Sang penjaga portal antar dunia yang dipilih oleh kekuatan sihir dari alam
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon faruq balatif, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membunuh Cinta
Kabut pekat menyelimuti medan perang di dimensi pertengahan. Araya berdiri tegap, energinya memancar dalam cahaya yang menyilaukan, aura dingin yang keluar dari tubuhnya berpadu dengan kekuatan sihir yang kini sepenuhnya bangkit dalam dirinya. Di hadapannya, Muya berdiri dengan tatapan kosong dari bola matanya yang merah menyala, dan tubuh yang dikuasai kekuatan gelap, kutukan yang Evlin tanamkan lama sebelumnya. Keheningan hanya bertahan sekejap, sebelum Muya melesat ke arah Araya, membawa aura kegelapan yang mengancam.
Araya bergerak cepat, menghindari serangan Muya yang tiba-tiba dengan gerakan gesit. Ia mengangkat tangannya, memanggil bola-bola cahaya sihir yang mengitari tubuhnya, membentuk pertahanan yang bercahaya. Muya menyerang lagi, tangannya terangkat menciptakan gelombang energi hitam yang menghantam perisai Araya dengan kekuatan luar biasa.
Tanpa menunggu lama, Araya balas menyerang. Ia mengarahkan kedua tangannya ke depan, menciptakan serangan cahaya yang langsung menghantam Muya. Namun, Muya berhasil menangkisnya dengan perisai kegelapan yang muncul tepat di depannya. Kekuatan keduanya saling bertabrakan, menciptakan dentuman dan ledakan energi yang mengguncang medan tempur di sekitar mereka.
"Muya! kau benar-benar tak ada disana?," seru Araya dengan nada penuh harapan, mencoba menjangkaunya yang kini berada dalam cengkeraman kegelapan.
Namun, Muya tak merespons. Alih-alih, ia menyerang lagi, lebih agresif, dengan kecepatan dan kekuatan yang mengagumkan. Araya bergerak cepat, melompat ke udara dan melayangkan serangan-serangan beruntun, memanfaatkan energi sihirnya untuk menjaga jarak. Ia menggerakkan tangannya, membentuk simbol-simbol sihir di udara, menciptakan lingkaran cahaya yang menembakkan sinar-sinar itu ke arah Muya.
Muya, yang tampaknya tak terpengaruh, menerjang sinar-sinar itu dengan perisai kegelapannya dan terus maju, menghantam Araya dengan pukulan kuat yang memecah pertahanan cahaya di sekitarnya. Araya terpental jauh ke belakang, namun dengan cepat ia berdiri kembali, tidak kembali menyerah.
Pertarungan mereka berlanjut dengan serangan-serangan yang semakin intens. Araya dan Muya bergerak cepat, saling melayangkan pukulan, ledakan energi, dan perisai magis, menciptakan percikan cahaya dan kegelapan di setiap benturan. Setiap serangan yang mereka lepaskan semakin kuat dan ganas, seakan keduanya berada dalam adu kekuatan yang tak berujung.
Araya akhirnya mengambil napas dalam-dalam, lalu memusatkan seluruh energinya pada satu serangan terakhir. Ia mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi, menciptakan pusaran petir yang berputar di atasnya, semakin membesar hingga membentuk pedang raksasa dari cahaya murni. Dengan satu gerakan tegas, Araya melemparkan pedang cahaya itu ke arah Muya, yang berusaha bertahan dengan perisai kegelapan.
Pedang cahaya itu menghantam perisai Muya dengan kekuatan dahsyat, menghancurkannya dalam sekejap dan memaksa Muya terhuyung mundur. Araya melihat kesempatan itu dan segera berlari ke depan, mengarahkan tangan kanannya untuk melayangkan satu serangan terakhir ke arah Muya, sebuah serangan yang bisa mengakhiri pertempuran ini.
Muya terhenti, terlihat bingung sejenak. Melihat itu, Araya mengumpulkan kekuatannya, bersiap untuk memberikan semua yang ia miliki demi mengakhiri kutukan yang menjerat Muya.
"Maafkan aku, Muya. Aku mencintaimu" gumam Araya dengan nada pelan dan air mata yang tak hentinya mengalir.
Ia memusatkan kekuatan terakhirnya, lalu melancarkan serangan pamungkasnya. Ledakan cahaya yang begitu kuat meledak pijkannya, yang seketika sudah berada dihadapan Muya. Tangannya yang membentuk pedang es, menembus tubuh Muya yang tersandar lemas di pelukan Araya. Cahaya terang menyelimuti Muya dalam kilauan yang memancar ke segala arah. Ketika kilauan cahaya itu mereda, Araya berdiri dengan tubuhnya yang gemetar, air mata, dan isak tangis yang tak mampu ia bendung karena harus membunuh orang yang yang ia cintai.
Pancaran merah dari mata Muya yang perlahan memudar disusul dengan tubuhnya yang perlahan terlepas dari pelukan Araya. Suara tubuhnya yang terjatuh seolah membuat waktu disekeliling Araya melambat. Begitu dalam luka yang harus ia dapatkan, pandangannya yang tak hentinya memandang Muya yang sudah tak bergerak membuatnya berlutut dan tertunduk lemah. kemudian, dengan perlahan ia memegang wajah Muya dan berkata dalam hati, "aku bersumpah akan membalas ini semua", dengan isak tangis yang semakin menjadi jadi.
Dalam keadaan yang sangat terguncang, suara dentingan dan ledakan-ledakan sihir disekitarnya membuatnya semakin murka. Araya berbalik, mengumpulkan kekuatannya. Tubuhnya melayang diudara sambil membuka kedua tangannya. Kemudia ia membuka portal dimensi dunia kegelapan dengan teriakan yang memekikkan telinga semua orang.
Kilatan petir biru dan awan hitam yang membentuk lingkaran, perlahan ukurannya semakin membesar. Araya yang berada di atas lingkarang itu mengucapkan mantra-mantra dengan suara yang menggema dan menakutkan, semua orang tertunduk takut melihat energi yang luar biasa itu. Dengan kekuatannya, semua makhluk kegelapan yang ada dihadapannya tersedot kedalam lingkaran hitam tersebut.
Suara jeritan dari makhluk-makhluk kegelapan itu menggema di seluruh penjuru, seolah tak mampu menahan kekuatan yang menyeret mereka. Dalam pusaran angin yang begitu kencang tak ada satupun dari makhluk kegelapan yang tersisa, semua masuk dalam portal yang dibuka oleh Araya. Kemudian portal itu perlahan tertutup dan menghilang, disusul Araya yang terjatuh dari tempatnya. Syukurnya, dengan cepat Vaneca bergerak untuk menangkapnya.
Araya terlihat lemah, seluruh tenaganya telah digunakannya. Wajahnya yang semula memutih sebagian, kini perlahan berubah seperti semula. Vaneca menatapnya penuh air mata, kemudian hanya memeluknya tanpa berkata apapun.
Semua orang bersorak atas kemenangan mereka, sembari mengusap air mata mereka. Dengan tubuh dipenuhi luka, Murais menyuruh mereka untuk secepatnya masuk kedalam dimensi dunia. Dengan sisa-sisa tenaga yang mereka miliki, mereka kembali ke dimensi dunia secara bergantian, tak banyak yang tersisa dari mereka, tak sampai setengah dari mereka yang selamat pada pertempuran ini.
Setelah semuanya kembali, hanya tersisa tiga orang terakhir di dalam dimensi itu, yaitu Vaneca, Dom, Araya, dan para Roh suci. Araya melihat para Roh itu bertanya pada Dom, "apa mereka tetap tinggal disini".
"Ya, ini adalah tempat mereka," jawab Dom dengan singkat.
Araya yang melihat mayat para pasukan dan juga Muya beserta orang tuanya, berjalan perlahan kearah para Roh suci. Percakapan mereka seperti berbisik dan tidak jelas. Setelah selesai Araya berbalik dan mengucapkan terima kasih kepada para Roh suci itu. Dom yang penasaran menanyakan "apa yang kau sampaikan."
"Mereka akan mengurus semua jenazah itu" jawab Araya sambil merangkul Vaneca.
Mendengar hal tersebut, Dom dan Vaneca menghela air matanya sambil mihat kearah para Roh suci yang tersenyum kepada mereka. kemudian mereka bertiga berjalan meninggalkan dimensi tersebut, masuk kedalam portal, dan portal itu perlahan menyusut lalu memghilang.
Didalam dimensi dunia nyata, mereka yang tak tahu akan peperangan Vincente dengan Evlin kaget mendengar dentuman dentuman yang ada diluar istana. Para penjag yang menyambut mereka memberitahu kepada mereka untuk bersembunyi terlebih dahulu sembari memulihkan tenaga mereka.
Mereka yang tak lagi memiliki tenaga terkulai lemah didalam aula besar kerajaan, mereka dengan cepat mendapatkan pertolongan dari para penyihir kerajaan yang mengobati mereka. Una dan Fran tak sadarkan diri akibat energi hitam yang menghempas mereka. Sementara Araya masih sadar dan tak lepas dari pelukan Vaneca.
Sampai mereka semua mendapat informasi kalau yang menyerang adalah Evlin. Semua rasa lelah mereka seolah hilang karena rasa dendam yang begitu besar. Dom tanpa berfikir panjang langsung mengeluarkan pedangnya dan berusaha bergabung kedalam medan pertempuran. Akan tetapi para penjaga dan tabib-tabib kerajaan menahan mereka. mereka meminta sedikit waktu untuk melakukan sihir mereka agar semua orang bisa kembali pulih.
Murais yang juga mencoba menahan Dom mencoba memberikan pengertian kepada Dom. "Biarkan mereka membatu kita. Jika tenaga kita pulih, kita akan menghajar semua musuh dengan mudah," ucapnya dengan nafas yang tersengkal-sengkal.