan secarik kertas itu pada Ajeng.
"Terimakasih Bu." Ucap Ajeng setelah menerima kertas itu.
"Kalau begitu saya permisi dulu ya Bu. Assalamualaikum." Pamit Ajeng.
"Wa'alaikumsalam." Jawab Bu Diana.
***
Tring...
Notif pesan masuk di ponsel Bu Diana.
Bu Diana yang sedang menonton TV pun mengambil ponselnya yang ada di atas meja. Dilihatnya pesan dari Bank yang memberitahu adanya transferan masuk.
Bu Diana segera membuka pesan itu, dan mata Bu Diana membulat sempurna saat melihat nominal uang yang masuk di dalam rekeningnya. Bahkan kepalanya sampai pusing melihat angka nol yang berjejer di belakang angka satu itu.
"Ini aku ngga salah lihat kan?" Ucap Bi Diana sembari mengucek matanya, lalu kembali menatap ponselnya.
"Ini beneran ada transferan masuk segini banyaknya, apa yang kirim uang salah ketik atau jangan jangan memang ada yang salah kirim kali ya." Gumam Bu Diana nampak bingung sembari berpikir kira kira siapa yang mengirimi uang sebanyak itu ke rekeningnya.
"Oh ya tadi Ajeng minta nomor rekening ke aku, dia bilang mertuanya ingin mengirim uang, apa mungkin mertua Ajeng yang mengirim uang sebanyak ini." Gumamnya lagi yang nampak syok setiap melihat ponselnya.
"Assalamualaikum. Bu diana." Teriak Ajeng sembari mengetuk pintu rumah Bu Diana.
Bu Diana sontak terkejut mendengar teriakan dari Ajeng.
"Wa'alaikumsalam." Jawab Bu Diana lalu keluar dari rumah menemui Ajeng sembari membawa ponselnya.
"Maaf Bu saya mengganggu, cuma mau mastiin aja Bu, apa sudah ada transferan yang masuk ke rekening Ibu, soalnya Papah bilang sudah transfer Bu." Ucap Ajeng sopan.
"Ja.. jadi Be..benar Mertua kamu yang transfer Ajeng. U..uangnya Banyak Banget, I..itu beneran Mertua kamu kirim segitu, atau mungkin mertua kamu salah ketik ya, kelebihan nolnya." Ucap Bu Diana sedikit terbata karena Syok.
"Memang transferan yang masuk berapa Bu?" Tanya Ajeng heran saat melihat Bu Diana nampak Syok.
"Lihat saja Jeng."Jawab Bu Diana lalu memperlihatkan pesan yang masuk di ponselnya. Ajeng pun sama terkejutnya dengan Bu Diana saat melihat nominal yang di transfer Papah mertuanya.
***
Satu minggu berlalu...
Ajeng dan Damar kini tengah berkemas untuk pergi ke Jakarta, Shasa sudah lebih dulu berangkat ke sekolahnya, karena memang masih ada pelajaran yang harus Ia ikuti.
"Mas, Papah terlalu banyak mengirim uang, kita gunakan secukupnya saja, selebihnya nanti kita kembalikan lagi saja Mas ke Papah. Kemarin kemarin aku dan Bu Diana sampai kaget melihat nominalnya Mas.
Terlebih saat mengambil uangnya aku juga tetap harus ke kota karena uang sebanyak itu tidak bisa di ambil di ATM, akhirnya kemarin aku dan Bu Diana pergi ke Bank yang ada di kota." Ucap Ajeng yang tengah duduk di tepi ranjang seraya melipat baju.
"Memang Papah kirim berapa Sayang? kok bisa kalian sampai kaget gitu?" Tanya Damar yang juga sedang melipat baju dan memasukannya ke dalam tas besar.
"Seratus juta Mas, itukan terlalu banyak Mas. Padahal kita hanya butuh sekitar dua juta aja, tapi Papah malah kasih sebanyak itu. Bu Diana sampai syok loh Mas lihat uang di ATM nya bisa sebanyak itu" Jawab Ajeng.
"Terus waktu Bu Diana antar aku ambil uangnya, dia kaget juga mas lihat uang gepokan segitu banyak. Dia sampe ternganga, katanya baru kali ini dia melihat uang sebanyak itu." Sambung Ajeng.
"Oh ya, untung tidak sampai pingsan ya." Ucap Damar yang kini tengah melipat baju terakhirnya.
"Wahh kalau sampai pingsan bisa gawat Mas, nanti aku yang repot." Ucap Ajeng tersenyum lalu berdiri dan hendak mengambil Tasnya yang ada di lemari.
"Hahahaha, tapi ngga pingsan kan?" Tanya Damar sembari menutup kopernya.
"Untungnya ngga sih Mas." Jawab Ajeng yang segera duduk kembali di tepi ranjang setelah mengambil tasnya.
"Tapi Mas jangan lupa ya nanti kalau ketemu Papah Mas kembalikan uang sisanya." Ucap Ajeng yang merasa tidak enak hati pada papah mertuanya.
"Ya sudah nanti Mas akan coba bicara sama Papah ya, semoga Papah ngga kecewa kalau kita mengembalikan uang pemberiannya." Ucap Damar.
"Iya Mas." Sahut Ajeng lalu keduanya melanjutkan berkemas hingga barang barang yang akan mereka bawa ke Jakarta sudah rapih di dalam koper dan Tas.
"Sayang, kamu istirahat dulu saja, masih ada waktu tiga jam lagi sebelum kita berangkat." Pinta Damar.
"Iya Mas." Sahut Ajeng yang memang berniat untuk merebahkan tubuhnya setelah selesai berkemas.
Entah kenapa kehamilan sekarang membuat Ajeng mudah capek, tak jarang Ajeng mengeluh seluruh badannya sakit, untungnya Damar selalu bersedia memijat Ajeng setiap Ajeng mengeluh sakit.
"Sayang." Panggil Damar yang kembali masuk ke kamar setelah beberapa menit keluar dari kamarnya.
Damar ingin mengajak Ajeng makan soto kesukaannya yang baru saja Ia beli dari langganannya. Namun Damar melihat wajah tenang istrinya yang sudah terlelap.
"Cepet banget tidurnya." Ucap Damar segera pergi ke dapur untuk menyimpan soto yang Ia bawa.
"Makannya nanti aja deh, nunggu Ajeng bangun." Gumam Damar segera meletakkan dua bungkus soto di atas meja.
Kemudian Damar kembali ke kamarnya dan membaca beberapa pesan yang masuk di ponselnya.
Damar sedikit mengerutkan keningnya saat membaca pesan dari Papahnya.
"Damar, tolong sampaikan pada Shasa, Papah minta maaf karena sepertinya Papah tidak bisa hadir di acara perlombaan nanti. Mamah sakit, Papah harus menjaga mamah Nak." Pesan dari Pak Adhi.
"Mamah sakit?" Kaget Damar...